Jihan menatap bangunan di depannya. Ini adalah tempat yang Ia beli dengan susah payah untuk membuka cafe dan restoran. Letaknya yang strategis dekat dengan kampus dan perkantoran membuat Ia harus bernegosiasi tantang harga yang berlangsung cukup lama. Gadis cantik itu masuk ke dalam setelah memarkirkan motornya. Semua barang keperluan masih terbungkus rapi dan dia harus mengerjakannya sendiri untuk menatanya.
Jihan dengan cekatan menyapu dan mengepel seluruh bagian hingga bersih. Bukan waktu yang singkat. Ia membutuhkan sekitar dua jam untuk melakukan dua kegiatan itu. Selesai dengan urusan lantai, Gadis itu beralih membuka bungkusan meja dan kursi lalu menatanya hingga rapi. Hal yang sama juga Ia lakukan pada ruangan VIP di lantai atas yang Ia sediakan untuk ruang privat jika pengunjungnya inginkan.
"Lelah." Gadis itu membanting tubuhnya di sofa setelah menyelesaikan semua pekerjaan. Ia sudah terbiasa seperti ini. Dulu saat tinggal dengan neneknya Ia bekerja part time sembari kuliah dan membantu sang Nenek mengurus beberapa bisnis termasuk bisnis kayu di perkebunan. Memang keluarganya mengirimi uang. Namun sang Jihan dan Neneknya selalu mengembalikan. Mungkin wanita tua itu juga sepemikiran dengan cucunya.
"Nona." Panggil tiga orang gadis membuat Jihan mendongak. "Ya." Jawabnya sembari menegapkan duduk. "Kami melihat brosur dan ingin melamar bekerja disini." Jihan tersenyum kemudian mempersilahkan mereka untuk duduk. Ia mengecek profil ketiganya dan mengangguk ketika membaca identitas mereka. "Baiklah. Kalian di terima." Putusnya tanpa berpikir panjang. Mereka tampak senang dan tak berhenti berterimakasih. "Jika ada teman kalian yang laki laki. Bisa bergabung. Aku masih membutuhkan beberapa." Kata Jihan dan mereka mengangguk.
Jihan menajamkan penglihatannya ketika selesai mengunci pintu. Ia curiga dengan mobil yang sedaritadi parkir di depan tempatnya. Gadis itu berjalan mendekat membuat seorang yang berada di dalam panik. Belum sempat menyalakan mesin. Tiba tiba sebuah ketukan kencang di kaca mobilnya mau tak mau membuatnya turun.
Rumah keluarga Al Rasyid.
Jena sedang menjelaskan pada keluarganya jika persiapan pernikahan sudah hampir selesai. Gadis itu tampak senang setiap kali membahas tentang hari bahagianya yang sebentar lagi akan tiba. Namun Ia berhenti sejenak. Senyuman luntur seketika tatkala mengingat adik perempuannya. Jena tak yakin nanti Jihan akan hadir. "Jangan khawatir. Nanti Bunda akan bicara dengannya." Kata wanita itu sembari menggenggam tangan anaknya. Jena memaksakan senyum meskipun tak yakin. Bukan bermaksud untuk berburuk sangka. Namun semua yang membujuk Jihan akan sia sia kecuali Nenek mereka yang kini telah berpulang. "Jihan membuka restoran." Kata Ayah mengalihkan topik pembicaraan. Bunda tidak berekspresi. Wanita itu hanyut dalam pemikirannya sendiri karena Jihan tak mau menerima sepeserpun uang dari keluarga. Air matanya menetes ketika mengingat gadis itu harus bekerja keras di sela kegiatan kuliahnya. "Sudah Bun." Kata Ayah mencoba menenangkan Sang Istri.
Pintu ruang keluarga tempat mereka berbincang terbuka lebar. Sosok gadis tengah memaksa seorang laki laki masuk ke dalam. "Adek. Ada apa?" Tanya Bunda melihat kedatangan putrinya. "Berhentilah memata mataiku." Katanya dengan dingin lalu mendorong tubuh laki laki itu mendekat pada tuannya. "Pak. Saya....." Katanya terbatas bata. "Sudah. Kau boleh pergi." Sahut Ayah membuat laki laki itu langsung keluar. Ini bukan pertama kalinya bagi Jihan memergoki orang suruhan keluarganya. Ia sudah memperingati beberapa kali dan diabaikan membuatnya marah. "Dek. Ini bukan seperti yang kamu pikirkan. Kami hanya ingin tau kegiatan kamu dan agar kamu aman saja." Pria itu mencoba menjelaskan. "Apapun alasannya aku tidak suka. Biarlah hidup kita masing masing seperti biasa." Jawab Jihan membuat hati mereka tertohok. "Kita kelurga Dek. Tidak mungkin itu terjadi. Kita harus bersama sama." Jaafar berkata sangat lembut untuk menuturi si bungsu. "Keluarga mana yang membuang satu anggotanya untuk kepentingan anggota yang lain? Aku tidak pernah mendengar itu. Kecuali...." Ia menjeda kalimatnya lalu berbalik menatap mereka satu persatu. "Keluarga ini." Lanjutnya lalu melangkah pergi.
Di sisi lain seorang pemuda baru saja selesai sholat. Ia mendudukkan diri di kursi sembari membaca kembali surat wasiat dari sang Ayah. "Riza telah bertemu dengannya Yah." Gumamnya sembari menyandarkan punggung dengan nyaman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 256 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Oh mata mata,Ku pikir Riza..
Apa kata mereka tadi?.Utk kebaikan Jihan? wkwkwk aku g tau harus menangis atau ketawa,Melihat penampilan Jihan aja kita udah tau,Jihan itu bukan vewek yh MANJA dan LEMAH,Apa mereka LUPA kalo selama ini JIHAN HIDUP TANPA SENDIRI TANPA MEREKA,TOH DIA BAIK2 SAJA..CKK KELUARGA CAPERR 🙄🙄😏😏
2024-04-20
0
Qaisaa Nazarudin
Kalo aku jadi Jihan juga akan melakukan hal yg sama..
2024-04-20
0
Qaisaa Nazarudin
Pastinya Riza kan..😂
2024-04-20
0