Tiga hari sudah berlalu. Saat ini Nia dan Abizar sedang makan malam di apartemen. Sejak tinggal bersama Nia, Abizar tidak pernah lagi makan di luar karena setiap hari Nia akan membuat sarapan dan makan malam sendiri.
"Pukul berapa kau berangkat besok ?" Nia sudah lebih dulu menyelesaikan makannya.
"Pukul sembilan pagi." jawab Abizar singkat.
"Boleh aku minta nomor rekening dan juga nomor ponsel mu." Abizar teringat kalau dia tidak tahu nomor ponsel wanita yang baru beberapa hari menjadi istrinya.
"Untuk apa ?" Nia menautkan alisnya tidak mengerti untuk apa Abizar meminta no rekeningnya dan itu membuat Abizar menjadi bingung.
"Untuk menelpon mu. Memangnya untuk apa selain itu ?" balas Abizar sambil melanjutkan makannya.
"Bukan itu. Maksudku nomor rekening. Apa kau ingin memberikan aku uang ?" Nia bertanya dengan nada bercanda disertai tawa renyahnya.
"Tentu saja." Nia terkejut mendengar jawaban Abizar seketika menjadi panik karena Abizar menganggap serius perkataannya. "Jangan. Tadi itu aku hanya bercanda."
"Oh ya. Apa kau sudah mengemas pakaian ? Kalau belum, biar aku bantu." Nia mengalihkan pembicaraan untuk menghilangkan rasa malu karena sudah salah bicara. Nia tidak ingin di cap sebagai wanita matre dan memanfaatkan statusnya sebagai istri Abizar.
"Kebetulan sekali. Aku belum menyiapkan apapun." jawab Abizar membuat Nia menjadi serba salah. Padahal dia tidak sungguh-sungguh untuk menawarkan bantuan.
"Baiklah. Aku ke kamarmu dulu." Nia berjalan menuju kamar Abizar dengan terpaksa dan meninggalkan laki-laki itu sendiri di meja makan.
Nia memasukkan baju-baju Abizar kedalam koper dan menggantung satu stel pakaian untuk dipakai pria itu besok.
"Terimakasih." ucap Abizar saat masuk ke dalam kamarnya. Abizar kemudian duduk di samping Nia yang sudah hampir selesai mengemas pakaian milik suaminya. "Aku sudah selesai. Silakan periksa jika masih ada yang ingin kau bawa." Nia merasa canggung dan sedikit takut saat duduk berdekatan dengan Abizar di tepi tempat tidur.
"Oh, ya. Masukkan nomor ponsel dan rekening mu." Abizar mengambil ponselnya di nakas dan memberikan kepada Nia. Dengan cepat Nia mengetik nomornya dan menyerahkan kembali ponsel kepada Abizar. "Aku rasa nomor rekening tidak perlu. Aku hanya bercanda tadi. Jangan dianggap serius."
"Meskipun kau tidak memintanya, aku akan tetap memberikan nafkah untukmu. Itu sudah kewajiban seorang suami kepada istrinya."
Deg
Mendengar kata kata itu membuat Nia merasa jika Abizar seperti seorang suami sungguhan yang mau menjalankan kewajibannya. Padahal mereka berdua tau alasan terjadinya pernikahan ini.
"Terimakasih." Nia begitu terharu mendengar perkataan suaminya.
"Aku yang seharusnya berterima kasih pada mu. Karena sudah mau membantu ku sehingga aku bisa mendapatkan apa yang telah aku cita-citakan selama ini."
Nia memberanikan diri untuk menatap Abizar. "Bagaimana dengan pernikahan kita setelah ini ?"
Abizar menghela nafasnya mendengar pertanyaan dari Nia. "Kita jalani saja hidup ini seperti sebelumnya." Abizar juga tidak tahu harus menjawab apa.
"Tapi selama kau masih menjadi istriku, aku akan tetap mengirimkan nafkah setiap bulannya dan aku minta tinggallah disini selama aku pergi. Nanti kita bicarakan lagi setelah pulang dari luar negeri." lanjut Abizar lagi.
Nia hanya mengangguk menyetujui perkataan Abizar. "Berapa lama kau akan bekerja di sana ?"
"Sampai proyeknya selesai. Lebih kurang sembilan bulan." Menurut target yang ditetapkan oleh perusahaan selama sembilan bulan, tapi bisa saja selesai kurang dari waktu yang telah ditetapkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
YanS
Lama perginya Abi selama usia kehamilan.../Grin/
2025-01-02
0
Yani
Lumayan juga sembilan bulan
2024-10-26
0
Ce Habibah
bagiku lama bnget
2024-01-17
0