Mentari sudah sangat gagah menyinari bumi, membangunkan kehidupan baru menutup hari yang telah berlalu. Di apartemen premium, dua insan itu bergelung di bawah selimut dalam keadaan tubuh yang polos layaknya bayi baru lahir. Pakaian mereka yang berserakan di lantai, menjadi bukti panasnya pertempuran mereka semalam.
Jam weker berteriak di atas meja nakas samping tempat tidur, mengusik mereka yang masih tenggelam dalam lelap. Karen dan Darren kompak terbangun kaget, kemudian saling menatap dan berakhir dengan tersenyum malu-malu karena teringat dengan aktivitas ranjang mereka semalam.
Pagi ini, tampaknya Karen akan masuk kampus, begitupun dengan Darren yang juga mempunyai jadwal mengajar pagi. Keduanya kini duduk saling berhadapan, menyantap sarapan ala kadarnya.
"Kamu pergi bareng aku aja, ya? Gak usah bawa mobil sendiri biar gak nyumbangin macet di jalanan," ajak Darren tiba-tiba yang berkeinginan mengantar istrinya ke kampus.
"Hah? Gak takut apa dilihat mahasiswa lain."
"Ya, enggak. Kamu turun diam-diam di tempat sepilah!"
Atas berbagai pertimbangan, Karen pun menyetujuinya. Ini pertama kalinya mereka ke kampus bersama-sama dalam mobil yang sama pula. Begitu tiba diparkiran yang sepi, Karen langsung keluar mengendap-endap seperti maling agar tak terlihat oleh orang-orang sekitar.
Merasa aman sentosa, Karen pun melenggang bebas menuju fakultas ekonomi. Tiba di gerbang fakultas, ternyata ia malah bertemu dengan Feril, kakak senior yang naksir dia. Feril mempunyai penampilan yang sangat khas, yaitu selalu memakai headband yang melingkar di dahinya ala-ala ketua F4—Thao Ming Tse.
Cowok berkulit putih itu menghampiri Karen sambil membawa buket bunga. "Hai, Kar, kebetulan banget aku baru mau nemuin kamu."
"Ketemu sama aku?" Karen menunjuk dirinya sendiri, "emangnya ada apa, ya, Kak?" tanya Karen.
"Ya, gak ada apa-apa, sih. Cuma mau ngasih ini sama kamu." Feril menyerahkan buket bunga itu pada Karen sambil menekuk sebelah lutut layaknya pangeran di negeri dongeng.
Bukannya terharu, Karen justru merasa risi. Apalagi tindakan Feril malah mencuri perhatian mahasiswa sekitar.
"Ih, apaan sih nih cowok! Pakai acara bawa-bawain bunga lagi!" omel Karen dalam hati.
"Aduh, Kak, maaf nih, Karen harus cepat-cepat masuk kelas. Bunganya simpan aja. Gak mungkin, kan, aku bawa-bawa buket bunga dalam kelas, entar dosennya malah kepedean dikira buat dia!" ucap Karen beralasan, kemudian pergi dengan terburu-buru.
Feril harus merasakan penolakan untuk kesekian kalinya. Padahal, dia telah lama berada di tempat itu hanya untuk menunggu kedatangan Karen.
"Kar, apa aku harus kayak Indomie dulu biar jadi seleramu?" teriak Feril sambil mengibas rambut landaknya ke belakang.
Karen yang mendengar teriakan Feril lantas bergumam, "Siapa juga yang doyan makan Indomie."
Seorang lelaki berambut gondrong ala iklan shampo menepuk pundak Feril sambil cengengesan. "Gimana, Bro, rasanya gak digubris?"
"Kampret, lu! Kalau bukan karena taruhan motor Ducati, mana mau aku ngejar-ngejar anak manja gitu!" ujar Feril sambil menatap sinis ke depan.
"Semangat, Bro! Belum nemu selaknya aja. Gua yakin dia cuma lagi jual mahal sama lo! Mungkin dia pengen lo bersikap romantis kayak film India yang cowoknya doyan ngejar-ngejar cewek pakai tarian selendang," tandas teman Feril cengengesan.
"Pokoknya gua gak boleh sampai kalah taruhan!" balas Feril memamerkan senyum Lucifer.
Dari lantai dua atas, beberapa cewek yang menjadi teman sekelas Feril rupanya menyaksikan adegan saat pria itu memberi bunga pada Karen, tapi ditolak secara halus.
"Eh, itu beneran gosip tentang si Feril ngejar-ngejar Karen anak semester tiga?" tanya salah satu cewek itu dengan ekspresi tak percaya setelah melihatnya langsung.
"Lihat aja tadi! Paling juga Feril cuma ngejar duitnya tuh anak. Kayak enggak tahu Feril aja," sambung temannya yang hafal betul dengan karakter Feril, playboy cap gajah duduk yang ada badaknya.
"Tapi kalian dah tahu belum, gosip kalau perusahaan tuh cewek hampir bangkrut?" imbuh teman lainnya.
"Yang bener?"
"Iya, itu produk skincare-nya yang baru launching, kan, gagal total di pasaran. Katanya mereka sampai ngutang besar buat nutupin kerugian produk. Keluargaku, kan, ada yang kerja di perusahaan itu," lanjutnya menjelaskan.
"Ternyata gitu, udah bangkrut aja masih belagu tuh cewek!"
Di ruang kelas Karen, semua mahasiswa duduk dan bersiap menerima mata kuliah pagi ini. Tak lama kemudian, Darren masuk dan siap untuk mengisi mata kuliah hukum bisnis. Sebelum memulai, Darren memberi instruksi kepada mahasiswa untuk mengumpulkan tugas makalah mereka yang ia berikan Minggu lalu.
Satu per satu mahasiswa mengantar tugas mereka di meja Darren, termasuk Karen sendiri. Saat keduanya beradu pandang, Karen malah mengedipkan sebelah mata ke arah Darren sambil menciptakan senyum yang menggoda. Hal itu membuat Darren langsung membuang pandangan sambil berdeham.
Semua tugas telah terkumpul. Darren mencoba mengambil beberapa makalah yang menarik perhatiannya, lalu membaca sekilas lembaran demi lembaran. Jujur saja, ini adalah momen yang membuat jantung para mahasiswa berhenti berdetak untuk sementara waktu.
"Supriyadi, apa ini makalahmu?" tanya Darren sambil mengangkat makalah tersebut.
"Iya, Pak!" jawab Supriyadi dengan cepat.
"Benar ini makalahmu?" ulang Darren yang kali ini memiringkan sedikit wajahnya sambil mengangkat sepasang keningnya.
"Iya, Pak! Kan ada nama saya, tuh," jawabnya lagi.
"Kalau begitu, jelaskan apa yang kamu tulis dalam makalah ini!"
Mahasiswa Supriyadi tergemap seketika, tetapi langsung berdalih. "Lupa, Pak! Isinya kan tebal, Pak."
"Kalau begitu jelaskan garis besarnya saja! Jika ini benar-benar makalah yang kamu buat sendiri, seharusnya kamu tahu apa isi tulisanmu."
Supriyadi tergagap seketika, ia malah menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "A–a–anu ... Pak!"
Darren membuka makalah itu lalu berkata, "Pendahuluan makalah ini mirip dengan artikel yang diterbitkan majalah singapore press holding tahun 2015. Lalu Kesimpulan dari makalah ini juga diambil total dari jurnal Ekonomi Bisnis Global. Lalu ...."
Darren membuka tiga lembaran terakhir makalah tersebut sambil kembali berkata, "pada bab pembahasan mulai bagian alinea keempat hingga ke bawah hanya menyalin ulang makalah yang sudah pernah ada dari mahasiswa universitas Malaysia. Saya tahu karena saya pernah mengajar di sana dan itu adalah makalah mahasiswaku. Dengan kata lain, Anda tidak mengerjakan tugas, tetapi hanya menyalin karya orang lain secara gamblang. Saya rasa bukan hanya Supriyadi saja, tapi beberapa dari kalian juga melakukan hal yang sama. Untuk itu, bagi kalian yang merasa bertindak sama seperti yang Supriyadi lakukan, silakan ambil kembali makalah kalian dan segera revisi. Saya beri batas waktu besok malam."
Pada detik ini, hanya Supriyadi yang berdiri untuk mengambil kembali makalahnya. Sementara, yang lain terdiam dan tak mau bergerak, meskipun sebagian dari mereka juga hanya menyalin makalah dari internet.
Darren lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh mahasiswa yang mengikuti kelasnya, "Dengarkan semua, jika hidup diibaratkan sebuah makalah, maka kejujuran adalah bab awal dari buku kehidupan setiap manusia. Sebelum melangkah ke masalah dan tujuan hidup hingga ke tahap kesimpulan, Anda membutuhkan kejujuran sebagai pendahuluan. Indonesia sudah terlalu banyak orang yang tidak jujur, jadi jangan menambah populasi itu menjadi semakin banyak lagi!"
Usai Darren mengatakan kalimat panjang yang menohok, belasan mahasiswa langsung berdiri mengambil makalah mereka masing-masing untuk direvisi kembali. Darren menoleh ke arah Karen yang duduk manis di sudut jendela.
...----------------...
Selepas mata kuliah Darren berakhir, Karen dan Nadya berjalan santai menuju kafetaria kampus. Nadya mengomeli ketelitian Darren dalam memeriksa tugas. Maklum, dia menjadi salah satu mahasiswa yang hanya menyalin makalah di internet dan tentu saja ketahuan.
Sedang asyik mengobrol, tiba-tiba ada yang berceletuk dari belakang.
"Oh, jadi kamu yang namanya Karen! Kasih tahu aku dong, kamu pakai ilmu pelet apa sampai kak Feril getol banget ngejar-ngejar?"
Karen dan Nadya kompak berbalik, ternyata gadis itu adalah mantan Feril dari fakultas sebelah.
"Sorry, apa kita saling kenal?" tanya Karen memasang wajah dingin.
"Enggak, sih. Aku juga gak mau kenalan sama perempuan sok kegatelan kayak kamu!"
Nadya maju selangkah, lalu mendorong gadis itu hingga tersandar di dinding.
"Eh, jaga, ya, itu mulut! Apa mau minta ditimpuk?"
Karen langsung menarik tangan Nadya agar tak terpancing emosi. Meski begitu, ia senang memiliki sahabat yang selalu menjadi garda terdepan untuk dirinya.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Nacita
wooooo ternyata krn taruhan ya, ck 😏
2024-11-26
1
Nacita
anjaaaaayyyy 🤣🤣🤣🤣🤣
2024-11-26
1
Nacita
🤭
2024-11-26
0