Usai acara penerimaan mahasiswa baru di fakultas ekonomi, Karen, Nadya, dan Vera memutuskan kembali ke kelas. Ketika berjalan di koridor, tanpa sengaja ia melihat Darren tengah berbincang dengan seorang perempuan. Ini pertama kalinya ia melihat suaminya berduaan dengan seorang gadis di kampus. Sebab, meski selalu dielukan banyak mahasiswi, pria itu tetap menjaga wibawanya sebagai seorang pengajar. Tapi, sepertinya tidak berlaku untuk kali ini. Dalam pandangan Karen, Darren tampak akrab dengan perempuan itu. Suaminya bahkan menunjukkan perhatiannya dan berani memegang bahu perempuan itu.
"Kenapa?" Vera melempar pertanyaan saat langkah Karen tiba-tiba terhenti.
Karen menggeleng cepat. "Gak papa. Aku salah orang kayaknya," ucapnya langsung mengalihkan pandangan agar tak membuat Vera curiga.
Tak disangka, Vera pun melihat Darren yang posisinya sekitar tiga meter dari mereka. "Eh, itu pak Darren sama siapa? Gila! Tuh cewek bisa mesra gitu sama dia!" seru Vera dengan gayanya yang heboh.
Karen segera menoleh kembali. Benar, matanya sontak membulat melihat Darren kini tampak merangkul perempuan yang berbincang dengannya tadi ke suatu tempat. Sialnya, ia hanya dapat melihat punggung perempuan tersebut. Entah ke mana Darren dan gadis itu akan pergi.
"Ya, ampun, jangan-jangan itu pacar pak Darren! Bener, gak, sih? Jangan-jangan dia juga tuh yang sok-sok ninggalin kissmark di leher pak Darren. Gak rela pokoknya, gak rela!" duga Vera kesal mengingat tanda merah di leher Darren yang jadi bahan perbincangan mahasiswa.
"Ya, ndak tahu. Kok tanya saya!" ketus Karen ala-ala bapak presiden.
Sambil menopang dagu, Nadya kembali berceletuk, "tapi ... untuk cowok sekeren pak Darren wajar sih kalau dah ada yang punya. Udah ganteng, pinter, tajir, karir bagus, mana masih muda dah jadi profesor lagi! Siapa sih yang gak mau! Dia punya lima pacar juga sah-sah aja, sih."
Omongan Nadya tampaknya membuat kuping Karen panas dan berasap. Meski begitu, ia berpura-pura bersikap masa bodoh dan segera menarik tangan sahabatnya untuk pergi. Entah kenapa suasana hatinya berubah seketika. Semacam ada rasa yang bergejolak dalam hati, tapi sulit untuk dijelaskan.
Darren kini berada di ruang UKS yang dikelola fakultas kedokteran. Gadis itu kini duduk berhadapan dengannya sambil memijat dahi yang terasa sakit. Wajah gadis itu pucat sehingga menjadi alasan ia dibawa Darren ke sini.
"Makasih, ya, Pak, dah tolongin aku! Enggak tahu kenapa aku tiba-tiba lemes gini," ujar perempuan itu malu-malu. Mengingat, baru beberapa saat lalu Darren memapahnya ke sini karena dia hampir pingsan.
Darren memberikan air mineral pada perempuan itu sambil berkata, "Mungkin kamu kena Hipoglikemia!"
"Apa tuh, Pak?" tanya perempuan itu yang ternyata merupakan asisten dosen di salah satu mata kuliahnya.
"Kekurangan kadar gula darah di tubuh. Biasanya karena kurang mengonsumsi makanan bernutrisi," tutur Darren menjelaskan, "Ya, sudah kamu istirahat aja di sini. Kalau dah agak baikan, pulang aja."
"Siapa, ya, kira-kira yang mau nganterin aku, soalnya aku enggak bisa pulang dalam kondisi lemes kayak gini." Saat berkata, gadis itu melirik ke arah Darren seolah berharap pria itu mau mengantarnya pulang.
"Mau aku panggilan grab?" tawar Darren.
"Eh, gak usah repot-repot, Pak."
"Oh, ya, sudah."
Setelah berkata, Darren langsung keluar dari ruangan itu. Perempuan itu lantas memberengut. Pikirnya, Darren akan menunggunya di situ dan mengantarnya pulang.
Di toilet, Karen memandangi wajahnya dalam cermin besar. Apa yang baru saja ia lihat di koridor tadi, kembali berkelabat dalam pikiran dan juga mengusik hatinya.
"Aku kenapa, ya? Kok jadi kesal gini?" Karen menepuk-nepuk pipinya, berusaha menghempaskan pikiran negatif. Ia menarik napas panjang-panjang, lalu membuangnya dengan satu kali hembusan.
Saat keluar dari toilet dan memutuskan untuk pulang, dia malah bertemu dengan kakak kelasnya yang selama ini tergila-gila padanya. Namanya adalah Feril, mahasiswa di jurusan yang sama dengannya.
"Kar, kamu dah pulang? Singgah makan siang, yuk! Kebetulan aku juga dah selesai mata kuliah. Entar aku traktir, deh," bujuk cowok itu yang kini berjalan beriringan dengan Karen.
Karen tentu saja tak bisa menerima ajakan kakak kelasnya. Sebab, biar bagaimanapun dia telah menikah dan menjadi seorang istri. Meski sebenarnya Feril juga memenuhi kriteria cowok idealnya, tapi ia tak mungkin menjalani hubungan asmara dengannya.
"Aa ... maaf, nih, Kak. Karen enggak bisa soalnya udah janjian ma teman," tolak Karen secara halus sambil buru-buru berlalu.
Untung saja di depan sana sudah ada Nadya yang menunggunya. Jadi, dia memiliki alasan untuk menolak ajakan Feril. Ia langsung menggandeng Nadya dan menariknya pergi.
"Eh, eh, Karen, kamu beneran enggak mau terima ajakan kak Feril? Aku gak papa kok kalau pulang sendiri. Sayang, loh, dia cakep abis. Cocok ma kamu!" seru temannya yang kemudian tak sengaja didengar oleh cowok itu.
Tak menyerah, Feril kembali menghampiri keduanya. "Gimana kalau kita makan bertiga," ajaknya lagi.
Nadya tampak senang. "Boleh ju—"
Karen langsung memotong. "Wah, kak, maaf, nih, kita dah punya planning lain."
Nadya segera menatap Karen dengan penuh tanda tanya. Ia tak habis pikir Karen melewatkan kesempatan untuk dekat dengan Feril, kakak senior yang begitu banyak diidolakan gadis-gadis sebaya mereka.
Setelah kembali ke rumah, Karen yang masih teringat saat Darren menggendong perempuan lain, menumpahkan kekesalannya pada boneka loly.
"Dasar genit! Sama aku katanya harus bersikap formal, eh sama orang lain malah mesra-mesraan! Pantas aja dia ngebebasin aku buat ngelakuin apa aja yang kumau, ternyata karena dia juga pingin genit sana-sini sama cewek lain!" Karen malah menusuk-nusuk badan boneka tersebut menggunakan pisau buah layaknya dukun yang sedang menyantet seseorang. Alhasil, boneka yang tadinya tampak lucu kini bertransformasi menjadi boneka horor karena dirusak olehnya.
Di waktu yang sama, Darren tiba-tiba datang sehingga membuat Karen tampak kelabakan dan segera menyembunyikan boneka yang telah rusaknya.
"Baru bangun tidur, ya?" tanya Darren melihat tampang kusut istrinya. "Aku mau ngomong sesuatu nih ma kamu," ucap Darren."
"Apaan?" tanya Karen ketus sambil bersedekap.
"Gini, Oma aku mau tinggal di sini selama beberapa hari."
"Apa?!" Seketika, mata Karen terbelalak seakan hendak meloncat keluar.
"Kamu ini gila, ya? Masa mau ajak Oma tinggal di sini?!" Karen menunjukkan sikap keberatan.
"Bukan aku yang ajak. Tapi Oma sendiri yang mau. Lagian cuma beberapa hari kok, karena mama dan papa aku ada perjalanan bisnis di luar negeri."
"Ya, tapi ... kamu tahu sendirilah Oma kamu sering maksa-maksa aku hamil. Percuma aja, kan, dia kayak gitu. Toh kita selalu pakai pengaman, gimana bisa hamil," cerocosnya sengit.
"Omongan Oma anggap angin lalu aja."
"Ya, udah gitu kamu juga tahu, kan, aku enggak bisa masak? Entar kalau diomongin macam-macam aku jadi gak tahan tahu."
"Yah ... gak papa. Memasak itu kan bukan tugas mutlak perempuan."
"Tapi ...."
.
.
.
jangan lupa like dan komeng ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Nacita
ngarep lo ketinggian...
2024-11-26
0
𝒜𝓎
Cemburu biasanya tanda Cinta sih😂
2024-01-10
3
Kᵝ⃟ᴸ Xiin Chan⸙ᵍᵏ
bukannya di papah aja ya tadinya
2023-11-08
1