Still Tika POV.
Jefri memacu kecepatan mobilnya, menuju ke tempat tujuan kami. Setelah beberapa saat dia membelokan kemudi setir, memasuki sebuah kawasan parkir lalu memarkirkan mobilnya dengan hati-hati. Setelah mesin mobil itu dimatikan, aku perlahan keluar dari mobil.
Belum sempat aku menutup pintunya, tetiba suara Jefri dari dalam mobil membuat kepalaku sontak menoleh. “Tik, aku nitip rokok dan kunci mobilku dong?” pinta Jefri.
“Boleh.” Aku segera menutup pintu mobilnya dan bejalan menuju pintu mobil sebelahnta, tepat di mana dia keluar.
Aku langsung membuka handbag-ku dan menyuruhnya memasukkan sendiri rokok beserta kunci mobilnya di sana lalu kembali menutup handbag tersebut. Kemudian kami berjalan menuju ke dalam rumah makan. Aku langsung mencari di mana posisi Alex dan yang lainnya lalu melangkah mendekati mereka.
“Lama deh, jemputin Tika di mana sih, di Bogor ya?” ledek Alex. Aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepala pelan.
“Gue ada urusan tadi,” sahut Jefri di belakangku.
Aku langsung menarik kursi kosong di depan Alex dan duduk dengan tenang, lalu membuka handbagku untuk mengambil ponselku yang berbunyi pelan.
🎶
You so fuckin' precious when you smile
Hit it from the back and drive you wild
Girl, I lose myself up in those eyes
I just had to let you know you're mine
🎶
Dengan sigap, aku langsung menerima panggilan telepon itu. “Hallo? Iya, deket Informi, bentar ya, ngomong sama Jefri deh, nih si Ferry.” Aku sodorkan ponselku pada Jefri untuk menjelaskan detail letak rumah makan ini.
Jefri menjauh berjalan kembali keluar, sambil membawa ponselku.
Aku memperhatikan sekeliling, saat ini sudah ada Geo, Dodi, Alex, Nando, Kaisar, dan seseorang yang belum aku kenal. Mereka semua asik mengobrol, tanpa permisi aku langsung memotong pembicaraan mereka.
“Siapa nih?” celetukku sambil menunjuk sopan lelaki di samping Alex yang tidak aku kenal itu.
“Kenalkan aku Brandy, anaknya walikota,” sahutnya sopan sambil menyodorkan tangan ingin bersalaman.
Sontak mataku membulat, mulutku agak menganga sedikit, tidak percaya dengan apa yang lelaki itu katakan. Anak-anak yang lain pun langsung hening, mereka berhenti mengobrol, sambil saling memandang beberapa detik, sampai akhirnya aku sodorkan tangan ini, menyambut salaman lelaki itu lalu tawa mereka pun pecah seketika. Nyaring dan terbahak-bahak.
Aku masih belum mengerti, sampai salaman itu lepas dan senyum kecil terlihat di sudut bibir lelaki yang mengaku namanya Brandy itu. Di saat yang bersamaan, barulah aku menyadari, jika dia hanya bercanda saat mengatakan bahwa dirinya adalah anak seorang walikota. Aku mendengus sedikit kesal.
“Ada apaan nih?” tanya Ferry yang baru datang dan langsung duduk di sampingku dengan pacarnya. Aku hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis tanda kesal dengan candaan mereka semua.
“Misi-misi, geser sana, kursi gue nih,” usir Jefri sambil menyodorkan ponselku kembali.
“Permisi, ini pesanannya ya,” kata seorang pelayan yang menghantarkan pesanan kami.
Setelah semua pesanan lengkap, pelayan tersebut langsung meninggalkan meja dan kami pun langsung melahap makanan masing-masing tanpa basa-basi. Kami semua makan dengan sangat menikmati dan sambil mengobrol ringan.
“Eh habis ini pada mau ngopi atau mau langsung pulang?” tanya Ferry.
“Ngopilah, rencana awal memang mau ngopi, tapi ternyata semuanya pada belum makan, makanya makan di sini dulu,” jelas Alex pada Ferry.
“Bagus deh kalo gitu.” Ferry kembali mengisap rokoknya.
Sebagian dari kami sudah hampir menghabiskan makanan masing-masing, aku juga sudah selesai dengan makananku. Aku menghirup pelan minumanku, rasanya begitu nikmat terasa sampai tenggorokanku. Hangat dan melegakan.
Tak lama berselang, Jefri menyenggol lenganku, “Mana rokokku?”
Aku hanya menoleh dan langsung sigap membuka handbag, mengambil rokok miliknya tanpa berkata apa-apa. Aku menatap kembali sekelilingku, kemudian berbisik pelan kepada Jefri, “Aku juga boleh merokok di sini 'kan?”
“Bisa kamu tahan? Nanti aja di jalan,” pintanya yang tak kalah pelan suaranya.
“Kenapa?”
“Ya gak apa-apa. Gak enak aja di sini.”
Aku menuruti, tetapi tiba-tiba saja, selang beberapa menit kemudian, tanpa sadar aku mengambil kotak rokok milikku dari dalam handbag. Jefri yang menyadari tingkahku tiba-tiba saja mencengkram lenganku.
“Kamu ngapain sih, 'kan sudah aku bilang—” ditatapnya lekat kedua bola mataku, “emang ga bisa ditahan ya? Di jalan aja atau entar sekalian di tempat ngopi,” lirihnya.
Aku yang tangannya dicengkram pun sontak kaget menatapnya refleks, kemudian tertunduk lemas, “Iya iya. Sorry.”
Untung saja anak-anak kurang menyadari tingkah laku kami berdua, mereka masih asyik mengobrol. Sedangkan Jefri masih saja menatapku sambil perlahan melepas cengkramannya. Sedangkan aku? Aku arahkan senyum tipis kepadanya agar dia berhenti menatap tajam ke arahku, seakan ingin menerkamku seperti mangsanya.
Kemudian dia hanya menggelengkan kepalanya begitu pelan. Mengapa dia melarangku? Apa haknya melarangku? Siapa aku? Mengapa aku menuruti perkataannya?
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Lina ciello
mantull sepertinya ini... kenapa aq baru tahu cerita ini saat tahun 2023 😯
2023-05-20
0
istri ke-2 tuan Saga 🥰♥️♥️
ikut senyum waktu si Jefri ngelarang Tika ngerokok 😂😂
2021-06-28
0
Efan Zega
tika temannya cwok smua,,,perokok lg
2021-03-02
1