Bel pulang berdentang. Semua berhamburan keluar dari kelasnya. Dari jam 7 pagi sampai sekarang, yang di tunggu-tunggu tidak lain tidak bukan adalah ini. Bel pulang sekolah. Lalu beberapa jam di dalam kelas tadi apa? Ya, selingan aja kali ...
"Kemana nih, kita bentar lagi? Kalau langsung pulang enggak asyiikk ...," kata Nero.
"Main ke sekolah lain aja. Yang di daerah kampus noh ...," sahut Aris kasih ide. Mereka sedang melewati kelas Lisa, ketika itu anak barusan keluar dari kelasnya.
"Sa!" Panggil Nero semangat. Lisa berhenti. Setengah berlari, Aris mendekati.
"Kata Bayu kalian di interogasi pak Andi di toilet. Kau sedang merokok?" tunjuk Lisa langsung menuduh ke Nero. Karena yang biasanya merokok itu si bule indonesia ini. Nero menggeleng kuat dengan menggoyangkan sepuluh jarinya di depan.
"Enggak. Aku gak merokok. Pak Andi aja yang parno. Kita disana kan lagi nungguin kamu buat bolos." Begitulah bantahan dan pembelaan Nero. Lisa menaikkan dagu sedikit tidak percaya.
"Benar kok, Sa. Dia absen merokok. Kita cuma disana buat nungguin kamu." Sabo membenarkan perkataan Nero.
"Malahan Sabo sempat menyirami wc yang enggak di siram sama anak-anak sambil mengomel gak karuan," ujar Aris yang langsung di sambung oleh kekehan bareng Nero. Sabo hanya menipiskan bibir. Jadi kesal ingat saat-saat dramatis dirinya menyirami WC. Menurutnya itu adalah perjuangan.
"O ... Sabo si baik hati ya ...." Lisa menepuk pundak Sabo bangga. Nih gadis mirip emaknya anak-anak, deh.
Mereka berencana nongkrong di sekolah yang letaknya di daerah kampus. Lisa juga ikut dengan di bonceng Sabo. Sementara Aris bareng Nero. Di perempatan ada kemacetan. Sabo menghentikan motornya. Dua orang yang di belakang ikut berhenti.
"Sepertinya ada kecelakaan," kata Sabo setelah berdiri mencoba mencari tahu. Nero dan Aris juga sepertinya mencari tahu sambil celingukan kanan kiri.
"Maju perlahan, tapi masih bisa, bro. Jalan terus aja," himbau Nero di belakang. Dengan laju motor yang pelan mereka meneruskan jalan.
Ambulan dan polisi sepertinya baru tiba di lokasi. Karena orang-orang masih berkerumun melihat korban. Sepertinya motor butut itu ringsek parah. Lisa mengerutkan kening. Berpikir. Ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Jantungnya berdetak kencang. Sesuatu membuatnya cemas.
"Sabo berhenti," pinta Lisa. Sabo menghentikan sepeda motornya.
"Ada apa?" tanya Sabo. Lisa turun dari jok motor tanpa menjawab. Tidak ada penjelasan sama sekali hingga gadis itu menghilang saat mendekati kerumunan orang. Sabo menepikan sepeda motornya dengan segera karena melihat raut wajah Lisa yang panik tadi. Nero dan Aris yang berada di depan juga berhenti menepi.
"Bapak ..." desisnya tertahan setelah berhasil melihat sendiri. Matanya nanar. Jantungnya bergemuruh panik saat mendekati korban yang tergeletak di atas aspal dengan bersimbah darah. Lisa tak kuasa menahan air mata. Dia menangis. Korban kecelakaan itu adalahnya Bapaknya.
**
Ayah Lisa di bawa ke rumah sakit. Sabo, Nero dan Aris ikut dengan naik sepeda motor. Pada saat itu muncul juga sebuah mobil mewah datang bersamaan dengan mereka. Beberapa orang berpakaian setelan jas hitam datang.
Sepertinya semua orang lebih fokus menyambut kedatangan mereka. Lobi rumah sakit seperti di blok oleh mereka. Demi menyambut datangnya seorang kakek tua yang di bawa dengan kursi dorong. Ayah Lisa terabaikan.
"Jangan berlebihan. Aku hanya pasien sakit yang tidak terlalu parah. Sudah. Jangan membuat semua orang menyingkir dengan tatapan aneh," kata Kakek tua yang duduk di atas kursi roda memberi himbauan.
Beliau mengibaskan tangannya, agar pengawal itu berpencar. Ini membuat semua laki-laki berpakaian hitam itu bingung. Sebagai pengawal, mereka harus menjaga tuannya seaman mungkin. Namun rupanya sikap melindungi itu justru tidak membuat nyaman tuannya.
"Tidak apa-apa. Berkumpul sewajarnya. Jangan membuat kita seperti geng mafia. Biarkan kita datang sebagai pasien pada umumnya," kata seorang lelaki muda memberi perintah. Tampan dan punya tubuh tegap yang mampu menyihir orang-orang di lobi terpana.
Akhirnya semua para pengawal itu berpencar dan mulai membaur dengan para pengunjung rumah sakit. Mereka menebar senyuman ke seluruh penjuru area lobi. Menetralkan suasana yang tadi menjadi tegang karena kedatangan mereka.
Mereka seperti orang penting. Pejabatkah? Atau pengusaha kaya? Atau seperti kata lelaki muda tampan tadi. Mungkin mereka adalah mafia.
"Selamat datang, Tuan.." sambut seorang dokter yang muncul bersama dengan orang penting lainnya dan juga beberapa asisten.
"Dan kamu, tidak perlu menyambutku seperti ini. Bukankah kamu punya banyak pekerjaan?" tanya kakek itu ke arah para dokter dan staff lainnya.
"Ini sudah sepantasnya tuan." dokter itu mempersilahkan kakek tadi dengan amat sangat sopan dan hormat.
Ponsel berdering dari saku jas lelaki tampan itu.
"Kakek, aku ada telpon penting. Aku keluar dulu. Pak Aknam tolong di urus semuanya dengan baik." perintah tuan muda ini ke salah satu lelaki yang lebih senior dari yang lain.
"Hei ... Aknam tahu apa yang akan di lakukan tanpa kau suruh. Sudahlah kau bisa pergi." kata kakek di atas kursi roda itu. Tuan muda mengangguk mengerti dan keluar dari rumah sakit. Berbarengan dengan suara Lisa yang protes karena mereka tidak segera menangani Ayahnya.
"Maaf, ada pasien penting," ujar petugas yang bertugas di lobi.
"Pasien penting?! Bukankah Ayahku juga penting. Justru lebih penting daripada pasien barusan. Ayahku terbaring tidak sadarkan diri dengan bersimbah darah. Bukankah itu butuh penanganan cepat?!" Lisa mengeluarkan amarahnya karena merasa tidak adil. Sabo, Aris dan Nero yang sudah sampai duluan ikut berdiri di samping Lisa.
Semua orang yang awalnya sudah mulai tenang karena para pengawal bubar, sekarang merasa tegang lagi. Mereka melihat ke arah Lisa yang memarahi petugas. Security ikut mendekati karena keributan ini. Sabo, Nero dan Aris waspada. Kalau terpaksa, mereka akan melawan security itu demi Lisa.
"Iya. Ayah anda akan kami tangani. Sebentar ..." petugas tadi mencoba menenangkan Lisa. Keributan ini terdengar kakek tadi yang masih ada di lorong. Beliau melihat kearah pasien yang terbaring bersimbah darah lalu melihat ke arah Lisa yang masih berteriak di depan meja.
"Orang-orang memang berlebihan dalam menyambut kedatanganku. Kasihan gadis berseragam sekolah itu."
"Apa saya perlu mendatanginya?" tawar Pak Aknam.
"Tidak perlu kau sendiri. Keadaan akan reda. Kamu perlu ikut campur kalau keadaan menjadi sangat keterlaluan. Suruh anak buahmu saja memberitahu mereka untuk membiarkan gadis itu meluapkan amarahnya. Dan security itu, jangan sampai dia bertindak apa-apa. Sebaiknya aku harus segera masuk. Jadi mereka bisa fokus menangani pasien tadi."
"Baik." Pak Aknam memberi tahu dua pengawal untuk melaksanakan perintah tuan besar.
Benar juga. Kedatangan pengawal membuat security yang tadi hendak mengusir Lisa berhenti dan kembali ke pos jaganya. Karena petugas di lobi memberikan kode untuk jangan melakukan apa-apa, setelah pengawal tadi mendekatinya. Lisa tidak bisa mendengarkan jelas karena dia masih terbawa emosi. Hanya kata-kata 'biarkan saja' yang terdengar sangat jelas dari mulut lelaki berpakaian setelan hitam itu.
Setelah kakek tadi sudah tidak ada, semua kembali normal. Ayah Lisa juga mulai di tangani. Sabo, Nero dan Aris hanya bisa menemani Lisa. Tidak bisa bertindak apa-apa. Mau ikut protes juga tadi takut memperparah keadaan.
.......
.......
.......
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
✨rossy
maaf thor ga komen tiap bab yaaahhh... marathon ini
2022-09-30
0
fifid dwi ariani
sukses selalu
2022-09-11
0
Rose_Ni
kenyataannya memang begitu,yg kismin kalah
2022-08-04
0