"Aku selalu menghargai orang yang disekitar ku. Terlebih mereka memiliki potensi atau sebaliknya. Aku tidak pernah berkencan atau pacaran. Ada seorang wanita yang dekat namun aku hanya bersimpati. " Lanjut nya masih menatap Andien yang termenung.
Jujur sebagai lelaki normal Pandu sudah tergoda oleh pesona Andien. Kulit nya putih dan leher jenjang nya membuatnya ingin mendekat, tubuh yang proporsional, dada yang besar ia sudah menilainya.
Kecantikan alami dan natural jarang berdandan, hanya bedak tipis ditaburkan diwajahnya dan pelembap bibir. "Kau beruntung. Memiliki keluarga utuh. Ibu, ayah, saudara bahkan ipar dan keponakan. "
" Aku dibuang sejak bayi. Hanya liontin bernama Andien Wiguna yang tertera di sana. Menjadi identitas ku, besar di panti asuhan dan tak dilepaskan ibu panti karena beliau sangat menyayangi aku. "
"Beliau mengadopsi aku. Dan aku selalu di bully karena itu, namun ibu selalu menyemangati aku untuk belajar yang giat agar dapat meneruskan dan menjaga panti. " Tak terasa air mata nya menetes.
"Kalian orang-orang kaya berduit dan tak ber perasaan! Hanya bisa mendesak dan menindas kaum kecil seperti kita. Hanya ego dan reputasi kalian berbuat sesuka hati. "
" Bisanya kamu gunakan ibumu untuk menjerat aku! " Andien Wiguna menatap sengit ke Pandu Wibisono. Namun air matanya masih menetes membanjiri pipinya.
"Maaf kan aku. Aku sudah mengambil keuntungan pada mu. " Pandu mendekatkan dahinya dengan milik Andien Wiguna. Kedua tangannya mengusap air matanya.
"Maaf. Dalam urusan lain aku jago namun untuk asmara aku tak tahu. Aku hanya ingin ibuku tak bersedih. Tapi aku serius tentang pernikahan kita. Aku ingin kita bahagia dan semoga menjadi pernikahan berjalan dengan lancar hingga maut memisahkan kita. "
Ucapan Pandu membuat Andien Wiguna semakin menangis dan lelaki itu tak tahan bergerak memeluknya. Mencium puncaknya berulang kali. Membuat Andien menghangat dia merasakan kasih sayang Pandu Wibisono.
Lelaki itu mengajaknya berjalan menyusuri pantai, tangan mereka bergandengan lebih tepatnya tangan Andien di genggam erat oleh Pandu Wibisono.
Ia mengajaknya ke cafe dipinggiran pantai memerankan makanan dan minuman untuk mereka berdua. "Makanan ini banyak mengandung protein dan karbo sedikit. Aku pernah membaca buku tentang gizi. " Ucapnya.
"Bagaimana dengan kekasih? Kau punya? " Tanya Pandu hati-hati sambil menunggu makanan pesanan mereka.
Andien Wiguna hanya menatap pemandangan di luar termenung memikirkan sesuatu. " Tak ada. Waktu ku hanya untuk belajar dan kerja part time. Mencintai adalah pekerjaan yang sia-sia. "
"Aku memiliki beberapa sahabat wanita juga pernah dekat namun kami berpisah karena dia anak orang kaya. Ibunya memandang rendah aku. Menghinaku dan bahkan mengancam akan menghancurkan Panti. "
"Sejak itu aku mulai membenci orang kaya. Yang aku tahu mereka tebar pesona namun nyatanya mereka hanya mempermainkan perasaan kita dengan kejamnya mencapakkan seolah-olah perasaan kami tak ada harganya. "
"Apa menurut mu aku harus memberikan kepercayaan itu? Apa menurut mu kau layak mendapatkan peluang? " Tanyanya kembali. Pandu Wibisono tertegun dia tak mengetahui wanita didepan nya pernah terluka.
"Aku akan buktikan bahwa aku layak untuk' mendapatkan kepercayaan mu. Kita jalani saja dan kuharap kau dapat mendalami peran dan kewajiban mu sebagai istri yang baik. "
"Jujur aku tertarik pada pandangan pertama padamu. Jadi tolong jangan larang aku saat aku mengapresiasi hal ini. " Pandu Wibisono mencoba untuk mendapatkan kepercayaan dari Andien Wiguna.
Mereka kembali terdiam dan makan makanannya dengan keheningan. Setelah selesai mereka pun kembali ke villa mereka.
Andien membersihkan diri dan sholat luhur berjamaah dengan Pandu Wibisono.
Setelah itu Andien kembali murajaah dan Pandu asyik dengan macbook nya banyak yang harus dia selesaikan masalah pekerjaan. Setelah beberapa saat Andien memutuskan untuk tidur siang.
Pandu merasakan senyap ia melirik ke ranjangnya dan melihat wanita itu sudah terlelap. Ia pun ikut menyusul tidur disisinya. Andien terbangun tatapan matanya terpaku pada wajah Pandu yang dekat dengannya.
Entah bagaimana ia sudah dalam pelukannya. Ber bantal kan lengannya dan tangan satunya melingkar di pinggangnya. Ia baru menyadari suaminya terlihat tampan dengan hidung mancung, rahang yang bersih namun terlihat bahwa ada bekas rambut jambang yang ia cukur.
"Kau sudah bangun? " Pandu mengerjab matanya melihat Andien yang terdiam. "Maaf, aku pikir dengan begini kita bisa lebih mengenal dan intim. Katakan saja jika kau tak merasa nyaman atau kau ingin apa. "
"Ayo waktu nya hampir habis. Nanti kita bicara lagi. " Andien membalikkan badan dan bangkit setelah sedikit terlena karena belaian lembut diwajahnya. Lagi-lagi Pandu membuat hatinya tersentuh.
Mereka mandi bergiliran dan sekaligus wudhu untuk shalat ashar berjamaah. Seusai itu Andien menuju pantry menyiapkan makan malam. Dan membuat kue dan minuman hangat untuk mereka.
Ia membuat minuman teh jahe dan kue serabi. Ia hanya memasak bahan makanan yang ada di villa. Pandu sudah terpikat padanya bukan hanya wajah dan penampilan, namun juga kemahiran memasak.
Lelaki itu hanya menatap tak berkedip ke istrinya yang salah tingkah dibuatnya. Andien Wiguna berpura-pura sibuk dengan phonselnya. Pandu Wibisono hanya tersenyum kecil karenanya. Mereka hanya diam menikmatinya, pemandangan sore duduk di serambi rumah.
"Bagaimana jika kita pulang? Aku ada proyek dan aku tak enak dengan rekan ku. Ia pasti kewalahan menanganinya. " Andien Wiguna memberanikan diri berbicara pada Pandu.
"Kita hanya seperti ini, jika ada kesibukan lain aku rasa akan membantu komunikasi kita nantinya. Dan bisa.. "
Pandu menyahuti. "Baiklah. Kita pulang besok pagi jam pertama. Aku akan mengenal teman-teman mu dikantor, dan yang lainnya. "
"Iya. Terimakasih. " Andien Wiguna menghela nafas lega. Paling tidak sudah selangkah perkembangan komunikasi mereka lancar.
"Nanti kita tinggal bersama orangtuaku. Karena adikku berencana hidup jauh dari mereka. Kakak ku sudah ikut suaminya di Surabaya. Rumah itu dibangun sebelum aku lahir."
" Ibuku wanita yang ceria dan sedikit cerewet. Ayahku pendiam sama seperti aku. Kakak dan adik ku memiliki sifat ibuku. Dan nanti kau dapat mengerti sendiri. "
" Aku mempunyai sahabat seperti Wildan, Karen, Tommy dan beberapa rekanan. Karier aku dapat meraih lancar. Namun untuk bersenang-senang selayaknya kekasih aku belum pernah melakukan hal itu. "
Andien Wiguna menghela nafas sambil mendengar penjelasan Pandu Wibisono. Wanita itu tak bersuara sepatah kata bahkan sekedar menanggapi atau menyela nya.
Wanita itu hanya memperhatikan ekspresi suaminya yang bercerita sambil mengunyah kue buatannya dan menyesap air teh jahe.
Di dalam hatinya ia bersyukur bertemu dengan seorang seperti dia, yang bersedia menunggu dan memahami keadaannya. Dia mulai berpikir lagi tak semuanya orang kaya sejahat itu.
Diam-diam ia tersenyum sambil menundukkan wajahnya. Dan Pandu melihatnya dalam hati lelaki itu merasakan lega karena pada akhirnya istrinya dapat bersikap natural dan tak waspada atau curiga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments