Sinar pagi menyapa kami melalui terik mentari pagi yang menelusup masuk lewat gorden kamar kami.
Kulihat wajah Diana yang damai dan tersenyum, berbeda dengan kemarin-kemarin yang penuh amarah.
Ternyata benar apa yang dikatakan oleh orang-orang, kemarahan suami istri akan hilang jika mereka melakukan hal ini. Hal yang membuat dua insan menjadi satu dalam peluh dan kenikmatan dengan saling memuaskan.
Perlahan-lahan mata Diana terbuka. Dia tersenyum ketika melihat wajahku yang ku pasang senyum semanis mungkin.
Ku kecup dahinya sangat lama, kemudian ku lihat wajahnya yang merona malu. Ku cium semua bagan wajahnya hingga berakhir di bibirnya.
Tak ku sangka, ternyata Diana menyambut ciumanku. Dia terhanyut oleh ciuman yang kuberikan dan tanganku juga disambut olehnya.
Kini Diana yang memandu, dia sangat agresif pagi ini. Mungkin karena terlalu lama aku tinggalkan dia. Aku pulang hanya seminggu sekali, malah kadang dua minggu sekali karena gangguan dari Reni.
Diana tersenyum puas ketika dia sudah mencapai titik kenikmatannya. Aku akan membuatnya percaya padaku lagi. Kini aku yang memulainya. Aku membuatnya hingga mabuk kepayang dan akhirnya dia lemas terkulai.
Nafas kami ngos-ngosan seperti habis berlari maraton. Diana kembali tersenyum ketika ku melihat wajahnya. Senyum kepuasan menghiasi bibirnya. Bodohnya aku, kenapa tidak dari kemarin saja aku melakukannya?
Ku tarik tubuhnya lebih mendekat padaku, dan kubisikkan sesuatu di telinganya yang membuatnya tersenyum merona.
"I love you my wife."
Sesuatu yang sangat sederhana namun disukai kaum hawa. Aku teringat jika aku tidak pernah mengatakan hal itu pada Reni. Dan artinya aku tidak pernah mencintainya.
Aku jadi berpikir seandainya saja aku menikah dengan Celine, pasti akan ku katakan kata cinta itu padanya tiap hari. Akan kubisikkan kalimat-kalimat cinta di setiap nafasku. Seandainya... seandainya... dan seandainya...
Suara Dave yang disertai ketukan pintu membuat kami melepaskan pelukan yang sedari tadi dinikmati oleh Diana.
Diana segera beranjak membuka pintu untuk mengambil Dave, sedangkan aku segera masuk ke dalam kamar mandi.
Ketika aku keluar dari dalam kamar mandi, kulihat Dave yang sudah berada di atas ranjang bermain dengan mainannya.
Senyumku mengembang ketika melihat Dave dengan lincah dan celotehannya yang sangat menggemaskan. Inilah yang membuatku selalu ingin pulang, ingin bermain dan bercanda dengannya.
Diana masuk dengan membawa segelas susu untuk Dave.
"Sini, biar aku aja yang ngasih ke Dave. Sayang mandi aja dulu ya. Aku akan membawa Dave main di halaman depan setelah dia selesai meminum susunya," aku berkata selembut mungkin dan kuberikan senyum manisku untuknya.
Binar bahagia terpancar jelas dari raut wajahnya. Ternyata membuat istri bahagia bisa menjadi kebahagiaan dan ketenangan bagiku. Terutama bagi rumah tanggaku.
Untuk saat ini aku bisa tenang, selanjutnya aku harus bagaimana? Apa aku harus jujur pada Diana? Aku tidak mau kehilangan Dave. Tapi jika Reni yang aku tinggal, aku tidak masalah, aku cuma takut jika dia membabi buta kemarahannya dan aku tidak tahu apa yang terjadi nanti.
Hufffft...
Kuhembuskan nafasku perlahan, sembari memikirkan cara selanjutnya agar aku tidak kehilangan Dave, agar keluargaku bisa tetap utuh.
"Tendang bolanya ke sini Dave!"
God Boy!" kuacungkan dua jempol ku ke arah Dave, begitu bahagianya dia bermain bersamaku dan mendapatkan pengakuanku.
"Papa... Papa... itu HP nya, ndereeeet... ditu," ucap Dave pada saat bercanda denganku dia memegang celanaku yang mengantongi ponselku.
Aku buka notif yang ada pada grup alumni SMP ku. Mataku melotot kaget, sungguh aku tidak mengira dengan percakapan yang ada dalam grup tersebut.
Aku syok.... sungguh bisa-bisa aku gila jika ini semua terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments