Jihan menghampiri keluarganya menggunakan celana super pendek dan jaket dengan tangan yang sudah di bebal oleh hand wrap menandakan Ia akan pergi berlatih. "Astaghfirullah." Ucap Riza dan Amir memalingkan pandangan. Sudah seminggu menjadi menantu kelurga Al Rasyid dan ini adalah pertama kalinya bagi Amir bertemu Sang adik ipar. Benar yang dikatakan sang mertua. Penampilan Jihan agak lain.
"Ada apa? Pelatihku sudah menunggu." ucapnya dengan kesal sembari duduk terpisah seperti biasa. "Dek. Kamu mau..." Ucap Jena tak diteruskan karena langsung di potong adiknya. "Cepatlah. Waktu kalian hanya lima menit untuk bicara." Katanya dengan tegas. "Ini surat wasiat dari Nenek." Kata Ayah mendorong pelan amplop coklat hingga sampai depan putrinya. Jihan meraihnya dengan kasar dan segera membaca. Ini memang mirip tulisan neneknya. Namun wanita tua itu tidak pernah mengatakan hal ini sebelumnya. "Ada yang janggal." Ucap Jihan melipat kembali kertas itu. "Jika ini benar dari Nenek. Kenapa dia tidak pernah bilang padaku. Setauku jika ada apa apa Nenek akan bicara dulu padaku." Jihan menatap Ayahnya penuh selidik. "Beliau tidak mengatakannya karena menunggu waktu yang tepat. Dan belum sempat dia sudah berpulang." Kata Ayah menjelaskan. "Kalian orang yang lebih paham agama daripada Aku. Aku harap tidak ada kebohongan disini. Kalian cukup tau bukan ganjaran seorang pembohong itu seperti apa." Kata Jihan bergegas pergi sembari membawa suratnya.
"Yah. Kita sudah membohonginya." Ucap Bunda merasa bersalah. "Ini demi kebaikannya Bun. Ayah Ingin ada yang membimbing putri kita ke jalan yang benar." Jawab pria itu sembari mengelus punggung tangan istrinya untuk menenangkan.
Pelatih Jihan sampai kuwalahan dengan pukulan gadis itu. "Sedang ada masalah?" Tanyanya merasakan setiap tendangan dan pukulan dari muridnya itu mengandung emosi. "Berhentilah dulu. Jangan seperti ini. Pelatihmu ini sudah tua dan pensiun. Jika terus kau lanjutkan yang ada aku tumbang." Kata pria itu membuat Jihan berhenti sembari mengatur napasnya yang memburu.
"Thanks." Ucapnya menerima minuman dingin. Ia sudah menghabiskan dua botol air mineral dan ditambah satu kaleng minuman bersoda. "Kamu bisa melaluinya. Kamu gadis hebat." Ucap pria itu memberi semangat sembari mengusap kepala Jihan. Pria berusia setengah abad lebih itu sudah Jihan anggap seperti Ayahnya sendiri begitupun sebaliknya. Pelatih Jihan juga menganggap Jihan seperti anaknya untuk menggantikan anak anak yang sudah hidup bahagia di negeri orang.
Malam Hari.
Jihan meneguk minumannya dengan perlahan hingga lolos membasahi tenggorokannya. Pikiran Gadis itu sedang kacau saat ini. Ingin rasanya Ia bertemu dengan sang Nenek dan menanyakan perihal surat wasiat itu. Namun apa boleh buat. Wanita paruh baya yang selama ini menjadi sandarannya telah berpulang. Jihan tak melanjutkan. Ia tak mau mabuk dan membuat onar di tempat ini seperti beberapa hari yang lalu.
Pukul 1 malam Jihan baru sampai di apartemennya. Ia langsung menuju dapur untuk mengambil minuman kaleng kemudian duduk di sofa sembari menikmati pemandangan malam kota dari ketinggian. Andai saja semuanya baik baik saja Ia tak akan seperti ini. Semuanya merupakan pelampiasan atas kekecewaan dan kesendirian dalam menghadapi kerasnya hidup. Hanya Neneknya lah yang menjadi saksi jatuh bangunnya dalam merintis sebuah usaha. Dulu saat Jihan mengurusi perkebunan Neneknya banyak yang mencibir karena Ia seorang gadis yang minim pengalaman. Para pengusaha tidak mau bekerjasama hingga Ia harus mati matian mencari rekan yang membantunya. Beruntung seorang kakek tua bernama Jason memberinya kesempatan. Pria yang sudah mendahului Ia dan Neneknya itu mempercayai Jihan untuk memasok kebutuhan industrinya. Berawal dari itulah usahanya mulai di percaya dan hingga kini berkembang pesat. Gadis itu menghela napas setelah beberapa saat hanyut dalam pikiran kemudian beranjak pergi ke kamarnya.
"Apakah aku harus menikah dengannya?" Tanya Jihan sembari menatap langit langit kamar. Ia bingung dengan langkah apa yang harus di ambil. Di satu sisi Ia ingin menjalankan wasiat neneknya. Namun di sisi lain Ia juga tak yakin.
Masih di bawah langit yang sama. Seorang laki laki sedang menengadahkan tangan meminta pada sang pencipta untuk di permudahkan jalannya. Dalam sholat malamnya Ia selalu meminta petunjuk. Diusianya yang sudah tiga puluh Ia ingin segera berkeluarga. Selain itu sunah untuk menyempurnakan agamanya Ia juga khawatir akan dosa jika terlalu lama membujang. "astagfirullah." Ucap Riza ketika Wajah cantik itu muncul di pikirannya. Ia terus beristigfar berkali kali sembari melipat sajadahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 256 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Wkwkwkkwwk kaget kan kamu Riza...🤣🤣🤣 ngakak aku,langsung nyembur air yg aku minum,😂😂😂 Itulah cara Jihan memberontak..👏👏👏👍👍👍
2024-04-20
0
ThvDee
tenang za, jodohmu sudah diatur sama author
2022-10-06
1
Siti Nahwa
riza yang sabar kamu pasti jodohxlanjut thor
2022-05-21
1