Dua kali kami melakukannya tanpa ketahuan, membuat kami kembali melakukannya lagi hingga ketiga kalinya. Justru Yoga semakin pandai mencari waktu untuk datang ke rumahku. Hingga hubungan terlarang yang ke empat kalinya Yoga bahkan mengajakku untuk bolos sekolah.
Yoga menjemput ku ke sekolahan ku, saat itu istirahat pertama, aku sampai berbohong pada guruku, jika aku sakit perut dan ijin untuk pulang. Aku katakan pada guruku jika sudah ada saudara yang menjemput ku di luar.
Guru langsung percaya begitu saja dengan alasanku, karena selama ini aku termasuk siswi yang rajin berangkat sekolah, dan jarang sekali ijin atau bolos. Aku pun pulang berboncengan dengan Yoga. Motor satria yang dibawanya membuat aku harus menempel seperti ransel di punggungnya. Sudah tidak ada jarak diantara kami berdua.
Aku langsung pulang ke rumah, tentu saja tidak pergi kemana-mana, karena rumahku sendiri justru menjadi tempat yang paling aman untuk kami berdua berpacaran hingga melakukan hubungan ****.
Papaku masih ngojek, dan mamaku pun masih di pabrik. Baru jam 10, masih sangat lama hingga mama dan papaku pulang kerumah. Mungkin jika kami tanpa basa-basi dan langsung memulai menonton video panas dan mempraktekannya, kami berdua bisa mengulangi nya sampai beberapa kali hingga Juna pulang sekolah.
Belum lagi di tambah waktu saat Juna pergi mengaji. Selama seharian berduaan mungkin kami berdua bisa melakukan penyatuan hingga 5 kali.
Dan itu benar terjadi, di pertemuan kami yang ke 4, kami melakukannya beberapa kali, hingga area sekitar mis V ku terasa sakit dan pedih. Namun aku masih saja menuruti Yoga untuk mengulang kenikmatan yang luar biasa, yang bisa kami rasakan tiap kali kami melakukan penyatuan.
Aku senang saat Yoga tersenyum bahagia dan mengecup kening ku sambil mengatakan i love you usai kami bercinta. Dan masa masa indah itu ternyata berlangsung tak lama.
Yoga masih tetap sering datang ke rumah, namun karena papaku sedang sepi penumpang, papa jarang keluar, dan menemani kami di rumah hingga sore.
Tidak ada yang kami berdua lakukan jika papaku dirumah, Yoga juga bersikap seperti remaja pada umunya yang mencari muka di depan papaku. Membahas tentang ayam peliharaan, tentang bola, dan sebagainya, Yoga memang terlihat nyambung saat ngobrol dengan papa. Dan tak terasa sudah hampir 4 bulan kami berpacaran.
Lambat laun kurasakan aneh pada tubuhku, aku mulai merasa cepat lelah, kadang pusing, kadang mual, tapi aku masih bisa menahannya. Aku masih tetap berangkat sekolah seperti biasanya. Mengikuti upacara, olahraga dan mengikuti semua kegiatan belajar mengajar seperti biasa.
Tapi aku baru ingat, ternyata sudah tiga bulan ini aku tidak datang bulan. Aku merasa bobot tubuhku juga naik, begitu juga dengan nafsu makan ku yang kini bisa dua kali dari porsi biasanya.
Kebetulan saat itu di sekolah ada jam pelajaran biologi, tentang reproduksi. Dan aku mulai merasa takut saat mendengar penjelasan dari Bu Ina, guru biologiku tanda-tanda kehamilan. Bukan karena apa, tapi aku merasakan semua tanda-tanda kehamilan seperti yang di jelaskan Bu Ina di depan kelas.
Aku mulai merasa khawatir dan takut jika sampai aku hamil. Karena aku sadar, tiap kali kami berhubungan ****, tidak pernah sekalipun kami menggunakan pengaman, tapi apa iya anak anak remaja seperti aku dan Yoga bisa membuat seorang bayi hidup di perutku?, aku masih sangat kecil, usiaku baru 14 tahun lebih, begitu juga dengan Yoga, yang masih remaja, ibaratnya... di sunat saja baru beberapa tahun yang lalu.
Namun ternyata kekhawatiran ku terbukti, aku yang ingin memastikan semuanya baik-baik saja memutuskan membeli testpack di apotik, ku ajak Yoga bersamaku, kami berboncengan naik motornya, sengaja membeli testpack di apotik yang jauh dari rumah.
Kami berhenti di taman yang berada tak jauh dari apotik itu. Bahkan saat di taman Yoga sempat meminta padaku untuk ikut masuk ke dalam toilet umum. Karena sudah cukup lama kami berdua tidak melakukan hubungan intim, aku tahu Yoga pasti menginginkan kami melakukannya lagi, seperti tidak ada kapoknya.
Tapi ini taman umum, dan siapa saja bisa tiba-tiba memergoki kami jika sampai kami keluar dari toilet yang sama. Apa coba yang akan orang lain pikirkan jika mengetahui hal itu. Bisa-bisa kami di laporkan pada orang tua kami.
Karena itulah aku menolaknya, Yoga menungguku di depan toilet, meski sebelumnya kami sempat melakukan french kiss di depan toilet saat keadaan aman.
Aku masuk dan buang air kecil di toilet, ku masukkan ke dalam gelas bekas air mineral sedikit. Dan ku celupkan batangan panjang seperti korek ke dalamnya. Ku lihat ada dua tanda garis merah, seketika aku merasa sangat takut dan shock.
Dan aku keluar dari toilet umum dengan wajah pias ku, ku tarik tangan Yoga mencari tempat yang sunyi dan aman. Ku tunjukkan hasil dari pengecekan tadi.
" Aku positif", ku bisikkan kata-kata itu dekat telinga Yoga, dan bisa kulihat jelas seperti apa ekspresi Yoga saat ini. Dia lebih pucat dari pada aku.
Tapi Yoga berusaha bersikap seolah tenang dan menatapku dengan tatapan penuh keyakinan.
" Kamu tenang saja Ra... aku tidak akan pernah membiarkanmu sendirian, aku pasti bertanggung jawab atas apa yang aku lakukan. Aku akan memberi tahu ibuku terlebih dahulu, kamu sabar ya... setelah ibuku tahu, pasti kita bisa cari solusi bersama".
Itu kata-kata yang Yoga ucapkan saat pertama kali mengetahui aku hamil. Dan aku mempercayai nya begitu saja.
Satu bulan....
Yoga tidak sekalipun datang ke rumah. Aku masih sabar menunggu, karena aku tahu, pasti dia juga bingung bagaimana menyampaikan pada orang tuanya. Pada ibunya mungkin berani, tapi ayahnya seorang tentara, mungkin Yoga bisa dihajar habis-habisan oleh ayahnya jika mengetahui apa yang sudah di lakukan putranya.
Meski tidak datang ke rumah, kami masih lancar berhubungan melalui telepon dan video call. Papa dan mamaku bahkan kini sering menanyakan kepada ku kenapa Yoga tidak lagi main kerumah. Mereka mengira aku sudah putus. Tapi aku mengatakan jika kami masih pacaran, hanya saja Yoga sedang sibuk dan mengikuti banyak les privat. Dan orang tua ku percaya begitu saja dengan alasan yang ku buat-buat.
Hingga pada suatu hari akhirnya Yoga datang, dia mengajakku bertemu dengan ibunya. Awalnya aku menolak, karena aku takut dan juga malu bertemu ibunya Yoga sudah dalam keadaan hamil. Tapi Yoga meyakinkan aku bahwa ibu tidak akan marah, karena Yoga adalah anak laki-laki satu-satunya.
Aku pun akhirnya setuju untuk datang ke rumah Yoga, hanya 15 menit perjalanan menaiki motornya, kami sudah sampai di rumah besar yang berdiri di pinggir jalan utama kota. Halaman yang luas dengan taman yang indah terawat. Kesan pertama masuk ke rumah itu tentu saja yang punya adalah orang kaya.
Yoga menggandeng tanganku mengajakku masuk kedalam rumah besar itu. Aku diajak masuk hingga ke dalam rumah. Kulihat ibunya Yoga yang sudah menunggu kedatangan kami berdua.
Aku mengucap salam, dan mencium tangan nya, ternyata Bu Bidan Herni, ibunya Yoga menyambut ku dan menerima salam ku. Tidak se menakutkan yang aku bayangkan sebelumnya. Sepertinya beliau memang sangat baik dan sangat menyayangi Yoga.
Bu Herni mengajakku masuk kedalam sebuah kamar besar, untuk berbicara empat mata, dan menyuruh Yoga untuk membelikan es teler untukku di depan kantor kecamatan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah mereka.
Tidak ada kecurigaan sedikitpun, Yoga pergi menuruti perintah ibunya, dan aku masuk kedalam kamar bersama Bu Herni.
Karena beliau seorang bidan, beliau menyuruhku merebahkan diri di kasur periksa, dan mengecek perutku sendiri. Aku memang merasa tidak nyaman dengan perlakuannya, tapi aku hanya bisa menuruti keinginan beliau.
" Kapan terakhir datang bulan?", itu pertanyaan yang pertama di ucapkan beliau.
Ku sebutkan tanggal terakhir kali aku datang bulan. Dan kulihat dia nampak menghitung dengan jarinya.
" Sudah 11 minggu, masih bisa di buang", gumamnya.
Aku bisa mendengar dengan jelas apa yang baru dia katakan, 'masih bisa dibuang'. Apa maksud kalimat itu?, aku mulai merasa khawatir. Apakah iya, beliau akan menyuruhku menggugurkan kandunganku?, padahal janin yang ada di dalam perutku ini adalah cucu kandungnya. Aku mulai merasa takut dan khawatir.
" Ibumu sudah tahu kamu hamil?".
Aku menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Bu Herni.
" Apa kamu benar-benar mencintai Yoga?".
Aku mengangguk dengan cepat mendengar pertanyaan selanjutnya.
" Kalau kamu mencintainya, tolong minum ini, ini tidak akan menyakitimu, hanya akan menghilangkan janin yang ada di perutmu, ibu tidak akan melarang kalian berpacaran, dan ibu pasti akan merestui hubungan kalian, meski entah darimana kamu berasal, tapi sepertinya Yoga sudah sangat mencintai kamu, hanya saja untuk saat ini, Yoga belum bisa menjadi ayah untuk bayi yang ada dalam perutmu, dia masih kecil, masih remaja, dan masih harus bersekolah. Kalian berdua baru kelas 9, nantinya kalian harus melanjutkan ke SMA dan juga kuliah, perjalanan kalian berdua masih sangat panjang untuk mencapai cita-cita kalian".
" Jika kehadiran bayi itu diketahui orang lain, akibatnya akan sangat buruk, dan merusak masa depan Yoga, juga masa depanmu. Kamu tidak mau itu terjadi kan?. Karena itu, minumlah ini, ini pil mahal, yang susah payah ibu dapatkan, kalau kamu minum ini, ibu janji akan merestui hubungan kalian berdua".
Percakapan kami hanya sampai di situ, karena setelah itu aku pulang ke rumah, tentu saja diantar Yoga, dengan membawa 4 cup es teller, untukku dan untuk keluargaku, juga dua butir pil yang diberikan oleh Bu Herni padaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments