~ Saat para putri merencanakan sesuatu... ~
Di cafe lobby apartemen milik Jaya, berkumpullah empat orang perempuan cantik. Lily, Tiara, Natasha dan Avelia.
Lily menggeleng-geleng tak percaya. "Lu berani banget sih, Ve! Udah tau Papa tuh keras. Makin lu lawan, makin keras. Kenapa gak ngomong ke gue atau Mas Ajie dulu? Kami bisa bantuin."
Ave tersenyum masam. "Percuma, Kakak ipar gue sayang. Mas Ajie juga mana berani kalo itu udah diputuskan Papa."
"Iya sih, tapi kan harusnya sebelum itu lu ngomong ke Mas atau gue. Gak gini deh kalo gue tahu," ujar Lily, sambil tersenyum dan mengelus perutnya. "Yang satu ini bisa memuluskan permintaan apapun yang gue inginkan."
Ave menggeleng-geleng. "Gaklah, Kak. Gue gak berani gunain ponakan gitu. Lahir aja belom. Buat gue itu yang penting restunya Papa. Biar bagaimanapun, Papa juga penting banget buat gue."
"Hasilnya?" Kali ini Natty yang menyahut. "Lu kejebak sendiri kan? Terus gimana? Lu pikir ngumpulin duit 50 juta itu gampang."
Dua kepala lain ikut mengangguk setuju dengan pernyataan Natty, Tiar yang sedang sibuk menyelamatkan keranjang kentang gorengnya dan Lily yang sibuk mengambil kentang goreng Tiar setelah menghabiskan pesanannya sendiri dan Ave.
"Gue kalo gak nikah sama kakak lu, sampe kiamat juga uang segitu gak terkumpul. Apalagi sekarang," kata Lily santai. Tangannya lagi-lagi terulur, ingin menjangkau kentang di piring yang dipegang Tiar.
Tiar mendelik saat sekali lagi Lily kembali berhasil mengambil kentang. "Iiih, itu sebabnya lo pelit banget. Ketularan sama mertua dan suami ya? Dari tadi nyolong kentang gue aja!"
"Apaan sih? Kentang doang!" sahut Lily kesal. Juga sambil melotot.
"Lo hamil apa sih? Mabok kagak, rakus iye!" sungut Tiar sambil menjauhkan kentang gorengnya dari jangkauan Lily.
"Jangan jahat-jahat sama ibu hamil, Yar! Entar lo gak hamil-hamil," kata Natty sambil tertawa.
Wajah Tiar jadi masam, sementara Lily tertawa-tawa senang, mengacungkan jempol pada Natty.
Ave juga memandangi ketiganya dengan wajah lebih masam. Bagaimana mereka berdua bisa membantunya? Makan kentang saja mereka berebutan. Ia menghela napas.
Natty rupanya merasakan kekesalan Ave, maka ia menatap gadis itu dan berbicara dengan lembut, "Sudahlah, kalo hanya segitu, gue ada. Mau gue pinjamin dulu? Gue yakin dengan masakan buatan lo yang luar biasa itu, cafe lo pasti berhasil."
"Gak bisa, Mbak Nat. Gue gak mau pake cara itu. Papa pasti nertawain gue kalo begitu. Gue pengen Papa mengakui kemampuan gue. Dengan begitu, entar pas cafe gue benar-benar release, Papa gak bakal ngeledekin lagi."
"Price of pride ya guys, hahaha... " ujar Tiar sambil tertawa, diikuti yang lain. (Harga dari sebuah harga diri ya teman)
Hanya Avelia yang menekuk wajahnya kesal.
"Intinya lo tetap harus kerja. It's the only way that I can suggest to you, Mbakyuq," kata Natty menimpali. Semuanya mengangguk kompak. (Itu satu-satunya cara yang bisa kusarankan untukmu)
"Gue tahu, tapi gue harus gimana? Gue gak pernah kerja di sektor formal kayak lo semua," keluh Ave sedih.
Natty tergelak. Tangannya sibuk mengelap jarinya yang terasa lengket dengan tisu. "Artis emangnya sektor formal ya?"
"Pelatih kebugaran juga sektor formal? Sejak kapan?" Mata Tiar membulat. Ave tertawa malu.
Lalu ketiganya menatap Lily yang masih asyik menggigiti kentang Tiar yang sekali lagi tidak dijaga dengan baik. Wanita itu melongok, "Apa? Gue?"
"Lo kan mantan sekretaris, Li. At least kasih saran gitu," kata Natty bijak.
Lily tertawa kecil. Ia tak tahu harus memberi nasihat apa kalau mengingat saat ia diwawancara oleh Ajie dulu.
"Ya... Kalo saat diinterview, lu harus jujur, harus ngegambarin keloyalan lu kalo entar kerja. Hmmm... Apalagi ya? Lu juga harus berani mengkritik kalo emang diperlukan. Udah sih itu aja."
"Benarkah?" Alis Avelia terangkat sedikit. Ia teringat Ajie yang tampak stress di hari pertama saat Lily mulai bekerja. Ajie bahkan mandi cukup lama sampai ia bisa mencuri ponsel kakaknya itu.
Tiba-tiba tangan Lily terangkat. "Dan lu harus kenal pengarang buku yang bukunya bagus juga! Ingat itu!" Ia tertawa sendiri mengingat saat-saat itu.
Tatapan penuh tanda tanya terlihat di wajah ketiga perempuan di depan Lily. Maksudnya?
Avelia mengangguk-angguk. Berusaha mengerti. "Terus kalo misalnya gue gagal jawab pertanyaan gimana? Kalo gue tau interviewnya bakal gak diterima?"
Lily menyipitkan mata. "Ya udah, lu pacarin aja boss lu! Gitu aja kok repot!"
"Ealaah... hahaha! Gaya Lily banget." Natty terbahak.
"Iiiih, emang semua bos kayak laki lu, Li?" sahut Tiar geli.
Mereka berempat tertawa berbarengan, termasuk Avelia yang menggeleng-geleng tak percaya. Tak ada saran yang serius sama sekali dari teman-temannya.
Mereka masih tertawa-tawa ketika mendadak Natty berdiri. Buru-buru mengambil tasnya. "Gue balik dulu ya."
"Loh?" Tiar menatap bingung.
"Kenapa?" Lily urung menelan kentang curiannya.
"Gue kan belum selesai, Mbak," rengek Ave.
Tapi tatapan Natty tertuju ke arah pintu masuk cafe, membuat teman-temannya juga melihat ke arah yang sama. Lily dan Tiar langsung mengerti. Hanya Avelia yang malah tersenyum lebar saat melihat seorang pemuda berjaket coklat yang sedang berbicara dengan pelayan cafe.
"Aaah, itu kan Mas Elang! Pangeran Garuda!!" pekiknya senang. Ia segera berdiri dan menghampiri Elang. Begitu dekat, wajah Elang berubah gembira dan... Ave memeluknya dengan hangat, membuat tiga rahang perempuan yang memperhatikan keduanya terbuka.
Ave menarik tangan Elang menuju tempat ketiga temannya. Mereka semua menatap heran pada Ave. Menunggu penjelasan gadis itu.
"Kak Li, lo inget yang gue cerita ada kakak baik yang selalu bantuin gue waktu di Sydney dulu?" Ave menatap Lily yang masih bengong. Dengan tak yakin, Lily mengangguk. "Nah, ini! Ini orangnya! Kak Elang ini yang bantuin Ave lulusin ujian bahasa sama bantuin waktu Ave nyari kerjaan part-time," lanjutnya.
Ave berbalik, menoleh pada Elang. "Mas, kenalin ini teman-teman Ave. Ini Lily, teman dan ipar Ave. Itu Tiar dan itu... Mbak Natty. Semuanya, kenalin ini Mas Elang. Senior Ave di UTS*."
Elang tersenyum pada semuanya. "Saya udah kenal mereka semua, Ve. Halo, Mbak-mbak semua!"
Ave menepuk dahinya. "Oh iya ya, Mas Elang nyambi jadi satpam ya di sini. Ave lupa, Mas. Terus kapan dong bener-bener ngambil alih manajemen company-nya?"
Tiga perempuan yang hanya diam mendengarnya, makin bingung dengan celoteh Avelia. Mereka menatap Elang dan Ave bergantian.
"Ve, sssttt... Jangan dibahas! Itu pekerjaan sampingan." Wajah Elang tampak malu.
"Upsss! Sorry Mas! Sorry keceplosan," kata Ave dengan nada rendah. "Gabung yuk, Mas! Minum kopi bareng kita," ajaknya.
"Sama beli kentang, Mas!" seru Lily.
Tepat saat itu, Natty mendengus. "Ya udah, gue pulang ya." Gadis cantik itu menoleh pada Avelia. "Nanti gue cariin info ya, Ve."
Belum lagi sempat dicegah, Elang menghadang langkah Natty. "Maaf, Mbak... saya ke sini karena mau bicara sama Mbak."
Natty melotot. "Mbak, Mbak, sejak kapan coba aku ngasuh kamu?"
Bibir Elang membentuk garis tipis. Buru-buru ia memperbaiki, "Kalau begitu... Ibu? Ibu Natty?"
"Emangnya aku setua ibumu apa?" Mata Natty makin membulat. Ia tampak jengkel.
Elang makin bingung. Tapi kemudian ia tersenyum. Sedikit jenaka. "Mmm... Gimana kalo Yayang Natty?"
"Cieeeee!" Kompak, Lily dan Tiar memekik menggoda.
"Wuiiih! Mas Elang... " Ave bersiul senang.
Wajah Natty memerah. "Apaan sih!?" Lalu tanpa peduli, ia bergegas melangkah pergi, diikuti oleh Elang yang berusaha memegang tangannya, namun selalu ditepis oleh Natty. Mereka berjalan beriringan sambil berebutan tangan.
"Emangnya sejak kapan... " Ave memandangi kepergian keduanya dengan bingung.
Lily mengangkat bahu. Hanya Tiar yang berujar, "Udah lama Elang ngejar-ngejar Natty, Ve. Tapi gara-gara Elang ngerusakin mobil kesayangannya, Natty marah sama Elang. Terus tadi lagi... Kamu sama Elang kok akrab begitu? Sampe meluk-meluk gitu."
Ah, Ave lupa. Ini Indonesia. Ia terbiasa memeluk teman-teman baiknya entah itu cowok atau cewek saat di Sydney. Itu hal biasa di sana. Apalagi hubungan akrabnya dengan Elang hanya hubungan persahabatan saja. Kalaupun ada, Elang sudah seperti kakak untuk Avelia. Pengganti Ajie yang sempat terpisah karena perceraian orangtua mereka dulu. Tapi berpelukan bukan hal biasa yang dilakukan di sini. Tentu saja timbul persepsi aneh.
Tangan Ave mengibas-ibas di depannya, "Enggak ada apa-apa kok, Yar. Gue ama Mas Elang ya udah batasannya cuma temenan. Gue juga biasa gitu kok sama kakak-kakak senior waktu di Sydney. Mas Elang juga sama." Lalu ia menatap ke arah pintu dengan perasaan tidak enak. "Kalo gitu, tadi Mbak Natty pasti marah ke gue ya?"
Kali ini Lily yang melambaikan tangannya. "Tenang aja, Ve! Entar gue yang jelasin. Malah gue senang lu meluk Mas Elang tadi. Biar Mbak Natty tuh sadar kalo dia juga ada hati ke Elang. Kalo gak gitu kapan mereka jadian coba? Capek gue ngeliat mereka maen sinetron kejar daku tak tertangkap-tangkap."
Tiar dan Ave tertawa mendengarnya. Tapi kemudian mata Lily menatap tajam pada Ave.
"Ve, tapi lu mesti berentiin tuh kebiasaan lu meluk-meluk cowok sembarangan. Lu tau kan galaknya abang lu. Gue ngidam meluk tiang rumah aja dia cemburu, apalagi lu meluk cowok laen."
Tiar tertawa terbahak-bahak. Ave sudah tak sibuk menutup mulutnya yang terbuka lebar.
Satu yang tidak mereka ketahui, saat keduanya sibuk tertawa, Lily berhasil menguasai kembali piring kentang milik Tiar dan menghabiskan seluruh isinya.
*****
Author Notes:
UTS: University of Technology Sydney*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Ika Maimunah
😅😅 Seru nya...... saling curhat antar sahbt... waw...
2024-12-30
0
Aqiyu
beli atuh Ly..... masa kentang goreng doang....
2022-11-12
0
Eka oktavia
bumil selalu laper ya... pesen lagi aja Tiar...
2022-01-14
0