Hari ini, Karen memilih tak ke mana-mana karena ingin menjaga Oma Belle yang masih lemah. Hati perempuan itu begitu sedih setelah mengetahui cucu satu-satunya tak bisa memiliki keturunan. Oleh karena itu, Karen berinisiatif menghiburnya. Seharian, ia menemani Oma Belle melukis di rumah kaca yang berada di halaman belakang rumah itu. Kebetulan hari ini, ia tidak memiliki kelas untuk mata kuliah apa pun.
Oma Belle memuji Karen yang tetap memilih setia di sisi Darren meski telah mengetahui kekurangannya yang sulit memiliki keturunan. Mendengar itu, Karen hanya bisa tertunduk dengan wajah yang dilingkupi rasa bersalah. Kenyataannya adalah Darren hanya membohongi kakek dan omanya demi memenuhi keinginannya yang tidak ingin memiliki anak.
Hingga menjelang pukul sebelas malam, Darren belum juga pulang ke rumah. Karena kesepian di kamar yang begitu besar, Karen pun berinisiatif menghubungi suaminya.
"Ren, kamu kok belum pulang?"
Mendengar Karen yang tampak merindukannya, membuat Darren merasa senang. "Iya, dikit lagi kok aku pulang. Enggak sabar, ya?"
Karen menggigit bibirnya. Karena gengsi, ia malah berkata, "Yee ... Oma kamu tuh, nanya terus!"
Selepas menelepon suaminya, Karen memilih membuka Instagram sambil melihat-lihat postingan orang. Ada salah satu postingan yang menarik perhatiannya, yaitu konten masakan dengan caption "masakin suami yang pulang kerja." Merasa terilhami, Karen pun berinisiatif melakukan hal yang sama, memasak makanan untuk menyambut kepulangan Darren. Sayangnya, ia baru menyadari jika dirinya tak pandai memasak.
Karen lalu mencoba berselancar di internet untuk mencari resep makanan yang mudah untuk ditiru. Dari sekian menu resep yang direkomendasikan, Karen hendak mencoba memasak spaghetti. Selain karena bahannya tersedia di kulkas, ia merasa cara penyajian makanan ini cukup gampang. Di mana pastanya tinggal direbus, dan saus bolognese-nya bisa disajikan langsung atau ditumis sebentar.
Tiga puluh menit kemudian, masakan ala Karen telah jadi. Dengan penuh rasa bangga, ia meletakkan sepiring spaghetti yang dimasak dengan bumbu cinta ke atas meja makan keluarga. Di waktu yang sama, Darren baru saja pulang.
"Ngapain malam-malam gini masih di sini?" tanya Darren heran. Matanya lalu melirik ke atas meja makan. "Kamu baru mau makan malam?" tanyanya.
"Enggak. Aku lagi pingin belajar masak aja. Mau coba? Enggak tahu juga sih enak atau enggak," jawab Karen ragu-ragu.
Darren tersenyum simpul. Dengan senang hati, ia langsung menarik kursi makan dan duduk manis sambil mengambil garpu. Ketika menusuk gumpalan spaghetti dengan garpu, ia merasa tekstur spaghetti itu terlalu lembek. Firasat buruk pun mengintainya saat garpu itu memutarnya perlahan lalu ia angkat untuk mendekati mulutnya. Bagaimana tidak, aroma hangus yang datang dari saus bolognese langsung menusuk tajam penciumannya. Alhasil, ia yang tadinya semangat empat lima untuk mencicipi masakan istrinya, menjadi ragu-ragu seketika. Namun, melihat wajah Karen yang tampak menantikan dirinya mencicipi makanan itu, membuat Darren langsung melahapnya. Begitu makanan Itali itu menyentuh lidahnya, mata pria itu lantas melotot tajam.
"Ini, sih, lebih cocok disebut bubur spaghetti," dumel Darren dalam hati karena Karen memasak pasta itu hingga overcook.
"Gimana? Enak, gak?" tanya Karen penasaran.
Darren menoleh pelan ke arah Karen, sambil memaksa tersenyum. "Enak," ucapnya singkat sambil kembali menelan paksa spaghetti yang masih tertinggal di mulutnya.
"Kalau gitu habisin, ya?"
Mata Darren yang membulat, semakin membulat. Ia hanya bisa menelan paksa suapan berikutnya dengan ekspresi mirip orang yang sedang ketulangan. Sudah teksturnya seperti bubur, rasanya pun pahit karena saus yang hangus.
Setelah drama cicip makanan selesai, sepasang suami istri itu masuk ke kamar. Karen yang baru saja keluar dari kamar mandi, tak sengaja mendengar obrolan suaminya dengan rekan sesama dosen. Dalam obrolan tersebut, ternyata Darren memiliki kendala pada penelitian yang baru saja dibuatnya. Beberapa dosen menolak penelitian yang sedang ia kerjakan. Hal itu membuat eksperimennya terhambat, apalagi belum ditemukan jalan keluarnya.
Usai menelepon, Darren tampak murung sambil termenung di pinggir jendela sampai-sampai ia tak menyadari jika Karen ada di sampingnya. Karen tak tega melihat wajah suaminya saat ini. Jujur, ia ingin menghiburnya, tapi bagaimana caranya?
Darren tak sengaja menoleh ke samping lalu melihat Karen yang mematung di sampingnya.
"Kamu belum tidur?" tanya pria itu.
"Kamu mau gak nonton film bareng besok?" celetuk Karen tiba-tiba. Perempuan itu menutup mulutnya, tampak kaget dengan ucapannya sendiri. Sungguh, kata-kata ajakan itu meloncat begitu saja dari bibirnya.
Sementara, Darren menurunkan sebelah alis sambil memajukan wajahnya ke arah Karen. "Oke, aku tunggu besok," ucap pria itu sambil tersenyum lalu naik ke atas ranjang.
Karen menarik napas dalam-dalam dengan mata yang terbelalak. Jantungnya tiba-tiba terasa jumpalitan. Ia berbalik, lalu melompat naik ke atas ranjang hingga membuat Darren terhenyak.
Waktu yang ditunggu pun tiba. Karen dan Darren telah berada di dalam gedung bioskop. Karen sengaja memilih genre film horor dengan harapan Darren bisa berlaku romantis saat dirinya ketakutan. Alih-alih mendapatkan perlakuan romantis seperti yang ia harapkan, Darren malah tertidur dengan kepala yang tertunduk dalam sepanjang pemutaran film. Ya, pria itu memang kurang suka menonton, apalagi dengan genre yang seperti ini. Dan ternyata film yang sedang berlangsung itu mengusung genre horor komedi dengan adegan-adegan absurd.
Wajah Karen semakin kusut karena harus mendengar suara gelak tawa tante-tante yang berada tepat di sampingnya dengan ukiran alis tajam seperti celurit. Kesialan yang Karen dapatkan seakan bersambung, karena setiap tertawa tante-tante itu selalu memukul-mukul lengannya bak samsak tinju. Belum lagi bonus terpaan curah hujan yang ia dapatkan langsung dari mulut tante-tente itu ketika tawanya meledak-ledak.
Film pun selesai dengan ending yang membahagiakan, tapi tidak untuk Karen yang mendapatkan beberapa tragedi selama film itu berlangsung. Karen membangunkan Darren yang masih tertidur. Pria itu terkesiap saat melihat seisi bioskop telah bubar.
"Maaf, aku ketiduran. Bagus enggak filmnya?"
"Bagus banget. Sampai-sampai aku nahan nangis sepanjang film," ketus Karen sambil menggerakkan rahang.
Saat perempuan itu berbalik, Darren langsung menahannya. Berpikir suaminya akan membujuknya, Karen sok jual mahal dengan langsung menepis tangan pria itu. Namun, Darren malah memegang kuat lengan istrinya.
"Ih, apaan sih nahan-nahan!" tepis Karen.
Darren memaksa Karen berbalik, lalu menatap dalam mata perempuan itu sambil berbisik, "Kar, kamu lagi dapet, ya?"
Mata Karen melebar seketika. Ia lekas menoleh ke belakang dan tercengang melihat noda darah di kameja putih terusan yang ia pakai.
"Aduh, gimana nih, aku gak tahu kalau lagi dapet. Mana tembus lagi." Karen tampak panik.
Darren segera membuka jaketnya lalu melilitkan ke pinggul Karen untuk menutupi bokongnya. Saat keluar dari bioskop, Karen yang merasa tak nyaman meminta Darren membelikan pembalut untuknya.
"Apa?! Aku sendiri gitu yang beli pembalut?" tanyanya.
"Iya, cepetan. Aku tungguin di toilet," ucap Karen menunjuk toilet yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Ta—tapi mereknya apa?"
"Terserah."
"Terus ukurannya?"
"Gak pake ukuran! Emangnya popok," ketus Karen sambil cepat-cepat berlari menuju toilet.
Darren hanya bisa memasang wajah masam sambil menuju ke supermarket yang ada di mall tersebut. Begitu di sana, ia menggaruk-garuk kepala karena bingung. Sebenarnya membeli pembalut bukanlah perkara yang memalukan baginya. Ia lebih malu jika ketahuan membeli obat kuat dan tahan lama.
Darren kini berada di deretan rak pembalut dengan aneka merek. Ia membaca satu per satu merek kebutuhan bulanan perempuan itu dengan masing-masing keunggulan yang tertulis di produk.
"Anti bocor? Udah kayak genteng aja," gumamnya heran. Ya, dia cukup lama berada di luar negeri jadi tidak pernah mengetahui jargon-jargon produk pembalut yang dianggapnya aneh. Ia kemudian membaca satu merek yang menuliskan ekstra sayap. "Dipikir mau terbang, kali!" Produk selanjutnya tertulis keterangan ekstra panjang. "Wuih, udah kayak iklan obat kuat aja!" celetuk Darren sambil terkekeh. Produk sebelahnya malah menawarkan keunggulan anti kerut bak cream anti aging.
Sedang sibuk memilih pembalut mana yang akan ia ambil, tiba-tiba matanya teralih pada bocah cilik yang menatapnya penuh keheranan.
"Kenapa, Dek?" tanya Darren karena bocah itu terus memelototinya.
"Om, punya Om terbelah, ya? Kirain batang!" ucap bocah cilik itu dengan mata yang mengarah ke anunya Darren.
Ucapan anak itu sontak membuat wajah Darren memerah. Ia melepas pembalut yang ada di tangannya. Saat berbalik, ia malah hampir bertabrakan dengan karyawan swalayan yang menatapnya dengan tatapan aneh aneh.
Karena malu pria berpenampilan keren sepertinya tengah terlihat berada di barisan rak pembalut wanita, Darren pun sok ngeles dengan bertanya, "Mba, semir rambut pria ada di sebelah mana, ya? Dari tadi muter-muter gak nemu."
"Oh, ada di sebelah sana," tunjuk mba karyawan swalayan itu. " Kirain tadi beneran mau beli pembalut," ucap mba itu menahan tawa.
Merasa malu, Darren segera berpindah ke rak sebelah. Apalagi ada beberapa gadis yang mungkin seusia mahasiswanya berlalu lalang di sekitar rak. Takutnya, di antara mereka malah benar-benar ada mahasiswanya. Bisa gempar seisi fakultas membicarakan seorang Darren membeli pembalut.
Menunggu beberapa saat hingga cewek-cewek itu pergi, Darren pun kembali ke deretan rak berisi pembalut. Karena takut mendapat cibiran seperti tadi, ia langsung mengambil salah satu pembalut dan bergegas ke kasir yang sepi untuk melakukan pembayaran.
Karen yang sedari tadi menunggu di depan koridor toilet langsung mengomel begitu Darren datang.
"Kamu dari mana aja sih? Di suruh beli pembalut, udah kayak temani Sung Go Kong cari kitab suci ke Barat! Lama bener!"
"Antri tahu!" Darren menyerahkan pembalut yang baru saja dibelinya.
Karen melebarkan matanya. "Astaga! Ini bukan pembalut, ini pantyliner. Gimana sih kamu, udah lama nunggu malah salah beli!" gerutu perempuan itu sambil menghentak-hentakkan kakinya.
"Ya, sama aja, kan!"
"Beda."
"Tapi modelnya sama, kan?"
"Iya modelnya sama tapi fungsinya beda. Ini pantyliner! Baca tuh, baca!" Karen menunjukkan tulisan pantyliner dalam kemasan.
"Yang penting bukan panti asuhan atau panti jompo!" tandas Darren yang makin membuat Karen berang hingga keluar tanduk di kepalanya.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
hyunity
🤣🤣🤣🤣
2024-12-08
0
Ulil Baba
panti pijat
2024-08-04
1
𒈒⃟ʟʙᴄ 𝘬ꪶꪖ𝘳ꪖ𝘴𝐀⃝🥀ˢ⍣⃟ₛ ᴳᴿ🐅
eehhh ini bocil anak siapa yaaa?🤦♀️🤣🤣🤣
2024-07-01
0