Malam Hari.
Seorang gadis cantik baru saja turun dari pesawat. Ia melangkahkan kaki jenjangnya sembari menyeret koper memasuki taksi yang sedang berjejer. "Tujuan mana Mbak?" Tanya pria paruh baya itu sembari mengamati wajah Jihan dari spion tengah mobil. "Apartemen A." Jawabnya langsung mendapat anggukan.
Jihan merebahkan tubuh di ranjang king sizenya setelah membersihkan diri. Gadis itu sudah mengenakan piyama hendak tidur karena begitu lelah. "Huft..." Hembusan nafas kasar keluar dari mulut mungilnya. Kehilangan sosok Nenek membuat Ia larut dalam kesedihan. Butuh waktu yang tidak sebentar untuknya menerima keadaan.
Pagi hari.
Sebuah keluarga sedang melangsungkan sarapan bersama. Seorang pemuda menyampaikan laporan pada Ayahnya jika sang adik kini sudah berada di kota yang sama setelah berada di Bali beberapa hari. "Kamu tau darimana? Ayah belum dapat laporan." Tanya pria itu kemudian mengangguk setelah mendapat penjelasan. Bunda sangat gembira mendengar kepulangan anak bungsunya. "Alamatnya dimana? Ayo jemput Jihan." Kata wanita itu semangat membuat mereka tersenyum. "Nanti siang setelah pulang dari kantor kita kesana Bun." Jawab Jaafar sembari tersenyum.
Bunda merasa kesepian di rumah sendiri. Suami dan putranya pergi bekerja sementara Jena sedang sibuk mengurusi pernikahannya. Anak tengahnya dilamar mantan gurunya dulu saat masih SMA. Seorang anak dari pemilik pondok pesantren di luar kota. Wanita berjilbab itu meraih ponselnya. Ia mencoba menghubungi Jihan namun hasilnya selalu sama. Tidak diangkat. "Bunda merindukanmu Sayang." Ucapnya sembari meneteskan mata.
Di sisi lain seorang gadis tengah duduk sembari menikmati kopinya setelah cukup lama berlari mengelilingi taman. Keringat yang mengalir di dahinya membuat Jihan semakin cantik. Rambut coklat dan kulit putih gadis itu menjadi daya tarik tersendiri bagi orang orang.
"Om. Dompetnya jatuh." Jihan berdiri. "Om." Panggilnya yang kesekian kali membuat laki laki itu akhirnya berhenti. "Cantik." Gumamnya menatap gadis di depannya dengan lekat. "Eh... astaghfirullah." Ia beristigfar beberapa kali dalam hati kemudian mengalihkan pandangannya. "Terimakasih Nona." Jawab Laki laki itu sembari tersenyum menerima dompetnya. "Hm.." Jihan membalikkan tubuh hendak beranjak. "Nama Nona siapa?" Tanyanya namun Jihan tidak menjawab dan bergegas pergi.
Jihan tidak berada di apartemennya. Padahal mereka sudah menunggu lama namun Gadis itu tak kunjung kembali. Dalam perjalanan pulang Bunda selalu menghubungi anak bungsunya. "Diangkat." Wanita itu tampak senang setelah berusaha berulang kali. "Assalamualaikum Dek." Sapa Bunda. "Ada apa?" Tanya gadis di sebrang sana seperti biasa dan tidak menjawab salam. Bunda menanyakan kabar dan berbicara panjang lebar karena tidak dikabari tentang kepulangan Jihan. "Pulanglah ke rumah nak." Ayah yang berada di depan menyahuti. Jihan langsung menolak dengan cepat dari sebrang sana. "Datanglah untuk makan malam Dek." Kata Jena yang sedaritadi diam. "Akan aku pikirkan." Jawabnya lalu panggilan terputus begitu saja.
Malam hari.
Sebuah motor sport hitam memasuki rumah mewah. Seorang gadis cantik turun sembari membuka helmnya. "Silahkan masuk Nona." Kata seorang penjaga mempersilahkan. Jihan tersenyum kemudian masuk ke dalam. "Dek." Mereka langsung berhambur memeluk gadis itu. Riza menatap gadis yang sekarang sedang di kerubungi keluarganya. Wajah cantiknya begitu familiar. Ya. Gadis itu yang menemukan dompetnya tadi pagi. Namun sepertinya tidak lagi mengenali Riza. Penampilan gadis itu membuat Riza beristighfar. Ia baru menyadari memang yang dikatakan Bunda benar. Ia berbeda dengan kedua kakaknya. Yang ini sedikit....urakan bisa dibilang. Bagaimana tidak. Anak dari keluarga pemilik pondok pesantren tercermin dari anak pertama dan keduanya yang selalu berpakaian selayaknya muslim yang menutup aurat. Sementara Jihan. Gadis itu memakai sepatu sport, celana jeans robek robek, kaos dan jaket.
Jihan hanya diam menatap makanannya. Ia begitu malas mendengarkan Ayahnya yang sedaritadi membahas Riza. Laki laki alim yang duduk tepat di depannya. "Ayo dimakan sayang. Bunda yang buat khusus untuk kamu." Kata Wanita itu menaruh tumis udang ke piring anaknya. "Aku alergi udang." Jawab Jihan membuat Bunda terdiam. Hal sepele seperti ini saja Ia tidak tau. Tanpa harus di jelaskan pun orang akan mengerti bagaimana hubungan mereka. "Sudah. Aku pergi dulu." Katanya berdiri dari duduk dan melangkah pergi. "Tidak bisakah kamu tinggal disini dek? Setidaknya agar Bunda tidak selalu menangis karena merindukanmu." Ucap Jena membuat gadis itu menghentikan langkah. "Apakah ini adil untukku? Kalian yang membuangku dan kini memintaku bertanggung jawab untuk tangis yang tidak aku perbuat." Ucapnya tanpa menoleh kemudian melanjutkan langkah. Ayah menghela napas. Setiap pertemuan dengan putrinya tidak pernah berlangsung dengan baik. Pria itu menatap Riza yang sedaritadi diam dengan pikirannya. "Riza. Kamu sudah melihat bagaimana Jihan. Kamu bisa mundur dari perjodohan ini jika keberatan." Kata Ayah namun dengan cepat Riza menggeleng. "Perjodohan itu akan tetap berlangsung Om. Riza tidak keberatan." Katanya bersungguh sungguh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 256 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Jangan salahkan Jihan dengan penampilan dan juga sikapnya,Nenar kata Jihan dia anak TERBUANG yg tdk pernah di didik oleh ortunya,Jihan membesar di Luar negeri,di Negara bebas,Jadi yah begitu..
2024-04-20
0
Qaisaa Nazarudin
Ntar jangan Nangis lagi kalo kadatangan kalian di harapkan oleh Jihan..
2024-04-20
0
Siti Nahwa
jihan tomboy pasti dia akan berubah
2022-05-21
1