~ Dari masakan turun ke perut, lalu naik ke hati (Avelia) ~
"Maafin Ave ya, Pak! Baju Bapak jadi kotor," mohon Ave dengan airmata masih menggenang dan hidung berair saat menatap kemeja Zaid yang basah. Gadis itu bahkan sempat mengusap ingusnya di situ.
Tapi Zaid hanya menatapnya tanpa kata, sebelum menarik tangan Ave untuk mengajaknya kembali ke mobilnya. Zaid mengambil kemeja lain yang tergantung di belakang mobil. Ia memang selalu menyiapkan pakaian lain di mobil. Berjaga-jaga jika ada meeting mendadak yang penting untuk dihadiri dengan pakaian yang pantas. Sebelum ke toilet, Zaid memberi isyarat Ave untuk masuk. Dengan patuh, gadis itu masuk. Zaid mengambil kotak tisu dan meletakkannya di atas pangkuan Ave, sebelum menutup pintu mobil.
Saat menunggu Zaid, telepon Ave berbunyi. Layar ponsel menampilkan wajah Elang. Bergegas Ave menjawabnya. Tak lama terlihat mobil Elang berbelok ke tempat parkir, mendekati mobil Zaid. Elang memberikan dua kotak makan sebelum kembali pergi. Sesuai keinginan Ave, Elang akan mengantar makanan ke kantor untuk teman-temannya.
Tapi saat bertemu pandang dengan Ave yang keluar dari dalam mobil, kening Elang berkernyit, "Kamu kenapa, Dek? Habis nangis? Diapakan sama bosmu? Dimarahi?" tanyanya kuatir.
Ave menggeleng. Bibirnya mencebik. Secara singkat diceritakan apa yang barusan terjadi termasuk bagian Zaid yang mencegahnya, tapi tidak menceritakan kalau sebelumnya ia sempat bertengkar dengan Zaid.
Elang menghela napas. "Kalo Mas Ajie tahu, kamu bisa dimarahi, Ve. Hati-hati sedikit!"
Ave mengangguk lesu.
"Sudah, sudah. Makanlah bersama bossmu ya. Anggap aja yang tadi itu gak pernah terjadi. Mas harus pergi. Hampir jam makan siang. Kasian teman-temanmu nanti kelaparan. Sampai ketemu nanti sore ya," ujar Elang sambil menepuk pundak Ave dua kali.
Dari kejauhan, sekali lagi Zaid melihat pemuda lain bersama Ave yang sedang memegang sesuatu berbentuk kotak. Pemuda itu meninggalkan Ave setelah menepuk pundak gadis itu dan kembali naik ke mobilnya sendiri. Postur tubuhnya sama persis dengan pria berhelm malam itu. Mungkinkah itu orang yang sama?
Mendadak ada rasa panas menggelegak di hati Zaid. Tapi ia berusaha tetap memasang muka datarnya. Ave yang berpaling tak sengaja melihatnya, senyum gadis itu merekah meski sisa-sisa airmata masih jelas terlihat di wajahnya.
"Apa itu?" Tak tahan juga Zaid bertanya saat mendekat.
Ave tersenyum. "Makan siang khusus buat Bapak. Dari Ave."
Mendengar kata 'khusus', hati Zaid bergetar sedikit. Gadis ini begitu perhatian. Sebelum diperintah, ia bahkan menyediakan makan siangnya.
"Khusus? Maksudmu? Kamu memangnya bisa masak?" tanya Zaid menyembunyikan perasaannya. Ia memasukkan tangannya ke kantung celana, mengamati kotak makan di tangan Ave.
"Bapak gak percaya kalo Ave bisa masak?" tanya Ave balik. Zaid mengangkat bahu.
"Udah ah, gak penting itu. Pokoknya Ave pengen nraktir makanan spesial buat Bapak. Kita makan di mana? Di mobil aja atau... "
Zaid menunjuk ke arah gedung. "Di studio aja. Di situ ada ruang meeting. Kita makan di situ."
Ave mengangguk-angguk dan mereka berjalan beriringan kembali ke studio. Ave berjalan lebih dulu, namun tiba-tiba Zaid mengambil kedua kotak makan di tangan gadis itu dan membawanya dengan enteng. Kaki Ave otomatis berhenti, tercengang melihat sikap Zaid sebelum ia berjalan lebih cepat menyusul langkah lebar Zaid sambil tersenyum senang.
Karena tak ingin dilihat para staf yang tadi pasti ikut menyaksikan pertengkaran mereka dan yang paling penting, ia sedang tak ingin bertemu Maya, Zaid memilih menggunakan jalan lain menuju ruang meeting. Tak banyak tanya, Ave mengikuti langkahnya.
Sampai di dalam ruangan, Zaid hanya diam memperhatikan Ave yang menghidangkan makan siang. Masih dalam keheningan, mereka makan siang bersama.
"Kamu pesan di mana ini, Ve?" tanya Zaid. Dari sekian banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan pada Ave yang hanya diam tertunduk sambil makan, akhirnya itu yang terpikir oleh Zaid ketika lidahnya merasakan kelezatan makanan di depannya.
Ave ingin menjawab pertanyaan itu dengan jujur. Tapi setelah semua yang terjadi, ia tahu Zaid takkan percaya. Zaid hanya mempercayai apa yang ingin ia percayai.
"Enak ya, Pak?" tanya Ave balik. Ia memilih untuk tidak mengatakan yang sesungguhnya, tapi juga tak berbohong.
Zaid mengangguk. "Lain kali kamu beli makan siang saya dari sini aja. Enak!"
Sebenarnya bukan itu penyebab utamanya. Zaid penasaran pada pria yang selalu muncul di dekat Ave. Di apartemen, bahkan kini di tempat kerjanya. Seseorang itu pasti berhubungan dengan makanan ini, karena tadi jelas-jelas pemuda itu yang mengantarkannya untuk Ave.
"Tapi ini terakhir kali Ave sediain buat Bapak," kata Ave pelan.
"Kenapa begitu?" Kedua alis tebal Zaid tampak menyatu.
Ave mengangkat bahu. Lalu memainkan sendoknya. "Kan kata orang, makanan bisa bikin orang jatuh cinta. Maaf, Pak. Ave kan udah janji akan nurutin Bapak."
"Ve, saya bilang lain kali kamu beli makan siang saya dari tempat kamu pesan makanan ini. Kamu turuti yang itu," ujar Zaid dengan nada lebih tegas. Mengulang kembali permintaannya.
"Nanti kalo Bapak jatuh cinta beneran sama Ave gimana?" tanya Ave.
"Itu urusan saya."
"Nanti Bapak marah sama Ave lagi kayak tadi," tambah Ave.
Bersandar di kursinya, Zaid menatap Ave. "Ve, saya tadi marah karena saya kira kamu yang bilang ke Maya kalo kamu itu pacar saya. Itu yang saya gak suka. Saya gak mau hubungan kerja dicampur dengan urusan pribadi."
"Ave gak ngerti."
Tangan Zaid mengibas di depan wajahnya. "Sudahlah, kalo kamu gak ngerti. Kalopun saya mau jadi pacar kamu, saya akan pecat kamu dulu. Saya gak mau pacar saya kerja di kantor yang sama dengan saya."
"Iiih, kenapa harus dipecat? Memangnya salah Ave apa kalo Bapak yang mau jadi pacar Ave?" sungut Ave. Wajahnya berkernyit tak setuju.
"Pacaran di kantor itu akan membuat pekerjaan jadi gak profesional, Ve. Belum lagi ngadepin pandangan staf lain."
Tak mau kalah, Ave berujar lagi. "Loh apa urusannya sama staf lain? Eh tapi Ave janji gak bakal jatuh cinta kok sama Bapak. Jangan kuatir! Cuma ya Bapak jangan marah kalo Ave suka becanda ngerayuin Bapak. Pleasee... Ave susah ngubah yang satu itu."
"Itu kebiasaan? Siapa aja yang udah kamu rayu kayak gitu?" Raut wajah Zaid berubah. Ia tampak sangat serius.
Ave tersenyum penuh arti. "Baru... mmm, ada deh! Tapi semuanya udah tau kalo Ave cuma becanda."
"Benarkah?" tanya Zaid tak percaya.
Ave mengangguk. "Ave itu sebenarnya susah banget cinta sama orang, Pak."
"Kenapa?"
Sambil menghela napas, Ave menjawab perlahan. "Ngapain cinta sama orang kalo ujung-ujungnya pasti ditolak atau pasti ditinggalin? Mending gini aja. Sendirian. Gak ada beban. Gak ada yang bikin sedih."
"Memangnya kamu pernah jatuh cinta?" tanya Zaid cepat. Terlalu cepat hingga ia menyesal melakukannya. Zaid tak ingin Ave tahu apa yang ia pikirkan.
Ave mengangguk. Matanya tampak sedih. Melihat itu, dada Zaid seperti ada yang menusuk.
"Dengan siapa?" selidik Zaid sambil berusaha untuk tidak terlihat terlalu mencolok. Jantungnya sedikit berdebar menunggu jawaban Ave.
"Tom Holland, Ji Chang Wook! Malah yang ninggalin nikah juga ada. Song Joong Ki."
Sekali lagi kening Zaid berkernyit. "Itu siapa? Orang Korea ya?"
Ganti mata Ave tercengang. "Bapak gak kenal? Astaghfirullahaladzim. Bapak hidup di zaman apa sih?"
"Maksudmu?"
"Ini Ave lagi becanda, Bapak! Itu aktor semua. Yang maen Spiderman, yang maen K2, yang maen DOTS dan nikah sama lawan mainnya. Bapak gak tau?" tanya Ave dengan senyum dikulum.
Zaid terdiam. Menatap Ave bingung setelah mendengar kata-katanya barusan.
"Oooh, ya Allah. Welcome to the Dunia Lain, Ave. Ha ha ha ha!"
"Kamu tuh yang becandanya aneh. Gak lucu!" Bibir Zaid membentuk garis lurus. Mulai menggelap.
"Gak lucu karena becandanya sama Bapak yang super gak lucu!" Tapi Ave tak peduli.
Merasa kalah, Zaid menunjuk kotak makan Ave. "Sudah, sudah. Makan cepat. Buruan! Kita harus kembali ke kantor."
"Jadi kesimpulannya apa?" tanya Ave lagi. Ia sudah kenyang. Kenyang melihat wajah tampan pemalu di depannya.
"Kesimpulan apa lagi?"
"Kesimpulannya Ave masih boleh becanda ngerayu Bapak atau enggak?"
Zaid menatap Ave yang masih tersenyum. "Kamu ini... mikirin yang gak guna gitu terus. Pikirin itu proposal yang belum kamu buat juga sampe sekarang. Mana coba?"
"Cuiih, Bapak. Kalo kalah debat aja, langsung ke proposal. Iya ini juga lagi proses mikir idenya. Lagi dihalusin." Ave berdiri, mengumpulkan kotak-kotak makan yang sudah kosong dan membersihkan ruang meeting.
Zaid berjalan ke pintu. "Saya tunggu kamu di mobil."
Ave hanya mengangguk, sambil terus melanjutkan membersihkan meja. Gadis itu tersenyum-senyum sendiri tanpa menyadari tatapan Zaid sesaat sebelum keluar.
Zaid tahu, ia sudah tak lagi bisa mengendalikan perasaannya sendiri. Ia sudah termakan rayuan Ave. Padahal Ave hanya menganggapnya sebagai candaan biasa. Sekarang, ia harus bisa menjadi seperti biasa, seorang Zaid yang profesional.
Tapi ketika mempercepat langkahnya, Zaid justru makin tak yakin.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
ein
🥰
2022-03-12
0
fidivrotary
oh mas zaid...falling in love deh gue🤭🤭🥰🥰🥰
2022-01-22
1
Dessy Rahayu
keasikan baca pada lupa komen😁😁😁
2021-12-16
1