" Jadi mau bapak dan ibu bagaimana?, apa kita nikahkan mereka?, tapi mereka berdua masih kecil. Jajan saja masih dikasih sama orang tua, tapi sudah tahu tentang hal enak-enak semacam itu, kamu lagi... pakai hamilin anak orang, dasar goblok!". Ku lihat lagi-lagi Pak Priyo menoyor kepala Yoga, dan kembali melanjutkan kalimatnya.
" Istri saya sudah kasih solusi dengan memberi pil itu pada putri bapak, biar keluarga kita sama-sama tidak menanggung malu karena tingkah polah anak-anak kita, kenapa tidak dilakukan saja rencana yang sudah dibuat istri saya?, itu sudah solusi terbaik. Kalau mau dinikahkan, nanti setelah Yoga sukses..., sekarang hidup saja dia masih numpang, semuanya masih dikasih sama orang tua, mana bisa Yoga kasih makan putri bapak jika mereka menikah sekarang".
" Belum lagi jika pihak sekolah tahu, saya yakin seratus persen, bukan cuma putra saya yang dikeluarkan dari sekolah, tapi putri bapak juga akan mengalami hal yang sama, di keluarkan secara tidak terhormat dari sekolahnya".
" Jika mereka SMP saja tidak lulus, mau jadi apa mereka berdua?, mau jadi gembel di jalanan?, ijasah SMA saja sekarang sudah tidak ada gunanya, apalagi jika SMP saja tidak lulus, apa mereka mau terus numpang hidup sama orang tuanya?, enak saja...".
" Saya sudah menggampar putra saya sendiri karena saya tahu dia bersalah, tapi jika di cermati lagi, kejadian ini tidak akan terjadi jika tidak ada kemauan dari kedua belah pihak".
" Putri anda pasti juga mau dan dengan senang hati melakukannya dengan putra saya, itu berarti mereka melakukan atas dasar suka sama suka. Tidak ada keterpaksaan, jadi anda tidak bisa memfonis kalau putra saya yang sepenuhnya bersalah". Pak Priyo mulai melakukan pembelaan terhadap putranya.
" Heh bocah sontoloyo !, dimana kalian berbuat hal itu hah?!, di hotel ?, apa di taman?, dimana bocah goblok?!". Lagi-lagi Pak Priyo bertanya sambil membentak Yoga.
" Di...di... rumah Raya yah..., di...di... kamarnya, hanya di sana, tidak pernah pernah di tempat lain", ku dengar Yoga masih berani menjawab meski dengan suara tertahan dan sangat ketakutan.
Aku semakin menunduk tak berani menatap siapapun yang berada di ruangan itu. Aku tahu saat ini tatapan mama dan papa pasti mengarah ke arahku setelah mendengar jawaban Yoga.
Kami memang selalu berhubungan badan di kamarku, dari pertama hingga kemarin yang kelima kalinya kami berhubungan badan. Selalu dilakukan di kamarku, Yoga tidak berbohong, tapi jawaban Yoga membuat aku yang awalnya sebagai korban, berubah menjadi tersangka.
Seolah-olah akulah yang mengajaknya melakukan hubungan terlarang itu, karena kami melakukannya di kamarku. Inilah yang membuat papa dan mamaku semakin shock dan merasa terjebak dengan kata-katanya sendiri.
Mama dan Papa lah yang menyuruh kami untuk berpacaran dan ketemuan di rumah saja. Karena mereka menganggap rumah adalah tempat paling aman dan tidak mungkin untuk kami berdua berbuat yang tidak-tidak.
Namun kenyataannya, rumah kami memang tempat yang paling aman.... tapi untuk kami berdua berbuat hal-hal yang dilarang, karena rumahku yang tidak pernah berpenghuni di siang hari, hanya ada aku dan Yoga disana. Yang menghadirkan pihak ke 3, yaitu setan. Setan yang merayu kami dan berhasil membujuk kami untuk melakukan hal-hal yang terlarang.
" Kan.... apa aku bilang... melakukannya saja di kamar putri kalian. Sudah jelas kalau putri kalian melakukannya dengan senang hati". Suara Pak Priyo terdengar semakin percaya diri, seolah telah menemukan kartu As yang menjadi kunci untuknya membela putranya.
" Saya tidak sedang menuduh kalau putri kalian yang menggoda putra saya, hanya saja dari tempat kejadian yang adalah rumah kalian, tentu saja sekarang yang saya tanyakan dimana keberadaan anda berdua bisa-bisanya bocah-bocah sontoloyo ini melakukan hubungan terlarang disana tapi kalian tidak tahu !".
Kali ini justru Pak Priyo seolah membalik keadaan, papa dan mama yang datang untuk meminta pertanggungjawaban, kini seolah menjadi pihak yang ikut bersalah.
" Saya sudah memikirkannya lagi, dan tidak setuju untuk menikahkan putra kami diusianya yang belum genap 15 tahun. Tapi mereka berdua bisa menikah suatu saat nanti, sebagai wujud pertanggung jawaban putra kami. Yang penting ikuti saja solusi yang istri saya berikan. Buang dulu janin dalam perut itu. Toh dia juga masih sekolah, apa mau kamu berhenti sekolah karena ketahuan bunting?".
" Sebagai gantinya, saya akan membiayai hidup Raya sampai dia selesai kuliah. Atau jika kalian ingin meminta ganti rugi untuk kejadian ini, kami akan memberikannya sesuai nominal yang kalian ucapkan".
Tak ku sangka kalimat itu yang di lontarkan oleh ayahnya Yoga. Sekarang semuanya menjadi semakin ruwet. Seketika duniaku serasa runtuh. Memang benar aku juga bersalah karena terlalu naif dan bodoh termakan rayuan gombal Yoga. Saat ini yang kurasakan adalah penyesalan yang amat sangat karena sudah mempercayai mulut manis Yoga, yang kini justru terus bungkam dan tidak berani mengeluarkan suara sedikitpun.
Bahkan ayah yoga melakukan negosiasi agar kami setuju menggugurkan kandunganku dengan memberikan kompensasi berapapun sesuai keinginan keluargaku. Apa mereka menganggap aku menjual diriku hanya demi uang?, apa mereka menyamakan aku dengan pelacur yang tidur dengan laki-laki dan mendapatkan bayaran?.
Aku sangat malu dengan diriku sendiri, karena kesalahanku dan kebodohan ku, kini aku di tatap dan di nilai sangat rendah di mata keluarga Yoga.
" Maaf Tuan Priyo yang terhormat. Kami datang kesini bukan ingin bernegosiasi tentang nominal ganti rugi untuk kesalahan putra bapak dan putri kami. Saya hanya akan memberi tahu, kebenaran jika janin yang ada di perut Raya adalah anak dari Yoga".
" Dan kami tidak berniat untuk menggugurkan kandungan Raya, bukan karena kami sudah siap menanggung malu. Tapi kami tidak bisa melenyapkan nyawa bayi yang tak bersalah itu. Bayi itu hanyalah korban dari kesalahan yang dilakukan putri saya dan putra Anda".
" Jika memang Yoga tidak sanggup untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya pada Raya, kami juga tidak akan pernah menuntut hak apapun pada kalian. Karena benar kata Anda tadi, saya baru sadar jika terjadinya peristiwa ini karena kesalahan kedua belah pihak".
" Saya sebagai ayahnya yang akan menanggung kesalahan yang sudah Raya perbuat. Dengan atau tanpa pertanggung jawaban putra anda".
" Tapi tolong di ingat satu hal Pak dan Bu Bidan yang terhormat, anak dalam kandungan Raya adalah milik kami, meski bayi itu masih keturunan dari keluarga kalian, tapi kalian tidak menginginkannya, dan kami anggap kalian semua sudah menganggap bayi ini mati. Karena itu yang kalian inginkan, dan di masa depan, jangan pernah mengungkit tentang anak ini sebagai bagian dari keluarga kalian!".
" Mulai detik ini juga, saya anggap keluarga kita tidak pernah melakukan pertemuan dan juga diskusi ini. Anggap saja keluarga kita tidak saling mengenal, dan saya minta pada Yoga, untuk jangan pernah lagi datang ke rumah kami, atau menemui Raya tanpa sepengetahuan kami orang tuanya".
" Tenang saja, kami akan menanggung semua akibat dari kesalahan yang dilakukan oleh putri kami karena sudah menuruti keinginan putra Anda yang ternyata dampaknya sangat besar bagi masa depannya. Kami tidak akan memberi tahukan kepada siapapun siapa ayah dari anak yang Raya kandung, dan saya jamin keluarga Anda tidak perlu menanggung malu karena hal ini".
" Maaf... karena sudah tidak ada yang harus di bicarakan, kami permisi".
Ucapan papa yang gemetar menahan emosi serta penuh penekanan itu benar-benar membuatku merasa sakit hati yang amat sangat dalam terhadap Yoga dan keluarganya. Aku bisa melihat rahang Papa yang mengeras, dan air mata di pipi mama yang tiada hentinya mengalir.
Aku tahu mama sangat kecewa terhadapku, tapi aku juga tahu kalau mama masih tetap menyayangiku sebesar apapun rasa kecewanya terhadapku.
Maafkan aku mama, maafkan aku papa, aku sudah mencoreng nama baik kalian berdua, aku sudah melakukan kesalahan yang sangat besar dan aku sangat sangat menyesali perbuatan ku. Kalian berdua adalah orang tua terhebat, yang masih memaafkan aku yang sudah melakukan kesalahan-kesalahan dan mencoreng nama baik kalian berdua.
Akan ku lakukan apa saja untuk bisa menebus kesalahanku pada kalian. Aku pasti akan menjadi anak yang berbakti dan penurut. Akan ku tebus semua kesalahan yang sudah kulakukan terhadap kalian berdua.
Bendungan air mata yang sejak tadi ku tahan di pelupuk mata kini sudah jebol membasahi pipiku, mengiringi langkah kakiku yang mengikuti langkah papa dan mamaku keluar dari rumah orang tua Yoga.
Rumah besar dan megah yang membuat aku merasa sesak nafas berada di dalamnya. Aku bersumpah tidak akan pernah lagi menginjakkan kakiku di rumah ini, meski apapun yang terjadi. Kejadian tadi akan menjadi kenangan pahit yang tak akan pernah ku lupakan seumur hidupku, akan ku ingat semua kata-kata orang tua Yoga yang sangat menyakiti dan merendahkan ku.
Aku sudah tidak ingin lagi melihat wajah Yoga, ataupun kedua orang tuanya. Aku tidak mau mengingat seperti apa wajah mereka yang sudah menumbuhkan rasa benci yang amat sangat di hati ini. Aku tidak ingin lagi berurusan dengan mereka semua. Dan aku akan menunjukkan aku bisa melanjutkan hidupku, tanpa mereka, tanpa ayah dan keluarga dari bayi yang ada dalam perutku ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Nina❤️Bobo
mau suka sama suka ataupun diperkosa, tetap wanita yang akan direndahkan dan dihinakan. belum nanti masa depan anaknya, yang akan senasib sama ibunya. 😞 pak Tono.. ayah yang hebat. rendah derajatnya tapi tinggi martabatnya. 👏
2023-08-22
0
Resti Fadilla
suka dengan alur cerita nya. tata bahasa nya rapi dan juga menyentuh. saat membaca seakan2 itu kita yang mengalami.
semangat author
2022-09-16
3