Riza baru selesai memakai baju. Ia memutuskan untuk segera ke dapur karena istrinya pasti masih belum selesai memasak. Dapur terlihat kosong. Riza beralih ke ruang makan namun istrinya tidak ada di sana. Ia mendekati satu porsi sarapan yang sudah tersaji di atas meja. Laki laki itu meraih kertas kecil yang ada di sana dan segera membacanya.
"Makan siang dan makan malam sudah aku siapkan. Kamu tinggal panaskan di microwave. Aku akan pulang malam karena masih ada urusan. Hati hati menggunakan Microwave. Jangan sampai ceroboh dan membakar dapur. Jika tidak tau caranya cari di internet." Riza menghela napas setelah membaca pesan sang istri. Ia kemudian duduk dan mulai sarapan dengan malas. Libur Ia kira akan menghabiskan waktu berdua dengan Istrinya. Namun ternyata tidak. Jihan masih tetap sibuk dan jika tidak hari libur dialah yang sibuk.
Jihan baru sampai di lapangan bulutangkis. Setelah dari tempat Gym Ia langsung menuju ke sana karena sudah ada janji dengan seseorang. "Sudah lama?" Tanyanya sambil duduk di dekat pria berusia setengah 60 an. "Enggak. Baru lima menit disini." Jawabnya sambil tersenyum. "Gimana hubungan dengan suamimu?" Tanyanya sembari menatap Jihan yang sibuk meneguk air. "Ya begitulah. Hubungan kita hanya sebatas tinggal seatap. Tidak lebih. Apa yang mau di harapkan." Jelasnya membuat pria itu menghela napas. "Aku lihat dia mencintaimu." Ucap Mark sambil terkekeh. "Jangan di bahas. Ayo menyegerakan. Otot Opa harus dilatih." Ucapnya. "Hey. Aku Ayahmu kenapa kau memanggilku Opa. Dasar gadis nakal." Pria itu ikut berdiri menyusul Jihan.
Selesai dengan kegiatannya di lapangan bulutangkis Jihan mengajak pelatih sekaligus Ayah angkatnya itu untuk makan siang bersama di salah satu restoran disana. "Punya restoran sendiri kenapa makan disini?" Tanya Pria itu. "Paman tidak suka?" Bukannya menjawab Jihan malah balik bertanya. "Rindu masakan di restoranmu." Jawab Pria itu terkekeh. "Kita sudah terlanjur pesan. Nanti aku kirimkan untuk paman makan malam." Jihan mulai menyuapkan makanan ke mulutnya. "Terimakasih. Lagi, Sudah dibilang jangan panggil aku paman. Panggil Aku papa." Tegas pria itu dan Jihan hanya mengangguk karena mulutnya masih penuh.
Malam hari Jihan sudah sampai di kediaman keluarganya. Ia masih belum mandi karena baru selesai dari tempat golf dan mendapat telpon dari suaminya untuk datang. "Non. Ibu bilang katanya Non disuruh lewat belakang." Kata seseorang menghampiri Jihan saat gadis itu turun dari mobilnya. Jihan tidak bertanya kemudian segera mengikuti wanita itu lewat pintu belakang rumah.
Napas Jihan tercekat karena mendengar suara gelak tawa dari ruang tengah. Suaminya, dan semuanya sedang berada di sana. "BI. Siapa tamunya?" Tanya Jihan melihat ART baru saja mengantarkan minum. "Umi sama Abahnya Den Amir dan beberapa pengurus pondok." Jawabnya membuat Jihan mengangguk. Pantas saja mereka menyuruhku lewat belakang. Tentunya mereka akan malu dengan penampilannya yang tak tertutup seperti yang lain. Jihan hanyut dalam pemikirannya. "Dek." Bunda berjalan diikuti kedua anak dan menantunya. Gadis itu tak menjawab menatap mereka dengan perasaan yang tidak bisa diartikan. "Kalian malu?" Tanya Jihan membuat mereka tersentak. "Kalian menyuruhku lewat belakang karena malu?" Dengan wajah datar dan tatapan kebenciannya Jihan bertanya. "Tidak Dek. Bukan seperti itu." Jawab Bunda. "Kenapa kalau tidak malu menyuruhku lewat belakang? Aku ini sebenarnya apa? Hewan yang bisa di tuntun kesana kemari sesuka hati? atau kalian anggap aku manusia yang tak berakal?" Tanya Jihan membalikkan badannya segera melangkah pergi.
Riza dan semuanya sedang panik mencari Jihan. Gadis itu tidak ada di apartemen maupun di rumah. "Gimana Za. Di restoran ada?" Tanya Bunda membuat menantunya menggeleng. Mereka tak bermaksud menyinggung Jihan karena menyuruhnya lewat belakang. Yang dilakukan hanya untuk menyuruh Jihan berganti baju dulu sebelum diajak bertemu dengan para tamu yang hadir. Tentunya mereka merasa tidak enak jika membiarkan Putri seorang pemilik pondok pesantren berpakaian tidak selayaknya seorang muslimah. Riza menghela napasnya. Ia bingung harus mencari kemana lagi. Semua tempat yang biasa di kunjungi istrinya sudah di datangi tapi tidak ada hasil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 256 Episodes
Comments
Lina Maulina
klo emng ga layak knp hrs maksa Jihan nikah , keluarga g bs menerima krngn y gini nh,
2022-11-03
2
Esti Trianawati
ortu macam apa mereka gak ngerawat, gak didik tp nuntut.... gak adil... benci sm keluarga sok suci.
2022-05-29
2
Siti Nahwa
kasihan jihan
2022-05-21
2