Kalau biasanya Lisa membantu hanya pada pagi hari saat jam 5. Tapi karena Bapak masih di rawat di rumah sakit, Lisa harus membantu lebih pagi daripada biasanya.
Masih dengan terkantuk kantuk Lisa bangun untuk membantu ibu. Dia tidak begitu saja membiarkan Giri adiknya tidur dengan nyaman. Giri juga harus membantu Ibu.
Duk!
Kaki Lisa mendorong tubuh Giri yang tergeletak tak berdaya di atas kasur. Giri tidak merespon. Lisa mendorong lebih kuat. Masih dengan kakinya. Giri bereaksi. Ngulet, menguap, dan mengucek mata. Lisa masih berdiri di sana.
"Ya ampun!" Giri terhenyak kaget melihat Lisa berdiri di sebelahnya dengan rambut panjangnya yang berantakan. Giri memegangi dadanya. Jantungnya mau copot karena kaget. Matanya ternistakan. "Kenapa sih, berdiri di situ dengan rambut acak-acakan seperti itu?!" Giri mencak-mencak karena kaget melihat pemandangan acak adul kakaknya.
"Mana ada orang bangun tidur rambut tersisir rapi jali. itu adanya cuma iklan ... Ayo bangun." Lisa masih saja menyempatkan mendorong kaki Giri dengan kakinya.
"Dasar preman," umpat Giri yang tak di hiraukan Lisa. Ternyata di dapur, Bibi Sarah sudah membantu ibu.
"Hehh? Bibi Sarah sudah ada disini? Keajaiban dunia ini ...," ledek Giri yang muncul masih dengan muka belek-annya.
"Gak boleh seperti itu, Giri. Bibi ini memang aslinya rajin bangun pagi kok. Trus juga hobi masak ...," kata Bibi Sarah yang memang kalau bicara dengan keponakannya suka bercanda-bercanda lebay gitu.
"Memuji diri sendiri neh," ujar Lisa masih lanjut meledeknya.
"Di rumah pusing. Jadi bantuin ibumu aja."
"Maksudnya kesepian nih ...," ujar Giri dan Lisa hampir barengan. Bibi Sarah mendelik.
"Aduh kalian ini. Tidak sopan sekali kalau ngomong sama Bi sarah. Dan kamu Sarah, jangan dengerin mereka ngomong." Ibu membuyarkan kumpulan orang-orang tidak waras itu.
Bi Sarah manyun. Bi sarah ini adik bungsunya bapak. Dia itu orangnya enjoy banget. Suaminya di gugat cerai karena ketahuan selingkuh. Ini tidak membuat Bi Sarah stress. Malah lega akhirnya tahu kalau suaminya itu bukan orang baik. Dia butuh pekerjaan karena sekarang dia menjadi seorang janda.
Melihat kedatangan Bibi Sarah, Giri melipir tidak ikut membantu. Namun dengan cekatan Lisa menarik lengan adiknya.
"Bantu. Jangan kabur," kata Lisa geregetan. Akhirnya tiga manusia itu mulai berkecimpung dalam tugas bahu-membahu membantu Ibu, apapun itu. Sebenarnya Bi Sarah saja cukup, tapi Lisa sok-sok an bantu. Alhasil, itu membuat matanya berkantung dan menghitam.
**
"Hei, panda! Sudah sehat Bapak?" tanya Nero nyebelin.
"Ya," jawab Lisa.
"Kenapa matamu jadi seperti itu?" tanya Aris meringis seperti melihat makhluk langka. Karena belakangan Lisa capek dan tidurnya berantakan, matanya berkantung dan ada dark circlenya. Sejak Ayahnya kecelakaan, dia kan harus bolak balik rumah sakit. Trus pas sudah pulang juga kudu bantuin Ibu. Karena Ibu juga sudah lelah merawat Bapak di rumah sakit walaupun Ibu gak ngomong.
"Capek," jawab Lisa lemas. Istirahat pertama ini Lisa pinginnya selonjoran aja. Kalau bisa rebahan doang. Sambil nyemil.
"Kantin yok," ajak Sabo.
"Kalian ini gak punya teman lain apa, ngajakin aku mulu," kata Lisa sambil meletakkan kepalanya di atas meja karena lelah.
"Enggak. Memang teman kita cuma kamu aja," jawab Nero kayak anak kecil yang polos. Aris dan Sabo mengangguk. Akhirnya Lisa berdiri dengan malas.
"Sera, ikut ke kantin gak?" tanya Lisa. Padahal yang di tanya Sera yang terkejut Sabo. Denger Lisa manggil Sera, ini cowok langsung menoleh cepat ke arah Sera. Trus panik. Cewek yang sedang duduk di bangkunya itu menoleh dan mengangguk.
"Ayo."
"Wah ... kamu mau ngajakin Sera nih..," bisik Nero. Sabo belingsetan kayak ulat.
"Napa, Bo? Epilepsi?" tanya Aris.
"Apaan sih," jawab Sabo tidak setuju sama pertanyaan Aris. Sera berdiri dan mendekat ke Lisa. Sabo jalan duluan, lalu di susul sama Aris. Mereka berlima ke kantin dan makan bareng.
"Tumben Ser, ikutan kami?" tanya Nero.
"Eh? Gak boleh ya.." tanya Sera.
"Bukan. Mereka hanya syok aja, ada cewek lain yang mau ikutan sama geng orang-orang berandal kayak mereka," tukas Lisa. Dia juru bicara yang baik. Sera mengangkat alis paham. Sabo melirik.
"O..Biasa aja. Lagian aku ikut lisa kok," kilahnya. Dia ternyata enggak peduli soal itu. Nero ketawa. Lisa senyum. Sabo bernafas lega. Aris asyik aja makan. Gak ngurusin mereka ngomong apa karena lapar.
"Pelan-pelan," cegah Lisa yang duduk tepat di depannya karena lihat Aris kayak gak makan beberapa hari.
"Ka!" panggil Nero saat melihat Arka lewat. Lisa melirik. Cowok itu tersenyum lalu mendekati mereka. Dia cowok yang juga sering ngumpul bareng trio berandal. Kalau ada dia Lisa enggan ikut gabung. Gak nyaman.
"Ayo makan, sini." Nero mempersilahkan Arka duduk di sebelahnya.
"Anggotanya nambah satu?" tanya Arka pas lihat muka baru yaitu Sera di situ. Sera tersenyum menyapa. Dia sadar yang di maksud Arka dia.
"Kita bukan kelompok belajar. Enggak ada anggota-anggotaan," tolak Aris. Dia.sudah bisa ngomong karena baksonya sudah habis dalam sekejap.
"Biasanya kan cuma kalian aja." Arka menyebutnya sambil senyum.
"Kan ada Lisa. Biasanya juga ada Lisa bareng kita. Ya kan, Sa?" sahut Nero lalu tanya ke Lisa. Dan Lisa hanya mengangkat sendoknya untuk menjawab pertanyaan Nero tanpa mendongak.
Sial. Kenapa perlu menyebut namaku sih, buleeee!! Lisa memaki dalam hati.
Arka melirik ke Lisa yang sejak kedatangannya dirinya, gadis itu mulai diam saja. Arka mengangguk paham. Entah kenapa Lisa jadi pendiam kalau ada cowok ini. Serasa mati kutu. Tidak bisa bertingkah seenaknya.
Lisa merasa itu cowok sulit. Tidak bisa di ajak bercandaan koplak kayak tiga berandal itu.
"Bapak sudah sehat, Lis?" tanya Arka. Lisa menoleh. Tidak menyangka bakal di tanya soal Ayahnya.
"Iya, tapi masih di rumah sakit." Lisa menyesal karena akhirnya obrolan tambah panjang.
"Maaf, gak bisa jenguk," katanya dengan nada menyesal.
"O, enngak apa-apa. Mereka juga enggak jenguk kok," kata Lisa sambil nunjuk trio berandal di depannya. Maksudnya supaya cowok itu biasa aja tidak perlu merasa tidak enak karena enggak menjenguk.
"Bukannya enggak jenguk. Kita di tolak sama Ibu kamu," bantah Aris. Yang langsung di iyakan sama Nero. Gara menyipitkan mata.
"Kenapa?" tanya Arka ingin tahu.
"Karena kita jadi heboh kalau sudah kumpul sama Lisa. Rame di koridor. Jadinya kena tegur sama perawat. Dan Ibunya Lisa bikin ultimatum gak boleh ke rumah sakit. Titik." Sabo mengungkap aib mereka.
Lisa menggeram dalam hati. Kenapa gak iya aja sih. Sera tersenyum geli dengar penjelasan Sabo. E, Sabo langsung mengerjapkan mata, salting.
Arka melihat ke arah Lisa lagi yang masih menunduk fokus sama mangkok baksonya yang isinya tinggal sebiji. Melihatnya agak lama.
***
Di siang hari yang terik, Lisa akan meluncur main game di mall bareng trio berandal. Tapi Nyonya Anne menelpon memberitahu beliau ada di ujung jalan.
"Maaf bro. Gak bisa main. Aku ada kerjaan." kata Lisa yang membuat mereka bertiga kecewa.
"Kerjaan? Paling juga mau gebukin orang," kata Aris sambil mengangkat kedua alisnya.
"Memangnya aku berandalan seperti kalian?" Lisa protes tidak setuju.
"Iya," jawab ketiganya datar. Lisa manyun.
"Bisa-bisanya kalian mengatakan aku berandalan ... Ya, udah cabut ya!" teriak mereka bertiga lalu menghilang.
Hh ... Lisa menghampiri mobil hitam di seberang jalan. Kali ini beliau membawa mobil hitamnya yang mengkilat. Beliau tidak sendiri, datang dengan sekretarisnya. Lisa hampir lupa kalau dia punya proyek dengan Nyonya kaya itu.
Mobil meluncur dengan mulus. Membawa mereka ke sebuah daerah dimana yang Lisa ketahui itu adalah kawasan elit. Lisa paham itu. Walaupun tidak tahu bagaimana di dalam kawasan elit ini, setidaknya dia bisa membayangkan bagaimana wujud kawasan elit dalam benaknya. Dan Lisa sekarang berada di depan sebuah rumah besar yang bagus. Benar. Ini memang kawasan elit. Rumah nyonya Anne.
_____
TUNANGAN PALSU
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
🥚⃟♡ɪɪs▵꙰ᵃⁱˢYᵃ🇭⃝⃟♡ ¹⁶᭄
up dong😘😘😘
2022-10-06
4
✨rossy
otornya nih produktif banget satu waktu nulis berapa judul.. jadi sering typo antar pemeran.. 😂😂😂 maklum kok..
2022-09-30
0
fifid dwi ariani
semangat selalu
2022-09-12
0