Di kediaman Al Rasyid.
"Apa Jihan tidak datang?" Tanya Bunda pada suaminya. "Tidak tau Bun. Ayah sudah coba hubungi tapi tidak di angkat." Jawabnya semakin membuat bunda khawatir. Ini adalah acara pengajian sebelum Jena menikah. Bunda sangat berharap anak bungsunya itu bisa bergabung. Namun apa daya jika Jihan tidak datang. Mereka hanya bisa diam menerima keadaan.
Dua orang dengan usia yang sama tengah mengobrol berdua setelah berbincang dengan keluarga lain. "Ternyata kamu calon suami jena." Ia tak menyangka sahabatnya semasa SMA dulu akan menjadi suami Jena. Mereka hilang kontak karena Amir yang berkuliah di Kairo seperti saran abahnya. "Aku dengar kamu dijodohkan dengan adik Jena ya. Tapi aku belum pernah bertemu seperti apa orangnya. Dia ada disini kah?" Tanyanya sembari mengamati sekitar. "Tidak. Dia tidak hadir." Jawab Riza membuat Amir mengangguk. Amir tidak bertanya lebih dalam. Ia cukup tau hubungan keluarga ini dengan anak bungsunya.
Di sisi lain seorang gadis sedang berada di meja bar. "Sedang ada masalah ya?" Tanya bartender wanita sembari duduk di kursi samping Jihan. Gadis itu hanya mengangguk lemah sambil tersenyum kecut. "Aku juga banyak masalah." Ucapnya memperlihatkan wajah datar. "Aku dihamili orang dan dia pergi begitu saja meninggalkan aku dan putriku. Kita dulu teman kuliah. Namun si brengsek itu mengambil kesucianku ketika sedang mengerjakan tugas observasi di puncak. Aku diusir keluarga. Dan akhirnya bekerja seperti ini untuk memenuhi kebutuhan hidup." Curhatnya. "Aku malah di buang sejak kecil." Sahut Jihan sambil terkekeh. "Aku di titipkan pada nenekku sejak bayi karena orang tuaku sibuk mengurusi kakakku yang sakit." Jihan tersenyum miris mengingat nasibnya. "Tidak ada alasan bagi sebuah keluarga membuang yang lain untuk kepentingan lainnya. Hingga aku koma dalam kecelakaan hebat pun tidak ada satu dari mereka yang datang." Lanjut Jihan sembari menyesap minumannya. "Kau lebih parah ternyata." Gumam wanita itu.
Meta memutuskan untuk membawa Jihan pulang karena tidak tau alamatnya. Wanita itu memapah tubuh Jihan dengan susah payah dan membawanya ke kamar. "Ma. Dia siapa?" Tanya seorang gadis kecil. "Kamu belum tidur? Kan sudah Mama bilang jangan menunggu. Ini teman Mama." Jawabnya sembari membuka jaket dan sepatu Jihan kemudian menyelimuti tubuh gadis itu.
Pagi Hari.
Jihan mengerjapkan mata karena terganggu sinar matahari yang masuk melalui celah jendela. "Pusing sekali." Gumam gadis itu sembari memijit pelipisnya. Jihan mengamati sekitar. Ruangan yang begitu asing baginya. Ia bangkit dari ranjang kemudian bergegas keluar.
Jihan mengikuti arah suara celotehan dua orang. Ia bernapas lega karena wanita yang semalam mengobrol dengannya lah yang membawa pulang. "Sudah bangun? Aku tidak tau alamatmu jadi aku bawa pulang. Kalau sedang mabuk kau sangat menyebalkan." Keluhnya karena Jihan terus mengigau. "Hehe maaf." jawabnya sambil menggaruk tengkuk. "Mari makan." Ajaknya lalu Jihan mengangguk. "Dia putrimu?" Tanyanya. "Iya. Umurnya empat tahun." Jawab meta sembari menyiapkan makanan untuk Jihan dan putrinya. "Namamu siapa gadis kecil?" Tanya Jihan sembari berjongkok di depan kursi membuat Meta tersenyum. "Talita." Jawabnya pelan. "Jangan takut. Kakak tidak mengigit. Kita berteman ok." Jihan mengacungkan jari kelingkingnya. "Ok."Jawab gadis kecil itu tersenyum sembari mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Jihan.
"Maaf menunya sederhana." Kata Meta hanya menyajikan nasi goreng dan telur ceplok. "Ini enak. Kadang aku cuman makan nasi dengan tahu." Jawabnya sembari memasukkan sesuap nasi ke dalam mulut. Meta menyipitkan matanya. Dilihat dari penampilan gadis itu pasti orang kaya. Semua barang yang dipakainya mahal dan belum lagi motor sport hitam yang masih terparkir di ruang tamu rumah. Itu harganya fantastis. Bukan orang kaya tapi Meta juga tau apa yang dipakai kelas jetset seperti para pengusaha yang sering berkunjung ke club.
"Lain kali aku akan jemput kalian. Gantian kalian yang menginap di rumahku." Kata Jihan sembari menurunkan Lita dari gendongannya karena akan segera pulang. Ia meraih dompet dari saku jaket kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan. "Pegang ini. Ajak mama untuk beli nugget karena telur ceplok ya keasinan. Kakak bisa darah tinggi jika berkunjung harus makan telur asin lagi." Jihan terkekeh lalu memberikan uang itu pada Lita. "Kakak." lirihnya. "Heh..Tidak perlu. Aku akan membelikannya." Tolak Meta hendak mengembalikan namun langsung mendapat tatapan tajam. "Aku yang ingin membelikannya. Terimalah. Itung itung sebagai patungan ongkos taksi semalam." Jawabnya melantur. "Terimakasih." Jawabnya tersenyum. "Terimakasih Kak." Gadis itu memeluk kaki Jihan. "hm. Sama sama. Aku pergi dulu." Jihan mengeluarkan motor dari rumah. Gadis itu membuka kaca helmnya menatap mereka yang masih berdiri di samping. "Lain kali aku akan menginap disini. Tapi cuci sarung yang kau buat untuk menyelimutiku. Bau debu tau." Katanya sambil terkekeh. "Dasar." ucap Meta tersenyum mengamati kepergian Jihan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 256 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Cerita mu bagus Thor..Tapi saran ku,kalimat atau ucapan atau kata2 peran yg satu dgn peran yg lainnya jangan di sambung2 kan,Harusnya di pisah kan..maaf ya utk kedepannya bisa di perbaiki lagi..🙏🙏🙏😄😄
2024-04-20
0
Qaisaa Nazarudin
Kasian banget Jihan..Jadi aku dukung sikap Jihan ke keluarganya, Keluarga yg KEJAM,Percuma sembahyang nungging2 punya pansantren,Tapi kelakuan minus semua..Kesel aku..😠😠
2024-04-20
0
Markoneng
karakter Jihan bener2 unik 👍
2022-05-18
4