Seusai kepergian Wildan Andien mencoba untuk buka suara. "Apakah bisa kau melepaskan pelukan ini? "
" Kenapa? Aku ingin kita dekat dan mengenali reaksi tubuh kita. " Jawabnya serak.
"Rasanya tak nyaman. " Kilah Andien yang merasakan gerah terlebih ia terganggu dengan benjolan dibawah sana.
"Baiklah. Aku ke kamar mandi sebentar lalu kita pulang. " Balasnya dan menaruh berkasnya dan berlalu.
Andien menarik nafas lega bagaimanapun ia malu karena Pandu dengan santai nya memeluk nya di hadapan temannya.
Wanita itu merasa waktu berjalan lama maka diputuskan mengirim pesan jika dia ijin tak kembali ke kantor.
Lalu bermain game mengurangi kebosanan. Pandu kembali setelah sekian lama entah apa yang dikerjakannya disana. Ia terlihat sedikit cerah dan mengulurkan tangan.
" Kita pulang? " Tangan kirinya membawa berkas yang diberikan padanya tadi.
Wanita itu hanya mengangguk mereka keluar beriringan dan Pandu merangkul pundaknya. Dua wanita di luar ruangan Pandu yang duduk asyik bekerja terkejut menatap kami.
"Dia istriku. Jadi kedepannya jika melihatnya sapa dengan Nyonya Andien Wibisono. " Pandu mengumumkan pada karyawan nya.
"Dia Angel dan Calista mereka staff sekretaris di bawah wewenangnya Wildan. Wildan yang mengatur semua pekerjaan nya. Tentunya mereka tak pernah masuk ke ruangan aku."
" Aku selalu meminta office boy melayani makan atau minuman ku jika aku malas keluar. " Jelasnya dengan mencium keningnya Andien.
Kedua wanita itu hanya tersenyum canggung dari postur mereka sempurna, cantik, tinggi dan seksi. Andien hanya mengernyit dan mengangguk tersenyum tak lama Pandu mengatakannya pergi dari tempat itu.
Mengendarai mobil dalam kesunyian setelah beberapa waktu mereka memasuki kawasan elite dan berhenti di gerbang mewah. Sebuah rumah besar dan halaman yang luas.
Ini sungguh luar biasa tempat ini sangat mewah dan Andien terperangah melihat semuanya.
Ada pelayan wanita menyambut kedatangan kami saat kami turun dari mobil. Kami memasuki ruangan yang lukisan dan vas bunga baru ruang tamu.
Dengan lampu gantung kristal lalu ruangan besar yang ada cuma sofa dan meja kaca dan langit ada lampu kristal juga lukisan di dinding ada foto keluarga.
Yang paling besar adalah foto mertua Andien. Dan di bawah nya foto keluarga berukuran sedang. Masuk lagi ruang makan dan menyatu dengan pantry.
Terlihat Nyonya besar Wibisono sedang dibantu pelayan menyiapkan hidangan.
"Mama kita pulang. " Pandu menyapa ibunya. Wanita itu menoleh dan berjalan menghampiri. " Kenapa buru-buru pulang. Kalian harusnya berlibur dan bulan madu. " Sungut nya kesal. Wanita itu memeluk sang putra.
Pandu meraih tangannya dan takzim. Wanita itu tersentak lalu tersenyum. Andien mengikuti kemudian, sepintas Andien melihat para pelayan menatap dan berbisik-bisik.
"Istirahat lah. Mama membuat masakan untuk semuanya. Nanti malam adik mu pulang dan kakakmu masih menunggu suaminya pulang sore nanti. Papamu sedang keluar dengan relasi nya." Jelasnya dengan mengelus pundak Andien.
Pandu merangkul pundak Andien membawa nya naik ke lantai dua. " Jika lorong dekat Pantry tadi yang lurus ke garasi dan ke kanan ke taman bunga dan kolam renang. " Pandu menerangkan denah rumah.
Mereka masuk ke kamar paling ujung ke kanan. Dia melihat kamar bernuansa putih dan hitam ada satu set meja kecil lengkap dengan lampu meja.
"Itu baru diletakkan di kamar, buatmu. Kau lembur di rumah saja. Jangan diluar, aku ingin melihatmu terus. " Ucapnya dengan mengacak rambutnya Andien lalu mencium bibinya sekilas kemudian melenggang duduk di ranjang berseprai putih.
Ia membuka berkasnya dan melihat nya. Andien masih terpaku jujur ia terpengaruh atas tindakan Pandu.
Ia pun duduk di sofa panjang dan meletakkan tas jinjing dan hand bag nya di nakas. Ia duduk selonjoran dan mengambil bantal-bantal sofa dan menumpuknya jadi satu lalu dijadikan tumpuan kepalanya dan ia menggunakan ponsel.
Berseluncur disana mencari tahu keluarga Wibisono dan perusahaan Bintang Laut. Dan hasilnya sungguh membuat nya tercengang.
Para pewarisnya satu suaminya dan satu orang yang dibencinya. "Arjuna Wibisono." Seniornya di kampus nya dulu dan mendadak hilang karena pindah keluar negeri.
Andien Wibisono mengacak-acak rambutnya dan itu diperhatikan Pandu. Iris matanya menyempit memperhatikan, yakni ekspresi kesal yang terlihat.
Malamnya seusai shalat isya Pandu mengajak nya turun untuk makan malam. Ruang makan nampak penuh orang memadati. "Sayang ayo duduk. " Seru Sari Wibisono sang mama.
"Malam Papa. " Sapa Pandu dia pun takzim diikuti Andien. Lelaki itu terhenyak sesaat lalu menepuk-nepuk lengan Pandu dan ia juga mengelus kepala mantunya.
"Allah memberkahi mu kalian. " Ucapnya. "Andien? " Suara lelaki paruh baya terdengar dari arah depannya. Wanita itu menatap dan terpaku. "Om Ardiyansyah? " Andien tersenyum ceria berjalan memutar melakukan takzim.
Lelaki itu mengelus dan mencium puncaknya. "Apa yang kau lakukan disini? " Tanyanya dengan senyuman mengembang.
"Dia menantuku yang ku ceritakan barusan. Dia gadis sederhana dari panti asuhan. Dan pilihan putraku. " Seru Arifin Wibisono.
"Bagaimana bisa? Dia dan Alexander berpacaran dari kuliah. Mana bisa kenal dengan Pandu? " Sanggah Donny Ardiyansyah.
"Om aku dan Alexander hanya berteman. Aku hanya menganggap ia sebagai kakak. Saya sudah menjelaskan padanya berulang kali. " Andien menengahi dengan hati-hati.
Keduanya lelaki itu menatap Andien serentak. " Kau tahu jelas Istriku memperlakukan mu seperti putri kandung. Ia lebih mementingkan mu daripada Alexander. " Katanya lirih.
"Om. Aku tahu itu. Alexander sudah mengerti dan menerima keputusan ini. Apa dia tak menjelaskan apa-apa? " Tanyanya dan pria paruh baya itu hanya menggelengkan kepalanya perlahan.
"Om. Saya sudah menjelaskan sejak awal pertemanan hingga kami berpisah. Dan aku memutuskan berkarier disini. " Andien berkata lirih sambil menundukkan wajahnya.
Air matanya menetes dan Ardiyansyah melihat nya. "Maafkan Om. Sudah membuat mu sedih. Om akan menjelaskan pada Nya. " Lelaki itu langsung mengusap air mata Andien. "Om akan memberikan penjelasan perlahan-lahan padanya. " Ulang nya lirih.
"Om dan tante seperti orang tuaku. Hanya kalian yang tulus tanpa.. " Andien terisak tak dapat melanjutkan kalimatnya. "Om tahu. " Lelaki itu memeluk menenangkan hati nya dengan menepuk-nepuk punggung nya.
Kasih sayang seorang ayah terlihat lelaki itu juga menitik kan air matanya. Suasana menjadi haru. "Kita duduk ayo makan nanti keburu dingin. " Suaranya Sari Wibisono mencoba mengalihkan perhatian.
Mereka mengambil tempat duduk bersama. Dan mulai berbincang ringan. "Alexander dan Arjuna satu angkatan. Kau pasti mengenal nya adik ipar? " Tanya Rasya Wibisono mengawalinya pembicaraan.
"Semua kenal Arjuna Wibisono. Dia player dan banyak menebar luka para wanita. " Jawab Andien dengan ekspresi dingin.
"Sayang Arjuna bukan seperti itu. " Sanggah Sari Wibisono sang ibu. "Dia memberi harapan palsu dan menghempaskan cinta semudah ia memakai tisu. " Andien menegaskan dan menatap tajam.
"Kurasa kau salah paham. " Pandu mencoba menengahi. "Kenapa tidak anda tanyakan perihal Renata Cahyadi ? " Andien menatap sang ibu mertua. Semua terdiam dan menatap Andien.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments