Sampai dirumah aku tak berani mengatakan sepatah katapun pada mama dan papaku, aku sadar aku memang bersalah. Dan aku malu dan tak berani untuk meminta maaf pada mereka, aku merasa kesalahanku kali ini sudah terlalu besar.
" Kalau mama dan papa mau aku pergi dari rumah ini, saat ini juga Raya akan pergi. Tenang saja, Raya tidak akan menggugurkan janin ini, tapi Raya juga tidak bisa tetap tinggal di rumah ini. Raya tidak mau mama dan papa ikut menanggung malu karena Raya hamil di luar nikah". Akhirnya mulutku yang sejak tadi tertutup rapat, berhasil mengeluarkan kalimat yang mungkin tidak pantas untuk aku katakan. Tapi aku harus mengatakannya, sebelum mama dan papa lebih dulu mengusirku dari rumah mereka.
Tapi ternyata pemikiran ku salah. Meski mama dan papa sangat kecewa padaku, mama dan papa tak pernah mengijinkan aku pergi dari rumah ini.
" Kamu tidak perlu pergi kemana-mana, ini rumah kamu juga, jika memang harus menanggung malu, itu sudah menjadi tanggung jawab kami sebagai orang tua yang sudah gagal menjaga anak gadisnya".
Papa masih menginginkan aku tinggal di rumah ini, sementara mama tak berbicara sepatah katapun. Mama memilih masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu kamar dengan rapat.
Kamar kami memang bersebelahan, kamarku di samping ruang tamu, dan kamar orang tuaku yang tepat disebelah kamarku, hanya tersekat tembok.
" Masuk dan istirahat, mulai besok kamu tidak usah keluar rumah, tidak usah sekolah, dan kalau butuh apa-apa mintalah adikmu untuk mencarikan nya. Setelah usia 4 bulan perutmu akan lebih cepat membesar, jadi sebaiknya kamu tidak keluyuran kemana-mana".
Itulah pesan yang papa sampaikan padaku. Memang benar, semakin lama perutku semakin membesar, dan jika aku keluar rumah, sudah pasti akan ketahuan oleh tetangga jika aku sedang hamil.
Aku hanya menunduk dan masuk kedalam kamar. Tak lam kemudian aku mendengar suara mama dan papa yang terdengar sedang berdiskusi di kamar mereka.
Malam memang semakin larut, dan keadaan yang sunyi membuat pembicaraan mama dan papa di kamar sebelah bisa terdengar sampai ke kamarku.
" Mungkin ini sudah jadi jalan hidup kita harus menanggung karma dari kesalahan masa lalu orangtuaku. Maafkan aku karena tidak bisa menjaga Raya dengan baik", kudengar suara Papa yang meminta maaf pada mama.
Papa memang terlahir tanpa ayah, semua orang tahu akan hal itu, dulu nenekku menjadi seorang pembantu di Jakarta, dia menjadi pembantu dari majikan yang berasal dari negeri sakura, dan pulang dengan perut buncit, nenekku mengandung papaku yang sudah berusia 6 bulan dalam kandungan, yah... kakekku asli orang Jepang.
Kakek memang tidak menikahi nenekku, papaku adalah anak haram, mungkin karena itulah papa lebih menerima keadaanku yang hamil di luar nikah ketimbang mamaku yang berasal dari keluarga yang jelas asal usulnya.
Kata papa dulu waktu papa masih kecil, kakekku pernah datang ke rumah kami, hanya sekedar melihat papaku dan meninggalkan segepok uang untuk nenekku, guna mencukupi kebutuhan hidup keluarga disini.
Sejak saat itu, entah beberapa bulan sekali, nenek selalu menerima kiriman uang untuk biaya hidup papaku dari kakek. Bahkan tiap tahun, sebelum tanggal kelahiran papaku, kakek akan mengirimkan lagi banyak uang untuk biaya merayakan ulang tahun papa.
Semua itu berlangsung hingga papaku lulus SMA, dan kakek kembali pindah ke Jepang bersama keluarga aslinya. Sejak saat itu nenek sudah tidak lagi mendapatkan kiriman uang, beruntung papa sudah lulus SMA dan bisa bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Namun sayangnya tak lama sejak saat itu nenek jadi sakit-sakitan, dan meninggal di usianya yang baru 50 tahun.
Nenek memang dulu sempat menikah lagi, tapi bercerai setelah tiga tahun pernikahan, dan dari pernikahan itu nenek memiliki seorang anak laki-laki, dia adalah pamanku, adik papaku. Mereka sama ibu tapi beda ayah. Paman sekarang tinggal di lain desa karena sejak menikah paman tinggal bersama istrinya.
Saat ini telingaku kembali ku pasang untuk mendengarkan percakapan mama dan papa di kamar sebelah.
" Ini semua salahku, karena aku terlalu sibuk bekerja, seharusnya sebagai ibu yang baik aku menjaga mereka dan tetap dirumah. Tapi justru aku sibuk bekerja hanya karena ingin punya motor sendiri seperti teman-teman ku yang punya motor".
Ya... mamaku memang membeli motor matiknya secara kredit, tiap bulan harus mengangsur 850.000, dan itu selama 3 tahun, baru jalan dua tahun sejak mama mengambil motor itu, dan sekarang masih harus mengangsur selama satu tahun lagi.
Kini yang aku dengar dari percakapan mama dan papa jika mereka saling berebut mengakui kesalahannya. Padahal justru yang benar-benar bersalah disini adalah aku. Aku biang kerok dari permasalahan yang menimpa keluarga kami.
Aku ingin sekali pergi dari rumah ini, tapi Papa sudah melarang ku pergi, aku jadi bingung sendiri, jika tetap disini, mama papaku akan malu. Tapi jika aku pergi, pasti papa dan mamaku akan cemas. Dan justru kehamilanku bisa diketahui banyak orang jika aku keluar dari rumah.
Lambat laun suara mama dan papa semakin terdengar samar, ternyata aku tertidur karena pikiran yang lelah dan tubuh yang juga lelah.
Mulai hari ini aku resmi dikurung di rumah, mama dan papa tetap menjalankan rutinitas mereka seperti biasa, Juna juga pergi ke sekolah seperti biasa. Hanya aku yang dirumah seorang diri. Menghabiskan waktu dengan nonton TV, dan sesekali berselancar di sosial media.
Tak banyak yang bisa ku lakukan di rumah yang kecil ini. Semua pekerjaan rumah sudah dikerjakan oleh mama dan papaku, mereka tidak membiarkan aku kecapekan, setelah tahu kalau aku sedang hamil.
Satu bulan berlalu dengan cepat. Mulai terdengar kabar-kabar tak enak di dengar yang sampai ke telingaku.
Mungkin gosip tentang kehamilanku belum tersebar karena sebulan ini aku tetap di dalam rumah. Tapi ketidak munculanku di luar rumah dan di sekolah membuat banyak orang bertanya-tanya. Apa yang terjadi padaku.
Beberapa teman sekolah yang satu desa denganku datang ke rumah dan menanyakan keadaanku. Saat ini usia kandunganku 5 bulan, tapi dengan memakai pakaian longgar, perutku bisa di samarkan. Tidak nampak buncit.
" Sebenarnya kamu kenapa sih Ra?, terakhir kamu berangkat, sepertinya semuanya baik-baik saja, kenapa sekarang kamu malah nggak pergi ke sekolah?, ini sudah sebulan loh Ra kamu bolos. Itu berarti kamu sudah di drop out dari sekolah".
Benar kata Kiki, teman yang sering berangkat dan pulang bareng aku ke sekolah. Aku pasti sudah di keluarkan oleh pihak sekolah karena sudah bolos tanpa keterangan selama satu bulan.
" Minggu besok sudah mulai try out Ra..., apa kamu tetap nggak mau pergi ke sekolah?, kamu ini sebenarnya kenapa sih Ra?, kalau sudah malas mikir, kita-kita juga sama, tapi kan nanggung Ra, kelas 9 itu tinggal beberapa bulan lagi masuk sekolahnya. Nggak lama lagi juga sudah ujian kelulusan. Sayang kan perjuangan yang sudah kita lalui di kelas 7 & 8".
Kini Kiki mulai mempengaruhiku, memang tidak lama lagi ujian kelulusan benar kata Kiki, tapi saat ujian perutku pasti sudah sangat besar. Dan jika ketahuan pihak sekolah, sama saja aku akan dikeluarkan dari sekolah dan tetap tidak bisa ikut ujian. Bahkan mungkin sekarang seragam sekolahku sudah tidak muat aku pakai.
" Ra... sebenarnya ada yang mau aku sampaikan ke kamu, sekitar satu minggu yang lalu, aku lihat Yoga di depan sekolahan kita, dia duduk di atas motornya cukup lama. Awalnya sih aku pengen nyapa dia, tapi khawatir dikira sok kenal, soalnya kan kita nggak pernah di kenalin secara resmi ke Yoga sama kamu".
Dian mengatakan hal yang membuat aku kaget. Untuk apa Yoga di depan sekolahku, apa dia masih ingin bertemu denganku?, memang sejak malam itu aku langsung memblokir nomornya. Aku sudah sangat malas berhubungan dengannya. Laki-laki pembohong dan penipu. Gara-gara mulut manisnya sekarang hidupku menjadi kacau balau.
" Aku sudah putus dengannya, sejak sebulan yang lalu, mungkin dia di depan sekolah kita lagi nunggu temannya yang lain", ujarku mencari alasan yang masuk akal.
" Serius Ra kalian sudah putus?, jangan bilang kamu jadi malas sekolah gara-gara putus sama Yoga?", Kiki mulai menebak-nebak.
Namun ku gelengkan kepalaku, karena memang bukan itu alasannya aku bolos sekolah.
" Nggak ada hubungannya. Aku bolos dan nggak ke sekolah karena malas berpikir saja, nunggu aku mood buat sekolah, aku akan sekolah lagi saat mood ku kembali", jawabku, tak ada yang membantah dan komplain lagi kali ini. Meski mereka masih tidak yakin dengan alasanku yang tidak masuk akal. Tapi Kiki dan Dian kini terdiam dan berusaha mempercayai alasan yang ku buat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Teteh Lia
cerita na keren kak.. 👍 ditunggu up selanjut na.. 🙏
vote na juga meluncur nih.
2022-05-10
2