" Apa kamu bilang Ra..!, anak ?. Kamu punya anak dari hubungan terlarang itu?, di...dimana anak kamu sekarang?"
Ku lihat Bian sangat shock, sampai bicaranya tersendat-sendat, kali ini bahkan keringat dingin keluar di keningnya.
" Ada di rumah ku Bi, putraku tinggal bersamaku".
Bian nampak mengernyitkan keningnya, " Kenapa kamu nggak kenalin dia sama aku Ra?, sudah sebesar apa putra kamu?, apa kamu menyembunyikannya setiap aku datang ke rumah kamu?".
Ku gelengkan kepalaku, " Kamu kenal sama dia Bi... bahkan beberapa kali kalian sempat mengobrol".
Lagi-lagi Bian terlihat berfikir keras, mungkin dia sedang mengingat-ingat kapan dia bertemu dengan anak laki-laki kecil di rumahku.
" Shaka... dia putraku Bi...", lanjut ku.
Bian lagi-lagi melotot, " Bukankah Shaka itu adik kamu Ra?, jadi Shaka itu sebenarnya putra kamu?".
Aku mengangguk, " Shaka putra kandung ku, dia ku kandung selama 9 bulan, dan aku yang melahirkannya".
" Namun karena keadaan yang tidak memungkinkan saat itu, bidan yang membantu persalinan ku memberi solusi agar Shaka diterima di masyarakat, dia dimasukkan dalam kartu keluarga sebagai adikku, karena statusku yang masih pelajar dan juga belum menikah, apalagi usiaku saat itu baru 14 tahun ".
" Saat mama dan papaku tahu, saat itu mereka berdua sangat shock, tapi semuanya sudah terjadi, dan mau tidak mau, mereka harus membantuku memberikan identitas pada cucunya, yang di dalam kartu keluarga menjadi putra bungsunya".
" Satu hal lagi, Shaka tidak tahu jika aku adalah ibunya, yang Shaka tahu dia adalah adikku, jadi tolong kamu juga bisa merahasiakan kebenaran ini darinya. Aku hanya tidak mau dia menjadi sedih dan minder jika dia tahu siapa dirinya yang sesungguhnya. Aku tidak mau Shaka bertanya-tanya siapa ayah kandungnya".
" Sekarang kamu sudah tahu sebagian dari kebenaran masa laluku, dan sekarang aku menyerahkan semua keputusan sama kamu Bi, kalau kamu mau berhenti dan mundur. Aku nggak papa, karena mana ada laki-laki yang mau memperistri perempuan buruk dan seperti sampah ini".
Bian langsung menghentikan ucapanku dengan menempelkan jari telunjuknya di bibirku.
" Sssttt.... kamu nggak boleh merendahkan dirimu sendiri seperti ini Ra..., setelah mendengarkan cerita darimu, entah mengapa aku masih saja menganggap kamu adalah wanita baik-baik. Aku akan merahasiakan kisah masa lalu mu, dan juga kenyataan tentang siapa Shaka sebenarnya".
" Aku tetap mencintai kamu Ra... meski setelah mendengar semua cerita dari kamu. Karena bukan cuma kamu, setiap manusia pasti pernah membuat kesalahan, begitu juga denganku. Mungkin aku tidak seberani kamu menceritakan semua keburukan yang pernah aku lakukan".
" Sekarang aku sudah tahu sebagian dari cerita masa lalu mu, dan aku tidak mempermasalahkan hal itu, bolehkah setelah ini aku datang ke rumahmu dan melamar mu untuk ku jadikan pendamping hidupku?".
Aku sungguh tidak menyangka, Bian tetap pada pendiriannya, dia mengatakan masih tetap mencintaiku, meski sudah tahu keadaanku yang sebenarnya.
Sebagai wanita biasa, aku sungguh merasa dipuja, diperjuangkan, di sayangi, dan aku merasa menjadi wanita yang paling beruntung menjadi wanita yang spesial di hati Bian.
Bagaimana bisa aku menolak laki-laki yang sangat baik sepertinya, mungkin tidak akan ada laki-laki lain yang seperti Bian. Mungkin jika yang mendengar ceritaku adalah laki-laki lain. Laki-laki itu akan langsung mundur dan menjauhiku. Tapi Bian berbeda, dia tetap bertahan dan bahkan mengatakan akan melamar ku.
" Apa kamu serius Bi... kamu nggak kecewa padaku setelah mengetahui kisah masa laluku?, aku ini sudah......".
Bian menggelengkan kepalanya sambil lagi-lagi menghentikan ucapanku, " Aku hanya perlu jawaban iya dari kamu Raya... maka aku akan membawa orang tuaku untuk melamar kamu secepatnya".
Aku pun mengangguk setuju, karena akan menjadi hal terbodoh jika aku menolak seorang laki-laki sebaik Bian. Yang masih mau menerima aku meski tahu masa laluku yang kelam.
" Jadi kamu menerima aku Ra?", tanya Bian memperjelas.
" Iya Bi, datanglah ke rumahku bersama orang tuamu, aku tunggu", jawabku sambil menunduk merasa malu.
Tapi kurasakan tangan Bian yang memegang daguku, menuntunku agar tidak menunduk dan merasa malu, Bian menuntunku untuk menatap wajahnya, hingga mata kami berdua saling beradu, dalam diam Bian perlahan mendekatkan wajahnya ke arahku.
Perlahan tapi pasti kini wajah kami berdua sudah berada dalam jarak yang sangat dekat, bisa aku rasakan hangat nafasnya yang menerpa wajahku. Dan perlahan Bian menyentuhkan bibir tipisnya ke bibirku, ciuman manis itu pun tak ter-elakkan, Bian awalnya mengecup bibirku pelan, saat aku diam dan tak menolaknya, Bian kembali menyentuhkan bibir kami, tangannya meraih tengkuk leherku agar aku lebih mendekatkan diri.
Bibir kami pun saling ber adu, pelan dan lembut Bian mulai membuka mulutnya dan kami pun saling bertukar saliva, aku merasakan aroma kopi dari mulutnya. Manis....
Ciuman pertama yang kami lakukan di mobilnya dengan durasi yang cukup lama karena kami berdua sama-sama menikmati rasa yang sudah lama kami pendam sendiri.
Di usia kami yang sama-sama sudah dewasa, kami berdua tahu batasan apa yang boleh dan tidak boleh kami lakukan. Setidaknya jika hanya saling berciuman aku tidak akan hamil di luar nikah seperti dulu, dan sebagai wanita normal, yang sudah cukup umur, aku juga menginginkan untuk dicintai.
Kami sama-sama tersenyum bahagia usai ciuman manis itu. Aku bahagia karena Bian tidak berubah pikiran, aku bahagia karena akhirnya menemukan seseorang yang benar-benar tulus mencintai aku dengan segala kekurangan ku. Aku bahagia saat ini berada di samping Bian.
" Sekarang aku antar kamu pulang ya Ra...., mungkin besok malam aku akan ke rumah orang tuaku untuk membicarakan perihal lamaran kita", ujar Bian.
Dia memang tinggal di rumah nya sendiri, karena rumah orang tuanya berada di luar kota. Usut punya usut ternyata Bian membeli rumah dan pindah ke kota kecil ini hanya karena ingin dekat denganku lagi. Usai kuliah Bian langsung membuka restoran dan membeli rumah di kota ini. Sedangkan ayah ibunya tetap tinggal di kota lain bersama seorang adik laki-laki Bian yang masih kuliah.
Bian kembali memakaikan seat belt di tubuhku dan mengecup bibirku lagi hanya sebentar, ku lihat senyuman langsung merekah di bibirnya, dan dia juga memakai seat belt dan melajukan mobilnya menuju ke rumahku.
Mobil melaju dengan pelan, kurasa Bian masih ingin berlama-lama bersamaku, sepanjang jalan tangan kiri Bian terus menggenggam tanganku. Sementara tangan kanannya memegang kemudi.
Saat sampai di jalan besar yang menuju ke rumahku, Bian hendak turun dan membukakan pintu mobil untukku, tapi aku menahannya.
" Sudah sampai disini saja, aku bisa buka sendiri, dan nggak perlu diantar sampai.rumah, aku jalan sendiri saja ke rumah, sudah hampir Maghrib, kamu langsung pulang saja, waktu Maghrib cuma sebentar, jangan sampai nggak kebagian waktu gara-gara masih di perjalanan", ucapku saat kami sampai di samping gang yang menuju ke rumahku, aku pun kembali di bukakan seat belt nya oleh Bian, dia begitu perhatian dan romantis.
" Baiklah kalau itu mau kamu", ucapnya.
Saat aku hendak membuka pintu mobil, lagi-lagi Bian menahan tanganku, " Boleh minta satu kali lagi Ra... ?", tanya Bian menyodorkan bibirnya ke arahku.
Ku kecup dengan cepat bibir itu, khawatir ada tetangga atau orang lewat yang bisa melihat apa yang kami lakukan di dalam mobil. Meski sebenarnya mobil milik Bian adalah mobil mahal yang kacanya terlihat gelap jika dilihat dari luar.
" Sudah ya...aku turun", ucapku sambil turun dari mobil Bian.
Aku langsung berjalan menyusuri gang kecil yang mengarah ke rumahku sambil senyum-senyum sendiri. Rasanya hari ini aku sangat lega, seolah ada beban berat yang sedikit terangkat dari bahuku ini.
" Cie...cie... yang pulangnya di anter sama Mas Bos, jalan saja sambil senyum-senyum sendiri !, kayak orang gila yang sering keliling sambil ketawa-ketawa di jalanan, awas jangan ngelamun sambil jalan, lagi pergantian siang menuju malam, waktu seperti sekarang ini tuh lagi banyak jin dan setan yang lewat, nanti kak Raya bisa kesambet ".
Shaka yang habis main di lapangan mensejajari langkahku sambil meledekku seperti biasanya.
" Apaan sih kamu, awas jangan senggol-senggol kakak, badan kamu penuh dengan keringat, bau banget", ucapku sengaja menghindar dari Shaka yang sengaja menyenggol kan lengannya yang lengket ke tanganku.
" Kakak juga sama saja, bau keringat, kan baru pulang kerja, nggak ada bedanya sama aku. Ngomong-ngomong habis jadian ya Kak?, kok jalannya sambil senyum-senyum, atau jangan-jangan habis di cium sama Mas Bos ya?, tuh lipstiknya belepotan kemana-mana", ujar Shaka kembali meledekku.
Aku langsung mengambil ponsel dan ku lihat bibirku di layar ponsel. Masih rapi dan tidak belepotan, bahkan sudah tidak ada lipstik di bibirku karena tadi Bian cukup lama ******* bibirku.
" Cie... kena prank !, hayoooo... kak Raya ketahuan habis ciuman, akan ku adukan sama mama!", teriak Shaka sambil berlari cepat masuk kedalam rumah. Tapi aku langsung mengejarnya tak kalah cepat.
" Mama Kak Raya habis ci....", ku bekap langsung mulut Shaka saat aku berhasil menangkapnya.
Mama keluar dari kamar dengan mata sembab, membuat aku dan Shaka langsung menghentikan gurauan kami.
" Mama kenapa?, apa mama sakit?", tanyaku sambil melepas Shaka dan salim pada Mama.
Mama hanya menggelengkan kepalanya. " Mama baik-baik saja, tadi.cuma agak sedikit pusing, tapi sudah minum obat warung dan sudah sembuh sekarang".
Aku tahu mama sedang berbohong, ada yang sedang mama tutup-tutupi dariku dan Shaka.
" Kalian mandi dulu sana, sebentar lagi adzan maghrib, nanti papa pulang, gantian kamar mandinya", ucap mama sambil berjalan ke dapur, seperti biasa mengambilkan air putih untukku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments