Setelah pesta kesembuhan Nayora di rumah Anne.
Tiga hari setelah operasi berjalan. Masa kritis bapak Lisa telah usai. Namun kesehatan beliau masih belum stabil. Kepalanya masih di perban. Pulang sekolah Lisa langsung di jemput Giri dari sekolahnya lalu berangkat ke rumah sakit. Masih beriwet soal jaganya yang kudu di atur sedemikian rupa.
Lisa keluar kamar ingin menghirup udara segar sore ini, karena bapak sudah tidur. Berjalan-jalan terus sambil memikirkan banyak hal. Berulang kali menghela napas karena merasa lelah berpikir. Belakangan ini ada beberapa hal yang membuatnya perlu berpikir.
Saat berjalan tak tentu arah sambil berpikir, Lisa sampai di dekat area VIP rumah sakit. Disana dia melihat seorang kakek dengan kursi roda sendirian. Lisa merasa perlu mendekati karena khawatir.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Lisa bertanya. Kakek itu mendongak.
"Sepertinya Anda kesulitan. Saya bisa membantu mendorong kursi roda Anda, dan membawa Anda ke sana," tunjuk Lisa ke arah taman rumah sakit. Karena sedari tadi kakek itu melihat ke arah taman dengan wajah sedih. Kakek itu tersenyum.
"Benar. Terima kasih kalau kamu mau melakukannya," ujarnya ramah. Lisa tersenyum lalu meraih pegangan kursi roda dan mendorongnya menuju taman. "Kenapa kamu mau melakukannya? Bukankah aku yang membuat ayahmu tidak segera di tangani waktu itu ..." kata kakek itu dengan ramah.
Ternyata orang tua ini mengenali Lisa. Ya, sebenarnya Lisa juga tahu dia adalah orang yang membuatnya naik darah di lobi saat pertama datang ke rumah sakit ini.
"Bukankah Itu kejadian itu sudah berlalu, Kek. Eh, apa saya boleh menyebut Anda seperti itu?" Lisa takut orang tua ini akan tersinggung.
Kemarin dia protes memang di tujukan kepada kakek tua yang duduk di kursi roda ini. Bagaimanapun pasti dia bukan orang biasa. Datang dengan banyak pengawal seperti itu, mungkin dia bukan orang sembarangan.
"Tidak apa-apa. Aku ini memang seorang kakek tua," jawab kakek itu. Lisa manggut-manggut.
"Ayah saya selalu bilang, membenci orang lain itu mengurangi rasa bahagia kita. Jadi buat apa saya membenci Anda. Saya lebih suka bahagia. Dan lagi sekarang kan ayah saya sudah di tangani dengan baik. Saya tidak perlu merasa benci kepada Anda lagi bukan?" Lisa memang termasuk gadis yang berani.
Dengan lugas, tapi sopan dia menuturkan kalimat itu. Kakek tua itu tersenyum. Akhirnya mereka sampai di taman.
"Kenapa Anda ingin kesini?" tanya Lisa sambil melihat taman secara menyeluruh. Memang indah.
"Ini tempat pertama aku bertemu dengan isteriku," cerita orang tua itu sambil menerawang jauh. Lisa melihat kakek itu. Raut wajahnya terlihat senang, tapi juga sedih.
"Kapan-kapan Anda harus bisa datang kesini lagi dengan istri anda lain kali," ucap Lisa sambil tersenyum. Bukankah jadi semakin indah apabila tempat kenangan di datangi dengan orang yang bersangkutan.
"Tidak. Karena isteriku sudah meninggal." Lisa menutup mulutnya perlahan sambil menepuknya pelan. Maksudnya mau memberi komentar indah malah jadi begitu. Lisa merutuk dirinya yang sok tahu.
"Maafkan saya ..." Lisa merasa bersalah. Kakek itu tergelak.
"Tidak apa-apa ... Itu sudah lama." Orang tua ini tidak merasa terbebani. Ponsel Lisa berdering. Ternyata Ibu yang menelepon. "Kamu boleh meninggalkanku di sini sendiri. Mereka akan menjagaku..," kata kakek itu menunjuk ke arah para pengawal yang sudah muncul berjajar di belakang mereka.
Rupanya mereka sudah mengikuti sejak tadi. Lisa tahu itu. Seorang yang tidak biasa akan selalu terus di kawal. Mereka tentu tidak akan membiarkan tuannya berjalan sendiri tanpa kawalan.
"Baiklah. Dan terima kasih sudah membantu Saya meluapkan amarah. Maafkan kalau saya kemarin sudah bertindak sangat tidak terpuji." Lisa mengucapkannya sambil membungkuk hormat. Bagaimana pun beliau adalah orang tua yang memang harus di hormati. Tidak ada yang salah dalam menghormati orang yang lebih tua bukan?
Selang beberapa menit setelah kepergian Lisa, datang cucu kakek.
"Kakek sudah agak sehat?" tanya pria tinggi ini.
"Kakek ini tidak pernah sakit Aksa. Hanya lelah," sahut kakek.
Orang tua itu memang selalu begitu. Mereka tidak mau mengakui kalau dirinya sudah tidak pernah sesehat dulu lagi. Mungkin terlihat menyedihkan merasakan dirinya yang sudah tua dan tidak sehat. Jadi ia ingin orang bilang dia sehat.
"Apakah ada yang menyenangkan hari ini Kakek?" tanya dia curiga. Karena kakeknya terlihat sangat bahagia.
"Ya." Bibir kakek tersenyum.
"Sepertinya aku melihat kakek berbicara dengan seseorang barusan. Siapa dia?" tanya Aksa yang sempat melihat siluet tubuh seorang perempuan di taman ini.
"Seorang gadis yang berani dan sopan," kata kakek itu sambil tersenyum. "Aku seperti telah melihat nenekmu lagi, Aksa."
"Kakek rindu pada nenek ya?" Aksa mengerti.
"Aksa, kamu ingat kan bahwa kamu akan bertunangan dengan Yora?" Aksa menipiskan bibir saat kakek mengatakan nama gadis itu.
"Ya," sahut Aksa malas.
"Berhenti bermain-main. Kakek heran kamu selalu berkeliaran seperti itu. Padahal kamu sangat baik dalam mengelola perusahaan, tapi tidak tepat dalam memilih pasangan." Kakek memberi peringatan.
_____
TUNANGAN PALSU
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Raflesia
brti kakek gk melihat kemiripan Yora ma Lisa???atw karena kakek udah lama gk liat Yora maka nya lupa ma wajahnya...yg lain kan ktmu Lisa pada saat Lisa dah d make over jadi wajar klo gk ngeh....
2023-02-05
0
Raflesia
kakek Aksa ya
2023-02-05
0
Akha Masrokha Rezpectha
Kakek tdk mengenali Lisa yg mirip Yora...
2022-10-22
0