Sampai di rumah aku kembali merasa bingung, memang ada benarnya apa yang dikatakan Bu Herni tadi, jika sampai ada yang mengetahui aku hamil, bukan hanya aku yang akan malu, tapi papa mamaku, juga ayah dan ibunya Yoga juga akan malu, apalagi mereka dari keluarga terpandang. Aku bisa mencoreng nama baik keluarga mereka.
Ku dengar obrolan Papa dengan Yoga di ruang tamu, semuanya terdengar normal.
Papa juga terlihat semakin menyukai Yoga, karena Yoga adalah teman ngobrol yang asyik dan nyambung, meski mereka berbeda usia.
Papa belum tahu saja, apa yang sudah dilakukan pemuda itu pada putri semata wayangnya ini, kalau Papa tahu, mungkin saat ini wajah Yoga sudah babak belur habis di jadikan pengganti samsak oleh papa.
Sekarang yang aku pertanyakan, apa Yoga tahu dengan rencana ibunya untuk menggugurkan janin dalam kandungan ku ini?. Kalau iya, berarti dia juga setuju membunuh darah dagingnya sendiri?. Dan aku bisa berbuat apa kalau mereka semua tidak menginginkan kehadiran anak ini.
Aku masih terus berpikir antara menuruti keinginan Bu Herni untuk mengugurkan janin dalam perutku, atau tidak. Seandainya mamaku tahu, mungkinkah mama akan berpikir sama dengan Bu Herni?.
Sampai pagi aku belum meminum pil pemberian ibunya Yoga itu. Aku bahkan semalam sampai bermimpi ada seorang anak kecil memohon-mohon padaku agar diselamatkan saat ular besar hendak menelannya. Dan aku berhasil menyelamatkan anak itu, dalam mimpiku anak itu memberikan seekor burung kecil miliknya sebagai tanda terimakasih padaku karena sudah menyelamatkan hidupnya.
Aku terbangun pagi hari, dan menyadari ternyata semua itu hanya sebuah mimpi.
Hari ini hari minggu, Mama ku libur dari pekerjaannya di pabrik. Mama seperti biasa sudah selesai masak sebelum jam 6 pagi, karena biasanya tiap berangkat kerja, semua makanan sudah tersaji di meja makan.
" Ra, nanti temani mama belanja kebutuhan bulanan ya... oh iya kamu butuh apa saja sekalian di catat, biar nanti nggak lupa pas sudah sampai toko".
Aku pun seperti biasa mencatat kebutuhan bulanan ku, ini memang sudah menjadi kebiasaan, mama akan belanja besar untuk kebutuhan selama sebulan di toko langganan kami. Mulai dari kebutuhan dapur, kebutuhan mandi, hingga kebutuhan tak terduga seperti persediaan lilin, dan obat-obatan warung.
Mama membaca daftar yang sudah aku buat. Aku mencatat ada sabun wajah, deodorant, bedak, dan juga parfum ku sudah habis. Kulihat mama mengernyitkan keningnya.
" Kenapa Ma?", tanyaku , karena mama nampak menatap aneh ke arahku. Namun sekejap kemudian mama menggeleng dan kembali tersenyum.
Kami berdua belanja seperti rutinitas bulanan kami. Sampai di rumah mama masuk ke dalam kamarku dan tatapannya menyapu seluruh bagian kamar, seperti mencari-cari sesuatu. Tapi aku tidak tahu apa yang mama cari.
Aku melihat tatapan mama berhenti di atas lemari pakaian ku. Di sana adalah tempatku menyimpan pembalut yang biasanya aku pakai. Apa?, pembalut?, jadi ternyata mama menyadari jika aku sudah tiga bulan ini tidak memasukkan pembalut di daftar belanja kami.
Mama mengambil satu pak pembalut persediaan ku yang masih utuh. Bahkan belum di buka sama sekali.
" Kamu belum datang bulan?", tanya mama dengan tatapan menyelidik.
Seketika aku bingung harus menjawab apa, pertanyaan mendadak dari mama tentu saja belum aku prediksikan, dan aku bingung harus menjawab apa.
" Em... anu... ma.... sebenarnya beberapa waktu lalu di sekolah ada sosialisasi dari salah satu produk pembalut wanita, dan semua siswi diberi pembalut secara gratis, cuma-cuma, makanya Raya pakai yang dikasih dari sponsor itu dulu, dan yang dibelikan mama, belum Raya pakai".
Itu adalah kebohongan pertama yang aku sampaikan kepada mamaku, aku sungguh menyesal, tapi aku terpaksa.
Mama percaya begitu saja dengan kata-kata ku tadi, tak sedikitpun mama menaruh curiga. Justru itu yang membuatku semakin merasa bersalah. Mama keluar dari kamarku setelah meletakkan pembalut persediaan ku di atas lemari lagi. Aku merasa kali ini sudah aman, dan aku berharap tidak ada lagi kebohongan yang kedua dan seterusnya.
Aku jadi merasa yakin untuk mengikuti anjuran Bu Herni, sebaiknya aku minum pil pemberian beliau itu, agar semua masalah menjadi selesai. Aku akan baik-baik saja dan begitu juga dengan orang tuaku.
Ku ambil pil pemberian ibunya Yoga yang ku simpan di laci meja rias di kamarku. Masih utuh dua butir. Ku tatap lagi pil itu dengan seksama, " maafkan mama sayang..., semoga kamu memaafkan mamamu yang jahat ini", batinku sambil mengelus perutku yang masih rata.
Ku ambil air putih dari botol yang selalu tersedia di meja rias. Ku telan sebutir pil pemberian Bu Herni dengan sebotol air.
Semoga saja obat ini tidak menyebabkan efek samping apa-apa di tubuhku. Dan jika obat ini bisa meracuniku, itu berarti sudah takdirku untuk mati bersama anakku. Aku sudah pasrah, dari pada membuat malu keluarga, mending mati dan membiarkan mereka bahagia tanpaku yang hanya bikin malu ini.
Aku tunggu reaksi dari obat itu, pintu kamar sengaja ku tutup rapat, tapi tidak aku kunci, karena aku khawatir sesuatu bisa saja tiba-tiba terjadi padaku.
Satu jam aku tiduran di kasur, tidak ada yang aku rasakan. Semua tubuhku masih terasa baik-baik saja. Apa karena harganya mahal, sehingga obat ini bisa menggugurkan janin tanpa efek samping sama sekali?. Aku jadi semakin penasaran.
Dan ku rasakan benar-benar tiap organ dari tubuhku, semuanya masih baik-baik saja. Atau seharusnya aku minum dua pil sekaligus?, tapi kemarin tidak ada pesan apa-apa dari Bu Herni, beliau hanya menyuruhku meminum pil ini, sudah itu saja.
Karena tak ada yang aku rasakan aku pun keluar dari kamarku, tujuanku adalah dapur, aku sudah lapar dan ingin segera makan, ya... justru aku merasa nafsu makan ku jadi meningkat.
Mama melihatku dengan tatapan yang menyelidik, aku yang sedang mengambil makan siang jadi merasa seperti pencuri yang ketahuan sedang mencuri makanan di rumah orang lain.
" Mama kenapa menatapku seperti itu?, apa ada yang salah dengan ku?", tanyaku karena merasa risih dengan tatapan mata mama.
" Kamu laper apa laper banget?, lihat kamu mengambil nasi sampai seperti gunung begitu. Apa bakalan habis itu kamu makan semuanya?".
Ternyata Mama terus menatap karena porsi makan ku yang makin hari makin meningkat. Memang sebentar-sebentar aku merasa lapar, karena itulah aku harus makan banyak biar aku kenyang.
Sebelum ini memang mama tidak pernah melihatku makan, biasanya mama berangkat kerja pagi, dan sibuk dengan berbagai persiapan sebelum bekerja membuat keluarga kami tidak pernah melakukan rutinitas sarapan bersama. Kami makan sendiri-sendiri, begitu juga dengan makan siang dan makan malam, selalu makan sendiri-sendiri. Karena itulah mama sedikit kaget karena ini kali pertama mama melihat aku mengambil nasi dengan porsi yang cukup banyak.
" Pantas saja akhir-akhir ini mama lihat kamu nampak gemukkan, ternyata nafsu makan mu meningkat. Baguslah kalau begitu, jadi nggak kurus banget anak mama ini". Mama mencubit pipiku yang memang makin hari makin chubby.
Seminggu setelah aku meminum sebutir pil pemberian ibunya Yoga. Aku masih tidak merasakan perubahan apapun, saat itu aku kira mungkin aku harus datang kerumah Yoga dan menanyakan apakah janin dalam perutku masih ada atau tidak.
Tapi saat aku sampai di depan rumah itu, ku lihat banyak mobil terparkir di depan rumah, ada beberapa mobil juga yang masuk di halaman rumah. Ternyata sedang ada acara keluarga di rumah Yoga. Ini memang salahku yang tidak mengabari rencana kedatanganku terlebih dahulu kepada Yoga.
Pintu gerbang yang terbuka membuatku bisa melihat sampai ke teras rumah, di sana kulihat Yoga sedang bercanda dengan beberapa anak sepantarannya, cowok dan cewek bergurau bersama, bahkan ku lihat Yoga merangkul pundak salah satu gadis cantik seusiaku. Aku masih berusaha berpikir positif, mungkin dia saudaranya.
Dan ku hubungi ponsel Yoga, untuk memberi tahu keberadaan ku di sini, telepon aktif, dan nyambung, tapi tak kunjung diangkat, kulihat Yoga masih bercanda dengan teman-temannya di teras, mungkin saja ponselnya di kamar sehingga Yoga tidak tahu aku meneleponnya.
Aku bingung, sudah tanggung sampai disini apa iya aku harus pulang tanpa bertemu dengan Yoga?. Tapi kalau masuk begitu saja, pasti akan sangat terkesan tidak sopan saat di rumah besar itu sedang ada acara keluarga.
Kuputuskan mengirim pesan pada Yoga dengan mengirim foto pintu gerbang rumahnya yang terbuka. Memberi tahu Yoga jika aku sempat datang, tapi tidak berani masuk ke dalam karena di rumahnya sedang banyak tamu.
Akhirnya aku pulang ke rumah, rencana ku untuk menanyakan keadaan janin dalam perutku akhirnya tertunda. Aku tidak berhasil bertemu dengan ibunya Yoga.
Esok harinya sepulang sekolah Yoga datang ke sekolahku, dia menjemputku untuk pulang sekolah bersama dan meminta maaf karena kemarin tidak tahu jika aku datang kerumahnya. Aku memaafkannya, karena semua penjelasan yang Yoga katakan sangat masuk akal.
Kami pulang bersama. Dan saat di motor Yoga menanyakan bagaimana keadaanku. Aku pun mengatakan aku baik-baik saja, dan mengatakan ingin bertemu dengan ibunya lagi untuk menanyakan sesuatu, tapi kata Yoga, sang ibu sedang dinas di luar kota selama seminggu. Berangkat tadi pagi, karena itu aku baru bisa bertemu beliau saat beliau pulang nanti.
Empat minggu semenjak aku meminum pil penggugur kandungan, aku masih saja merasa sama, bahkan aku belum berhasil bertemu dengan ibunya Yoga, karena ternyata beliau orang yang sangat sibuk. Akhirnya aku meminta pada Yoga agar menyampaikan pada ibunya, aku ingin bertemu.
Dan akhirnya kami bertemu dua minggu setelah itu. Aku kembali bertemu dan berbicara empat mata dengan Bu Herni di kamar yang sama, ekspresi wajahnya nampak marah.
" Apa kamu tidak meminum pil yang aku berikan!", kalimatnya terdengar sangat marah.
Aku langsung menggeleng dan mengatakan bahwa aku sudah meminum pil darinya. Ku lihat Bu Herni kembali meraba perutku.
" Bagaimana bisa janin ini masih bertahan disini jika kamu sudah meminum pil pemberianku?".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments