13. Dendam

Dani menatap Pamannya yang menemuinya di kamar untuk menyerahkan amplop coklat pemberian Andra.

"Uang duka katanya."

Kata Paman Agus pada Dani.

Dani menghela nafas,

"Pegang Paman saja, aku malas."

Ujar Dani yang tampak duduk selonjor di atas tempat tidur sambil menyandar di dinding.

"Jangan begitu Dan, kamu akan membutuhkannya, hidupmu harus terus berjalan seperti biasa. Untuk makan memang tak usahlah kamu khawatir, asal kamu mau makan seadanya, ke rumah Paman saja, tapi untuk kebutuhan lain, kamu pasti akan butuh uang ini Dan, apalagi kamu masih sekolah."

Kata Paman Agus menasehati.

"Aku akan berhenti sekolah."

Kata Dani, yang tentu saja itu mengejutkan Paman Agus.

"Dani, jangan begitu nak."

Paman Agus langsung panik,

Tampak kedua mata Dani merah menahan air matanya jatuh.

Ia sungguh enggan untuk menangis lagi, ia tidak ingin menangis lagi.

Tidak!

"Aku akan menghabiskan sisa umurku untuk mencari laki-laki itu."

Lirih Dani.

"Kamu menolak kasus ini dibawa ke pihak yang berwenang, sementara kamu sebetulnya ingin keadilan untuk kakakmu, jika kita menyerahkan ini pada pi..."

"Tidak Paman, tidak!"

Dani bersikeras,

Paman Agus menghela nafas,

"Jangan main hakim sendiri Dan, semua bisa diselesaikan dengan cara lebih baik. Jangan mengorbankan masa depanmu demi hal yang tak berguna."

Kata Paman Agus,

Tapi...

Siapalah yang menyangka jika kalimat tersebut justeru memicu emosi di hati Dani.

Tatapannya yang semula tampak biasa saja berubah menjadi tajam dan penuh amarah pada sang Paman.

"Apa katamu Paman? Apa katamu barusan?!"

Dani meninggikan suaranya, Paman Agus yang tak paham bagian mana yang salah atas kalimatnya jadi bingung.

Laki-laki berusia empat puluh lima tahunan itu celingak-celinguk tak paham kenapa tiba-tiba Dani murka.

"Berani-beraninya Paman bilang kalau ini tidak berguna!! Apa yang ingin aku lakukan untuk Kak Windi tidak berguna?!!!!"

Dani marah luar biasa.

Jelas ini tak bisa diterimanya, Kak Windi adalah segalanya untuk Dani sejak kedua orangtuanya tiada.

Kak Windi adalah satu-satunya yang sedarah dengannya.

"Tidak ada yang lebih penting untukku sekarang selain menuntut balas atas apa yang telah menimpa Kak Windi, dan Paman berani sekali mengatakan itu tidak berguna!!"

Dani menghempaskan amplop uang pemberian Andra pada Othor, (alhmdulillah), eh bukan, pada Paman Agus.

Dani berdiri dari duduknya, ia menyambar jaket dan helm serta kunci motornya.

"Dani... Dani... Mau ke mana?"

Paman Agus tampak tergopoh-gopoh berdiri juga, ia mencoba menyusul Dani, tapi Dani yang usianya jauh lebih muda tentu saja gerakannya jauh lebih cepat.

Di luar rumah, teman-teman Dani masih berkumpul menikmati rokok sambil berbincang, hingga saat Dani keluar dengan tergesa, mereka pun cepat berdiri,

"Dan,"

Panggil mereka nyaris bersamaan,

Tapi Dani seolah tak peduli, ia memakai helm full face nya, naik ke motor sport nya yang langsung terdengar suara kenalpot motor Dani yang berisik.

"Dani... Jangan pergi, sebentar lagi hujan deras."

Kata Paman Agus mengingatkan sembari tergopoh-gopoh menyusul dari arah dalam.

Langit memang sudah sangat gelap, dan itu sebabnya kemungkinan besar hujan akan segera turun.

"Dan, mau ke mana kau?!"

Tanya Valen, yang lantas juga ikut mendekat ke arah Dani.

Namun, belum lagi Valen sampai, Dani sudah lebih dulu melesat pergi.

"Sial, mau ke mana dia Tra menurutmu?"

Tanya Valen pada Putra yang kini juga tampak berjalan mendekati Valen yang berdiri bersama Paman Agus.

Putra menatap jalanan yang kini mulai terlihat titik-titik air jatuh di sana,

"Hujan."

Kata Putra.

"Iya, kita juga tahu ini hujan, yang kita harus tahu ke mana kemungkinan Dani pergi!"

Valen kesal,

Dani di jalanan tampak membawa motornya seperti orang gila.

Mengebut dengan kecepatan luar biasa kencang, Entah berapa mobil besar yang disalip sampai supirnya memaki-maki karena Valen selalu asal potong jalan saja.

"Hey! Kau mau mati?!"

"Heh, Bangs**t, kau mau celaka!!"

Banyak supir yang sampai harus mengucap sumpah sarapah.

Dani terus melajukan motornya, ia akan ke kantor kakaknya lagi, ia ingin melihat CCTV di hari yang lain.

Ya, laki-laki itu pasti pernah ke kantor, atau paling tidak pernah menampakkan batang hidungnya di sekitar kantor.

Dani sungguh haus untuk menuntut balas.

Ya menuntut balas sampai ke titik paling menyedihkan hingga laki-laki itu menghamba untuk minta dimaafkan.

Dan jika kelak laki-laki itu ditemukan, yang paling ingin Dani lakukan adalah menyeretnya ke makam Kak Windi, dan menghantam kepalanya dengan nisan Kak Windi.

Dani ingin laki-laki itu benar-benar menyesal, bahkan bila perlu laki-laki itu harus mati dengan cara yang sama dengan cara matinya Kak Windi, kehilangan banyak darah karena memotong urat nadi.

**---------------**

Terpopuler

Comments

Putrii Marfuah

Putrii Marfuah

semangat Dani..othor mendukungmu

2022-08-14

0

Putrii Marfuah

Putrii Marfuah

Dani / Valen?

2022-08-14

0

Erni Sasa

Erni Sasa

ka cila hp,y winda di umpetin ke manaaa tooh y owooh suruh di cek sm si daniii ,ᥬ😭᭄ ᥬ😭᭄ ᥬ😭᭄ ᥬ😭᭄ ᥬ😭᭄

2022-08-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!