Healing
Namaku Raya, saat ini usiaku 26 tahun, aku bekerja sebagai salah satu pramusaji di restoran, selain bertugas menyajikan makanan dan melayani tamu yang datang, kadang aku juga mendapat pekerjaan lain untuk mengirimkan makanan jika ada delivery order.
Aku tinggal di sebuah kota kecil yang kini tak kalah maju dari kota-kota besar, karena jaman sudah berubah, semua hal dilakukan secara online, dari nenek-nenek sampai anak kecil semua memegang gadget. Semua mata bisa seharian hanya tertuju pada gadget mereka.
Bangun tidur langsung buka gadget, mandi sambil mendengarkan musik dari gadget, sarapan sambil membaca berita online, bahkan sampai belajarpun dilakukan secara online.
Perusahaan ponsel terus mengeluarkan fitur-fitur baru dan menarik, agar tak kalah dari produk saingan mereka. Orang kaya semakin kaya, karena hanya dengan membuat video tak jelas yang mereka upload di aplikasi online bisa membuat mereka mendapatkan penghasilan lumayan.
Berbeda denganku yang hanya seorang pramusaji, penghasilan tak seberapa, padahal kerja dari pagi sampai petang, aku memang hanya lulusan SMP, bahkan itu karena aku mengikuti kesetaraan paket B. Aku menyesali masa mudaku yang hidup semauku sendiri, tidak mendengarkan nasehat orang tua dan saudara-saudara ku dulu.
Semua karena aku jatuh cinta, sebenarnya aku masih ragu, entah itu cinta atau hanya nafsu dan kesenangan sesaat. Karena setahuku jika itu cinta, seharusnya kami berjuang bersama. Bukan hanya bersama saat senang dan bahagia saja, tapi seharusnya selalu bersama baik suka ataupun duka.
Dan itu tidak pernah terjadi, yang ada saat itu, dia yang sudah merenggut kesucian ku, meninggalkan aku saat aku mengatakan aku mengandung anak nya.
Usiaku baru menginjak 14 tahun saat itu, aku masih seorang pelajar di kelas 9. Aku mengenal laki-laki itu melalui sosial media, dia pria tampan seusiaku, tinggal di kecamatan sebelah, anak seorang TNI, dan ibunya seorang bidan.
Singkat cerita, saat itu kami bertemu dan saling tertarik satu sama lain. Dia memang tampan, berkulit putih dan berperawakan tinggi, sangat sesuai dengan kriteria cowok idaman. Apalagi dia anak orang dari keluarga terhormat. Tentu saja aku menyukainya.
Namanya Yoga, Steve Prayoga Setyawan. Kami bersekolah di SMP yang berbeda, aku yang bersekolah di SMP negeri, dan dia bersekolah di SMP favorit, dimana anak-anak orang kaya dan terhormat sekolah di sana.
Mama dan Papa ku tidak pernah melarang ku berpacaran, mereka menyadari anak-anak jaman sekarang jika di larang justru bisa berbuat nekad. Karena itulah saat Yoga memberanikan diri bermain ke rumahku dan memperkenalkan diri sebagai pacarku, Mama dan Papaku tidak mempermasalahkannya.
Kami sudah mulai berpacaran sejak dua bulan yang lalu, tapi baru hari ini aku mengajak Yoga ke rumah dan memperkenalkannya pada papa dan mamaku.
Papaku bernama Tono, seorang driver ojek online, dan mamaku Wina, bekerja sebagai salah satu buruh di pabrik tekstil. Aku anak pertama dari dua bersaudara, adikku bernama Juna, Arjuna Saputra, kami hanya berjarak usia 6 tahun. Saat itu Juna baru berusia 8 tahun.
Kedua orang tuaku selalu berpesan, " Jika mau berpacaran dirumah saja, jangan kelayapan ke mana-mana. Nggak baik juga dilihat tetangga kalau kalian suka pergi berduaan".
Dan ucapan itu seperti sebuah senjata makan tuan, posisi rumahku yang berada di barisan paling pinggir dekat dengan aliran sungai. Membuat rumahku sangat strategis untuk menghadirkan setan diantara kami berdua.
Tiap pagi papa dan mamaku harus berangkat untuk mengais rejeki, aku dan adikku sekolah, dan di siang hari di rumah hanya ada aku dan adikku saja.
Semenjak dikenalkan dengan Papa dan Mama, Yoga jadi sering sekali datang kerumah sepulang sekolah, dia begitu perhatian kepadaku, bahkan juga pada Juna, adikku. Tiap kali datang, Yoga selalu membawa buah tangan untukku dan adikku, tentu saja tidak seberapa, karena pasti itu bisa dibeli dari sisa uang sakunya, entah hanya sekotak martabak, atau satu buah es krim. Itu saja sudah cukup menunjukkan kalau dia perhatian kepadaku dan adikku.
Perhatian yang dicurahkan kepadaku makin lama membuatku semakin mencintainya. Hingga pada suatu siang, saat itu Yoga datang kerumah, dia selalu datang seorang diri, saat itu jam menunjukkan pukul 3, jadwal Juna pergi ke TPQ, untuk belajar mengaji.
Rumah sepi, sangat sepi, hanya ada kami berdua yang duduk di kursi kayu di ruang tamu rumahku. Papaku masih menerima orderan ngojek, dan mamaku hari ini lembur sampai jam 5. Anehnya.... cuaca yang awalnya terang mendadak mendung dan hujan.
Yoga keluar untuk memasukkan motornya ke teras rumahku yang minimalis, tentu saja agar tidak basah kehujanan, stelah itu dia kembali masuk dan duduk persis di sampingku. Bajunya yang sedikit basah menempel di lengan bajuku yang bersinggungan dengannya.
Siang itu awal pertama kali aku bersentuhan kulit dengannya lebih dari bersalaman tangan. Entah bagaimana mulanya. Yoga tiba-tiba menatap mataku begitu dalam, aku seperti tersihir oleh pesonanya. Kami melakukan ciuman pertama kami di ruang tamu rumahku.
Entah dorongan dari mana, aku yang baru pertama kali berciuman merasa sangat menikmatinya.
Awalnya dia mengecup pipiku dengan sangat cepat, lebih tepatnya seperti mencuri ciuman. Tapi aku menanggapinya hanya dengan tersenyum.
Aku mengira ciuman seperti itu sudah biasa dilakukan oleh anak remaja seusiaku, aku sering mendengar teman-teman ku bercerita, jika mereka bahkan sudah berciuman lebih dari itu, tepatnya dari mulut ke mulut.
Mungkin karena aku tersenyum saat Yoga mengecup pipiku, seolah seperti memberi lampu hijau padanya untuk melakukannya lagi. Tiba-tiba Yoga mengecup ku lagi, tapi kali ini bukan di pipiku, melainkan di bibir. Aku sedikit tersentak, tapi lagi-lagi aku hanya menanggapinya dengan tersenyum dan menepuk pahanya.
Hujan semakin deras, tidak ada orang yang berlalu lalang di depan rumahku, suasana semakin sepi dan gelap. Yoga tiba-tiba kembali mengecup bibirku pelan. Dan tangannya meraih tengkukku agar aku mendekat ke arahnya.
Aku awalnya ragu, ada rasa takut juga jika tiba-tiba papa pulang dan memergoki apa yang kami berdua lakukan. Tiba-tiba ada pesan masuk dari papa, membuatku sedikit mendorong tubuh Yoga agar menjauh.
Tapi alam seolah seperti mendukung kami untuk melanjutkan kesalahan yang sedang kami lakukan. Ku buka pesan dari Papa, ternyata Papa mengirim pesan kalau dia mendapat penumpang yang harus diantar ke stasiun, jaraknya lumayan jauh, bisa satu setengah jam untuk pulang pergi, dan papa menyuruhku untuk menjaga Juna adikku.
Yoga bisa membaca pesan yang kuterima dari papa, karena kami masih duduk dalam jarak yang sangat dekat, dan lengan tangan kami saling bersinggungan.
Aku tahu dia sedikit kecewa karena tadi aku mendorongnya saat dia merengkuh tubuhku. Bukan aku menolak, aku hanya khawatir ketahuan papaku, dan kekhawatiran itu kini sudah lenyap setelah membaca pesan dari papa. Setidaknya papa masih lama berada di jalan.
Yoga kembali merengkuh tubuh ku dan kami saling berciuman. Aku memang menyukainya, dan aku menikmati ciuman pertama kami. Meski kami masih sama-sama remaja, kami sudah melakukan french kiss yang entah bagaimana, aku sangat sangat menikmatinya.
Entah belajar dari mana, tapi aku bisa merasakan gerakan tangan Yoga yang menelusup ke dalam bajuku.
Aku mulai khawatir jika kami bisa berbuat lebih dari sekedar berciuman. Dan kekhawatiran ku pun terjadi. Yoga merangkul dan membimbingku masuk ke dalam rumah.
Dia menanyakan dimana kamarku, dan aku tunjukkan kamar dengan pintu bercat pink. Kami berdua masuk kedalam, dan terjadilah sebuah adegan yang seharusnya tidak pernah kami lakukan. Sebuah kesalahan dan kebodohan dua insan remaja yang saling dimabuk asmara.
Kami berdua melakukan hubungan terlarang, di kamarku. Dengan mudahnya aku menuruti keinginannya untuk menonton sebuah film dewasa dengan adegan panas seperti yang dilakukan oleh sepasang suami istri.
Yoga membimbingku untuk mempraktekkan semua yang baru saja kami lihat. Video berdurasi 15 menit yang berhasil membuat suhu tubuhku dan suhu tubuh Yoga seketika memanas.
Untuk pertama kalinya aku melihat adegan film panas, dan melakukan hubungan **** seperti yang baru saja kulihat di video di ponsel Yoga.
Aku terkejut ketika menjumpai noda merah di bagian inti ku, aku sudah tidak suci lagi. Dan itu semua karena kebodohan ku mengikuti keinginan Yoga.
Apa aku menyesal?, jawabannya tentu saja iya. Tapi apakah kami berdua kapok setelah melakukan permainan panas itu sekali?, jawabannya adalah tidak.
Karena Yoga berjanji akan bertanggung jawab jika sampai terjadi apa-apa padaku. Bahkan sejak kejadian siang itu, Yoga jadi semakin sering mengajakku bertemu, dan semakin sering datang kerumah.
Satu kalipun aku tidak pernah memikirkan resikonya, aku mencintai Yoga, begitu juga sebaliknya. Saat itu aku belum berpikir jauh tentang masa depan. Yang aku tahu Yoga sudah berjanji akan bertanggung jawab apapun yang terjadi.
Satu kali tidak ketahuan, kami melakukannya lagi untuk kedua kalinya, masih sama di kamarku. Kali ini Yoga datang tak membawa apa-apa, tapi dia memberi uang saku untuk jajan Juna saat di TPQ nanti. Yoga yang sudah tau rutinitas semua orang di rumahku, selalu datang di jam saat tidak ada seorangpun di rumah.
Seperti sebuah candu, tiap kali datang, yoga meminta padaku untuk melakukannya lagi, dan lagi. Kami berdua bahkan melakukan sampai dua kali saat di pertemuan yang kedua.
Ku lihat, sudah banyak video dewasa yang Yoga download di ponselnya. Dan aku masih tetap menuruti keinginannya, karena Yoga selalu memintaku untuk membuktikan jika aku mencintainya, maka aku harus menuruti keinginannya itu. Keinginan untuk melakukan hubungan terlarang.
Bodohnya saat itu aku mengira Yoga juga benar-benar mencintaiku, dan akan tetap disisi ku apapun yang terjadi. Seperti katanya yang selalu mengatakan akan bertanggung jawab jika sesuatu terjadi padaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
hitamanis
bapkku banget
2022-10-30
1
ig : Ruina_Kun
aku mampir thorr
2022-05-16
2
Teteh Lia
kesini begitu dapat info dari Kaka author na.🤭
2022-05-08
1