Karen ternanap ketika Darren baru saja memanggilnya dengan sebutan istri. Sebuah kata sederhana tapi bermakna sebagai pengakuan identitas pasangan. Apalagi, Darren memanggilnya tepat di depan Marsha. Tak ayal, dia yang sempat terbakar melihat kedua orang itu bersama, kini luluh dan balik menatap Darren dengan lemah.
"Kamu ngapain malam-malam ke sini?" tanya Darren. Matanya langsung tertuju pada kotak bekal yang dibawa perempuan itu.
"Aku cuma pingin bawain makan malam buat kamu." Karen mengangkat bekal yang dibawanya.
"Apa istri kamu sering ngintil kamu kayak gini?" Marsya yang masih di ruangan itu, tiba-tiba menyahut sambil memperbaiki posisi duduknya.
Dikatakan sebagai pengintil, tentu saja Karen tak terima. Namun, ia memilih tak menanggapi ocehan dosen berambut panjang itu.
Marsha berdiri lalu berkata, "Dar, anterin aku aku pulang, dong!" Ia lalu menoleh ke arah Karen sambil berkata, "Karen enggak keberatan, kan, kalo Darren nganterin teman kerjanya pulang malam-malam?"
Karen menipiskan bibir lalu membalas ucapan Marsha, "Enggak, kok." Ia kemudian menatap Darren sambil berkata, "Yuk, kita anterin Bu Marsha pulang. Kasihan dia gak punya duit ongkos buat pulang tuh."
Tampaknya, Karen mewarisi gaya bicara maminya yang terkenal pedas. Terbukti, mata Marsha membeliak mendengar balasan Karen yang bernada menyinggung. Terlebih lagi, Karen menyebut kata "kita" yang artinya dia juga akan ikut mengantar.
"Ah, Kar, kamu tadi pas ke sini sama siapa?" tanya Darren seketika.
"Sama supir pribadi Oma," jawab Karen.
"Ya, udah, kalo gitu biar aku suruh supir aja yang antar kamu. Tunggu aja di luar palingan sekitar tiga puluh menit udah datang." Darren mengambil ponselnya dan segera menghubungi supir Oma Belle.
Wajah Marsha kusut seketika. Ia menggertakkan gigi seraya mengambil tasnya lalu bergegas keluar dari ruangan itu tanpa berbicara apa pun. Karen pun merasa sedikit kesal karena Darren mau repot-repot menghubungi supir omanya untuk mengantar pulang mantan kekasihnya.
Ruangan itu kini hanya terisi mereka berdua. Darren segera menyembunyikan nasi box yang baru saja dipesannya untuk makan malam, agar Karen tak melihatnya. Karen lalu meletakkan sekotak bekal di atas meja suaminya.
"Tumben kamu datang bawa bekal." Darren tampak terharu dengan perhatian yang diberikan istrinya.
Baru saja duduk di samping pria itu, Karen malah tak sengaja melihat nasi box yang Darren sembunyikan di belakang komputer. Karena malu, ia langsung berkata. "Oma yang suruh tahu!"
Lagi-lagi Karen membawa nama Oma Belle untuk tindakan inisiatifnya sendiri. Padahal, saat mengetahui Darren akan pulang larut, ia khawatir kalau pria itu tak sempat makan malam.
Darren membuka kotak bekal dengan tidak sabaran. "Ini kamu yang masak?" tanyanya.
"Ya, enggaklah. Ngapain malam-malam masak." Karen mengelak.
Darren hanya bisa menahan senyum. Ia memerhatikan potongan buncis hijau yang tak sama panjang dan irisan bombai yang berbeda ketebalannya. Namun, ia memilih untuk berpura-pura memercayai ucapan perempuan itu.
Darren mulai mencicipi makanan rumahan yang dibawa Karen. "Hmm ... enak, kok!"
"Beneran?" tanya Karen yang tampak senang melihat respon Darren.
"Mau coba?" Darren mengarahkan sendok ke mulut Karen yang langsung disambutnya.
Sepasang suami istri itu kemudian saling suap-suapan. Darren mengambil sebutir nasi yang menempel di sudut bibir Karen, lalu memakannya. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang memantau mereka dari balik tirai jendela ruangan tersebut.
Marsha memandang sinis pasangan suami istri yang sedang bermesraan di dalam ruangan. Melihat langsung kemesraan mereka, membuatnya tak bisa menahan berang. Tadinya ia meragukan hubungan mereka sebagai sepasang suami istri. Pasalnya, setelah ia telusuri ternyata pernikahan mereka hanyalah keinginan dari keluarga kedua belah pihak dan masih disembunyikan.
"Tidak! Pernikahan mereka baru berjalan dua bulan. Mana mungkin Darren begitu cepat mencintainya!" Hati Marsha mencoba menyangkal.
Sebagai orang yang sangat mengenal pria itu, ia tahu Darren bukanlah pria yang mudah jatuh cinta. Itulah yang membuatnya tak ragu meninggalkan pria itu untuk mengejar pendidikan. Kenangan yang pernah ia ukir bersama Darren tiba-tiba terputar mengiringi setiap langkah kakinya. Sikap Darren yang selalu perhatian dan penuh kehangatan saat menjalin hubungan dengannya masih begitu melekat. Semakin dikenang, rasanya semakin sulit untuk menerima fakta kalau lelaki itu telah menikah. Tak bisa dipungkiri, dari semua pria yang pernah menjalin hubungan dengannya, masih Darren yang terbaik. Sayangnya, pria itu kini tak lagi dalam genggamannya, melainkan telah menjadi milik seseorang secara resmi.
"Kamu salah, Darren! Aku benar-benar sayang sama kamu. Makanya aku gak bisa relakan kamu ma orang lain," gumam Marsha sambil menatap jauh ruang penelitian yang berada di lantai tiga gedung fakultas.
Jarum pendek telah mengarah ke angka sepuluh malam. Darren menyandarkan punggungnya sambil membuang napas kasar. Sejenak, ia menoleh ke samping, menatap Karen yang tertidur sambil merebahkan kepalanya di atas meja. Ada rasa senang karena Karen mau repot-repot mengantarkan makan malam untuknya. Bahkan mau menemaninya di ruangan ini.
"Karen! Karen!" Ia memanggil nama istrinya sambil menepuk-nepuk pipinya dengan lembut.
Karen tersadar, kemudian mengerjapkan mata dengan perlahan sambil menguap. "Udah pagi, ya?" tanyanya dengan kesadaran yang belum penuh.
"Masih malam tahu!" Darren terkekeh.
Akhirnya Karen tersadar jika mereka masih berada di ruangan itu. "Oh, iya, kalau gitu aku pulang duluan, deh," ucapnya sambil berdiri cepat, lalu mengemas barang bawaannya.
Darren langsung menggenggam tangan Karen. "Kita pulang sama-sama aja."
"Nanti kalau ada yang lihat gimana? Tadi aja aku ngendap-endap ke sini."
"Ya, gak papa. Lagian udah larut malam juga, udah gak ada orang."
Karen melebarkan senyum, lalu membalas genggaman tangan pria itu sehingga membuat jari jemari mereka saling bertautan. Sepasang suami istri itu kini berjalan santai menyusuri koridor gedung kampus yang sepi tanpa melepas tautan tangan mereka.
"Kok kita gak langsung ke bawah?" tanya Karen heran karena Darren malah mengajaknya berkeliling.
"Lagi pingin nikmati jalan berduaan aja. Anggap aja lagi kencan di kampus. Kalau pagi mana bisa kan kita seperti ini."
"Bener juga!" Karen tersenyum sumringah karena girang.
Darren seakan bisa menebak yang menjadi keinginannya akhir-akhir ini. Ya, terkadang, ia memimpikan bisa bergandengan tangan dengan pria itu seperti pasangan-pasangan yang ada di kampus. Namun, ia juga sadar dengan posisi mereka yang tak sama, di mana Darren seorang dosen dan dia hanyalah mahasiswa. Selain itu, hubungan mereka sebagai pasangan suami istri juga masih dirahasiakan.
Karen semakin mengernyit ketika Darren menuntunnya menuju rooftop. Sebab, selama kuliah, ia tak pernah menjajakkan kaki di tempat tertinggi gedung fakultas mereka. Dahinya makin berkerut ketika pria itu duduk di lantai dengan sepasang kaki terjulur lurus ke depan.
Darren mendongakkan kepala sejenak. "Ternyata di sini kita bisa lihat bintang dengan jelas!" ucapnya dengan sorot mata yang terpaku menatap ke langit malam.
Karen turut menengadah. Ia lalu memosisikan duduk di samping Darren seraya menyandarkan kepalanya di pundak pria itu. Jujur, seumur hidupnya ini yang pertama kalinya ia menyaksikan keindahan langit yang bertabur ratusan bintang
Puas mengelilingi gedung fakultas yang sepi, mereka pun memutuskan segera pulang. Karen tampak kesulitan memasang sabuk pengaman karena ia tak menemukan belt satunya. Melihat itu, Darren mendekat untuk membatunya memasang.
Karen memandang wajah Darren dari samping. Aroma tubuh Darren yang begitu khas menghujam penciumannya. Tiba-tiba ia menarik dagu pria itu kemudian mengecup singkat bibirnya.
.
.
.
like + komen
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
nyonya cici
nice shot /Curse/
2024-02-05
1
𝒜𝓎
Marsha benar2 ga tau diri dah katanya menjungjung harga diri kok begonoo
2024-01-13
0
may
Mas daren kurangnya apasih? 🤔
2023-09-25
0