Hanzel terdiam mendengar semua cerita dari salah satu karyawan yang bekerja di kebun teh miliknya. Dia adalah Rio, pria berwajah oriental itu menceritakan yang dia tahu mengenai Lora yang dulu adalah adik kelasnya. Bukan tidak bisa meminta orang untuk mencari tahu, hanya saja Hanzel masih ingin mencari tahu sendiri agar lebih puas, dan bisa menyimpulkan sesuai penilaian orang tentang Lora.
" Lora itu sangat pendiam, Tuan. Dulu disekolah ada beberapa teman kelas, juga kakak kelas yang coba untuk dekat, tapi dia malah menghindar seolah mengaskan bahwa dia tidak ingin dekat dengan siapapun. Saat pertama kali melihat Lora, sebenarnya dia adalah anak yang periang, dia terlihat seperti teman-teman yang lainnya. Tapi saat naik ke kelas sebelas, dia tiba-tiba jadi pendiam, bahkan semua orang hampir mengira dia bisu mendadak. "
Hanzel kini semakin yakin kalau yang di ucapkan Lora. Kelas sebelas berarti pertengahan di antara usia enam belas dan tujuh belas tahun kan? Hanzel menghela nafas, benar-benar tidak disangka kalau dia akan menikahi gadis yang begitu malang. Kalau diulas, jelas sekali hutang empat ratus juta itu pasti bukan Lora yang meminjam, melainkan orang tua angkatnya. Jadi, Lora dijadikan tumbal untuk membayar hutang?
" Tuan, ada lagi yang ingin ditanyakan? " Tanya Rio.
" Em, apa dia berpacaran saat sekolah? "
Rio mengeryit mengingat-ingat apakah ada? Tapi setelah lama berpikir, Rio menggeleng karena memang tidak pernah melihat Lora berpacaran seperti remaja lainnya, bahkan melihat Lora saja saat disekolah, karena kalau sudah dirumah Lora tidak akan keluar kecuali itu penting sekali.
" Kau yakin? "
" Seingat saya, saya tidak pernah melihat Lora berpacaran, Tuan. Saya meyakini apa yang saya ingat saat itu. "
Hanzel mengangguk, lalu menepuk pundak Rio beberapa kali.
" Terimakasih informasinya. "
Rio menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
" Tuan, apakah Tuan tahu dimana Lora tinggal sekarang? Soalnya yang saya dengar Lora sudah menikah tapi tidak tahu dengan siapa, Ibu nya bilang sih menikah dengan orang kota, tapi kemarin juga ada yang melihat Lora. "
Hanzel mengeryit menatap Rio.
" Kau, apakah salah satu pria yang ditolak Lora? "
Rio nampak terkejut, tapi tak lama dia tersenyum kikuk sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
" I iya. Aku hanya penasaran saja, mau bertanya langsung apakah ucapan Ibu angkatnya benar atau hanya bercanda saja. "
Hansel tersenyum miring, lalu mengangguk entah apa maksudnya.
" Nanti juga akan ketemu. "
" Eh? " Rio menatap bingung Hanzel yang kini berjalan meninggalkannya untuk masuk ke dalam mobilnya. Jujur dia tidak paham apa maksud ucapan Hanzel, tapi karena dia adalah Bos dai tempatnya bekerja, dia juga tidak berani banyak bertanya.
" Kalau mencari keadilan untuk Lora, setidaknya harus melakukan visum setelah dilecehkan, kalau visum sekarang tentu saja aku jawabannya. Di perkampungan begini, listrik saja masih jarang, kamera pengawas jelas tidak ada, bahkan yang punya televisi saja bisa dihitung dengan jari di kampung ini. " Hanzel menghela nafas seraya mengemudikan mobilnya.
" Jalan satu-satunya ya hanya membuat pelaku mengakuinya sendiri dan merekamnya. Sudahlah, pikirkan nanti saja, aku sudah lelah. "
Sesampainya dirumah yang ia tinggali bersama Lora, dan juga Ita sebagai pembantu, Hanzel terdiam sebentar membatin dalam lamunannya. Tidak tahu kalau pada akhirnya dia akan berbuat senekat ini, padahal awalnya dia sama sekali tidak ingin menikah sebelum kekasihnya Risha siap, hanya karena kasihan melihat Ibunya terus menangis saat mendapat kabar Ayahnya akan menikah lagi, Hanzel segera datang ke perkampungan yang ada salah satu usaha Ayahnya, lalu meminta orang untuk menjemput Lora atas nama Ayahnya, lalu menikahinya sebelum Ayahnya datang. Benar-benar perbuatan gila kan? Tapi semua sudah terjadi, sekarang dia hanya perlu menjalani satu tahun pernikahan bersama gadis asing, ditambah umurnya belum juga dua puluh tahun. Akankah cocok untuknya di panggil pedofil? Hah! Masa bodoh saja lah, toh Ayahnya yang sudah akan enam puluh tahun saja tadinya berbuat menikahi Lora juga.
Sementara di dalam rumah.
Setelah cukup puas melihat bagaimana kehidupan Nora melalui media sosial, Lora kini mengajak Ita untuk mengobrol sembari bertanya bagaimana caranya menjadi seorang istri. Ita yang saat itu adalah seorang janda, dia menceritakan apa yang baik untuk dia ceritakan, juga menahan apa yang seharusnya tidak dia ceritakan. Mulai dari melayani suami di dapur, pakaian, bahkan juga di tempat tidur.
" Aku geli mendengarnya, kak. " Ujar Lora.
" Tapi seperti itulah tugas seorang istri, Lora. Dalam sebuah hubungan memang tidak mesti bak-baik saja, pada masanya juga akan ada salah paham, bersitegang, saluang membentak, mendiamkan satu sama lain, bahkan ada juga yang memilih untuk pergi sejenak menenangkan pikiran. Tapi saranku adalah, jalani saja seperti air mengalir. "
" Itu, kalau tentang di tempat tidur memang harus seperti itu ya? Aku malah merasa kalau saran kakak tadi seperti, maaf, binatang. "
Ita terkekeh geli, seperti binatang? Belum saja menikmati dengan sungguh-sungguh, nanti kalau sudah tahu caranya menikmati, bukan lagi seperti binatang, malah mungkin akan seperti iblis.
" Ita! " Panggil Hanzel.
" Eh, itu Tuan! Aku turun dulu ya Non Lora, Tuan pasti memintaku membuat teh untuknya. " Lora mengangguk.
Sudah akan sore, sebentar lagi pasti akan gelap, sama gelapnya seperti hatinya saat ini. Lora menghela nafas panjangnya, menjadi istri sungguhan dalam satu tahun? Terdengar seperti mempermainkan sebuah pernikahan yang sakral, tapi saat ini dia tidak memiliki pilihan lain. Kompensasi, itulah yang bisa Lora harapkan untuk menatap hidupnya nanti, dan meninggalkan desa yang sudah membuat dirinya, serta harga dirinya hancur.
" Lora, kuatlah, hidup seperti roda bukan? Menangis sekarang, belum tentu besok masih menangis. Tersenyumlah, Lora. Bersabar, hari yang indah itu akan datang. "
Pintu kamar terbuka.
" Kau sedang menguji ketahanan tubuh? " Tanya Hanzel yang melihat Lora berdiri di depan jendela yang terbuka lebar, bahkan tirai nya juga berterbangan karena angin kencang.
" Tuan? " Lora menunduk layaknya orang yang tengah memberikan hormat.
" Angkat wajahmu, aku bukan presiden jadi tidak membutuhkan penghormatan seperti itu. "
Lora mengangkat wajahnya, tapi tetap saja dia tidak bisa menatap Hanzel karena memang dia tidak berani.
" Siapkan baju untukku, aku mau mandi. "
" Baik. "
Hanzel tadinya ingin segera masuk ke kamar mandi, tapi melihat cara jalan Lora, dia jadi melihat ke arah kaki Lora yang terlilit perban.
" Kakimu kenapa? "
" Tertusuk batu, Tuan. "
Hanzel kembali mengingat hari kemarin saat Lora pulang kerumah dengan kondisi acak-acakan.
" Apa kau tidak punya sendal sampai harus tertusuk batu? "
Lora menunduk.
" Maaf, waktu itu aku terburu-buru. "
Hanzel menghela nafas.
" Maksudmu, saat kau kabur waktu itu ya? "
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
top 😍😘🤗❤️
2022-07-11
0
Eka ELissa
lora...baik"... di tmpat hazel krna kmu aman di sana dn ikutin saran dari
bibi tadi...jadi lh istri soleha mskipn cumn stahun mungkin..😁😁
tapi lom sthun juga tu hazel klepek"
bucin akut ma kmu lora...😁😁
2022-06-12
1
Lee
Semangat Lora manfaatin yg ada...hehee
2022-06-11
0