Trik...

Kontrak terselesaikan dengan baik dan acara akan dilaksanakan seminggu lagi. Oleh karena itu, pihak Melisa meminta bayaran atas permintaan mendadak itu. Dari tiga setengah milyar menjadi empat setengah milyar dan yang harus ditranfer oleh pihak Sastri ke rekening Melisa senilai 450 juta. Sisanya akan dibayar secara tunai saat acara selesai.

“Apa kamu akan langsung pulang?” tanya Adit begitu melihat Sastri membereskan dokumen-dokumennya.

“Iya, saya tidak bisa meninggalkannya seorang diri. Terima kasih banyak atas waktu Mas Adit. Saya permisi dulu, selamat malam.”

Sastri mengambil langkah tegas untuk mengakhiri pertemuan mereka di tempat yang membuatnya sesak sedari tadi. Ia berusaha menahan sesak di dadanya apalagi saat kilasan demi kilasan malam kelam itu terus terngiang-ngiang di otaknya. Sastri juga sangat berhati-hati pada minuman yang disuguhkan. Ia tidak mau melakukan kesalahan yang sama lagi.

Di saat Sastri bersama timnya sedang menyusun rangkaian acara, sebuah berita cukup mengejutkan publik. Berita pengakuan seorang artis yang menjadi pemuas nafsu para investor di agensinya telah menyeret nama Star Agency milik Delia yang tidak lain adalah mantan teman Sastri.

“Kami diperintahkan untuk menemani para investor de sebuah klub malam setelah mereka melakukan tanda tangan kontrak dengan agensi. Di dalam ruangan yang sudah disiapkan itu, kami diminta bernyanyi, menari dan mereka bebas melakukan apapun terhadap kami. Kami tidak bisa melawan karena agensi akan memberikan sanksi dan ini juga termasuk dalam persyaratan yang sudah kami tanda tangani bahwa kami bersedia melakukan apapun yang agensi minta.”

Tim Sastri yang sedang sibuk ikut mendengar berita tersebut, “Wah… masih ada saja perilaku biadab seperti itu. Bukannya pemilik agensi ini seorang wanita? Apa dia tidak punya hati sampai tega menyuruh bawahannya menjadi pemuas nafsu laki-laki hidung belang?”

Sumpah serapah keluar begitu saja dari mulut rekan-rekan Sastri sementara dia hanya melihat dengan rasa benci yang semakin memuncak.

“Sudah, selesaikan dulu pekerjaan kita. Ini lebih penting, itu biar polisi yang urus.”

Persiapan demi persiapan yang sangat menyita waktu membuat Sastri seperti orang gila. Mereka kerap tinggal di kantor untuk menyukseskan acara gadungan ini.

Ting…

“Apa kamu ada waktu? Saya ingin menyampaikan beberapa permintaan Melisa sebelum tampil.”

Sastri menghela nafasnya saat membaca pesan dari Adit, “Bapak, Ibu, ‘Apa kamu ada waktu? Saya ingin menyampaikan beberapa permintaan Melisa sebelum tampil’ sekian pesan dari Adit.”

“Ada-ada saja artis papan atas, jawab saja kamu ada waktu. Kamu memang seharusnya di lapangan!” titah Pak Wisnu sang kepala divisi.

“Baik, Mas Adit tentukan saja waktu dan tempat. Nanti saya akan datang,” balas Sastri.

Sementara itu, Sastri mencoba mencari info tentang Star Agency yang sedah heboh diberitakan di berbagai media.

“Kalau sekarang bagaimana? Saya lagi di Café depan kantor kamu.”

“What…???”

Sastri segera mengambil tasnya lalu bergegas turun, “Kenapa Sas?”

“Adit di Café depan, Pak.”

“Untung kita sewa kantor di sini,” ucap Pak Wisnu.

Adit memberikan senyum indahnya begitu melihat Sastri masuk ke dalam Café dengan nafas naik turun, “Kamu habis dikejar anjing? Sampai lari begitu.”

“Saya hanya tidak mau membuat Mas Adit menunggu lama.”

“Untuk bertemu kamu, saya bisa menuggu berjam-jam.”

Deg…

Satsri mulai merasakan aura lain yang dipancarkan oleh Adit, “Jadi, Mbak Melisa punya permintaan apa, Mas?” tanya sastri tanpa basa basi.

“Kita pesan minum dulu ya!” sebelah tangan Adit memberi kode ke pelayan Café.

“Saya pesan lemon tea, kamu?”

“Samakan saja,” jawab Sastri singkat.

Saat mereka tengah menunggu minuman, berita tentang Star Agency kembali muncul di layar televisi yang ada di Café tersebut.

“Wah, heboh banget ya?” ucap Sastri sambil melirik Adit.

“Iya, aku pikir setelah dipegang oleh putrinya. Star Agency jadi lebih baik ternyata masih sama saja.”

Jep…

Adit tanpa sengaja kelepasan bicara dan Sastri tidak merespon apa-apa. Dia hanya diam saja menyimak berita seakan tidak peduli.

“Di sini terlalu dilebih-lebihkan. Di luar negeri hal seperti ini sudah jadi rahasia umum. Produser dan pemain, pemain dengan pemain, pimpinan agensi dengan pemain untuk mendapatkan jam tayang, durasi kontrak dan sebagainya.”

Adit menatap Sastri lekat, jiwa penasarannya semakin menjadi saat bicara dengan Sastri.

“Rupanya kamu tahu banyak tentang hal seperti ini.”

“Aku kan pernah tinggal di luar dan kerja juga di sebuah agensi. Jadi ya tahulah. Tapi orang luar itu pintar, jadi tidak ada masalah yang muncul seperti ini.”

“Jadi tidak ketahuaan ya?”

“Iya. Mereka sudah mengantisipasi jauh-jauh hari. Makanya tidak mudah menjadi artis di luar negeri. Dan kalau mereka bisa jadi artis itu pun bukan artis nanggung seperti di sini. Semuanya ada trik dan solusi. Dan aku juga ikut berada di sana dalam melakukan antisipasi.”

Sastri menyadari jika adit sudah terpancing lebih jauh dengannya, “Kalau seperti ini kamu juga bisa mengatasinya?”

“Ini gampang, cuma agensinya salah cara dari pertama makanya mencuat ke publik. Kalau tahu caranya semua akan aman-aman saja.”

“Kalau kamu pintar di bisnis ini kenapa kamu justru jadi sekretaris di sini? Padahal kalau kamu masuk Star Agency, saya bisa bantu.”

“Di sini gajinya besar, Mas. Kerjanya juga tidak terlalu capek. Kalau di agensi itu kita capek apalagi kalau ada permainan dengan investor. Capek banget kita karena para investor itu suka banyak permintaan.”

“Apa mereka pernah menyentuh kamu?” selidik Adit.

“Kalau itu tidak, Mas. Itulah bedanya di luar sama di sini. Para karyawan memiliki aturan jelas dalam bekerja. Kami tidak melayani hal-hal di uar pekerjaan. Intinya kami bukan karyawan plus-plus. Kenapa kita jadi membahas ini. Tadi katanya mau menyampaikan permintaan Mbak Melisa. Buruan, Mas. Saya takut kena marah karena jadwal si bos cukup padat hari ini.”

Adit langsung meyerahkan sebuah kertas yang berisi semua permintaan Melisa sebelum hingga sesudah tampil. Sastri mengambil kertas itu lalu berpamitan pada Adit untuk kembali ke kantor.

“Lisa, saya harap kita bisa bertemu di lain kesempatan walaupun acaranya sudah selesai.”

“Pasti, Mas.”

Sastri berlalu meninggalkan Adit. Ia segera menyerahkan kertas yang diberikan oleh Adit pada rekan-rekannya di kantor. Dan sumpah serapah kembali keluar dari mulut para rekannya setelah membaca kertas tersebut.

“Dia pikir dia itu Ratu?”

“Para artis memang begini permintaannya. Kalian kalau jadi dia mungkin lebih parah dari ini.”

“Pakkkkk” suara protes menggema dalam ruangan tersebut yang membuat pak Wisnu tertawa.

Sementara itu, Adit yang masih berada di Café sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon. Pembicaraan mereka cukup serius namun dalam bahasa yang ambigu.

“Iya, dia pernah di pabrik luar jadi mengerti cara kerjanya.”

“Kamu yakin?” tanya seseorang di seberang telepon.

“Sangat yakin. Tapi masalahnya, dia tidak mau lagi bekerja di pabrik. Dan gajinya di tempat sekarang sangat besar, pekerjaannya juga tidak terlalu berat.”

“Atur waktu supaya kita bisa bertemu dengannya!”

***

Terpopuler

Comments

Cut SNY@"GranyCUT"

Cut SNY@"GranyCUT"

Lisa atau Sastri?

2023-08-19

0

Ranran Miura

Ranran Miura

sebenarnya yang kepancing Adit apa Sastri 🤨

2022-05-28

2

Ranran Miura

Ranran Miura

sekelam itu kah dunia hiburan disana 😣

2022-05-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!