~ Sebelum kau sadari, hatimu sudah bukan milikmu ~
Avelia tak bisa menghilangkan senyum di wajahnya. Ia puas melihat reaksi terkejut dari boss angkuhnya yang dingin.
"Bapak kenapa?" tanyanya pura-pura polos.
Zaid menoleh, menatap tajam padanya. "Kamu jatuh cinta sama siapa?" tanya Zaid.
Avelia mengangkat bahu. "Dengan siapa itu memang apa hubungannya dengan Bapak?" tanyanya balik.
Zaid tak lagi bertanya. Ia tak ingin tahu jawaban Avelia saat ini. Ave benar- Itu urusan pribadinya. Ia tak berhak memaksa gadis itu menjawab pertanyaannya. Maka Zaid memilih menstarter mobil kembali dan mengemudi tanpa sepatah katapun.
Sementara di sampingnya, Avelia tampak tenang.
Tak perlu kuatir, Ave. Kamu punya Natty dan Elang, bisik hati Ave.
Ave mulai merasakan kebenaran kata-kata Natty. Ia cukup menjadi diri sendiri saja. Tak ada yang perlu disembunyikan. Andai Zaid memaksa, ia akan menjawabnya dengan 'seseorang yang bukan suami orang'. Tapi karena Zaid memilih diam dan malah sibuk sendiri, Ave pun tetap diam.
Begitu tiba, Zaid juga tampak terburu-buru meraih tas berisi dokumen saat turun dari mobil, sebelum berjalan dengan langkah lebar yang juga sulit dijajari oleh Avelia.
Tapi Ave tak peduli. Ia berhasil membuktikan kalau menjadi dirinya sendiri tidaklah buruk. Ia bebas mengekspresikan perasaan dan gayanya selama ini. Itulah Ave. Ceplas ceplos seenak perutnya, urusan lain belakangan.
Ave tak sedang jatuh cinta, juga tak ingin jatuh cinta pada siapapun. Ia hanya mencintai mimpinya saat ini dan itu yang ingin ia raih. Tapi Zaid terus menerus mencurigainya dan ia harus melakukan sesuatu. Jika saat ini bersandiwara tentang pria yang ia cintai bisa mengakhiri segalanya, maka itu yang akan ia lakukan pada Zaid.
Nanti setelah ini ia akan meminta tolong Elang untuk berpura-pura menjadi kekasihnya dan ia akan mengenalkan pada Zaid. Dengan begitu, hubungannya dengan Ajie takkan lagi dicurigai dan ia bisa bekerja dengan tenang.
Tapi Zaid seperti menghindari Ave begitu masuk studio. Pria itu sibuk berbicara dengan staf-staf yang sedang bertugas, kadang ia sibuk memperhatikan layar kecil yang menampilkan foto-foto yang diambil, lalu mendengarkan sang kameramen yang sepertinya mengeluhkan sesuatu.
Baru saja Ave ingin menanyakan tugasnya, Zaid sudah berbalik meninggalkannya lagi dan kali ini ia bicara dengan seorang model, yang juga artis televisi. Ave tak mengenali artis muda yang cantik itu karena ia memang jarang nonton tv, jadi ia memilih duduk di salah satu kursi panjang dekat pintu, bersama beberapa gadis asisten dan staf. Entah asistennya siapa.
Ave baru saja memeriksa notifikasi ponselnya ketika artis muda yang tadi dilihatnya berbicara dengan Zaid mendekatinya.
"Halo!"
Ave mengangkat wajahnya. "Eh... Halo! Pa... pagi Mbak!" sapa Ave gugup. Dari dekat, ia bisa melihat make-up tebal yang memoles wajah artis itu. Begitu sempurna seperti boneka Barbie.
"Kata Zaid, saya boleh nyuruh kamu beliin minum di kafe depan. Kamu bisa kan?" tanya artis itu lagi sambil mengibaskan rambutnya yang ikal berkilauan itu.
Buru-buru Ave mengangguk. Terserahlah, yang penting ia tak terlihat menganggur. Apa saja boleh.
"Kalo begitu, beliin saya espresso tanpa gula ya! Satu strawberry cake dan... Fifi! Lo mau apa?" tanya si artis pada gadis muda di sebelahnya yang memegangi kipas kecil untuk si artis.
"Cappucinno aja, Teh," sahut si gadis muda yang Ave rasa adalah asisten si artis.
Ave mengangguk, dan ia menerima selembar uang 100 ribu dari artis itu. Ave sempat memanjangkan leher mencari Zaid untuk pamit tapi karena pria itu tak terlihat, ia pun pergi untuk membelikan pesanan.
Tak sampai dua puluh menit, Ave kembali dengan pesanan. Ia tambahkan satu Es Coklat untuk dirinya dan satu Kopi Americano untuk Zaid. Tentu saja yang dua ini ia menggunakan uangnya sendiri. Ia juga menyempatkan diri menelpon Elang untuk mengantarkan dua kotak makan ke studio sebelum mengantar sisanya ke kantor. Sebuah langkah awal mengenal 'sang pacar' pada bosnya.
Tapi baru saja ia menyerahkan pesanan itu pada asisten artis yang menyuruhnya, Zaid sudah berada di belakangnya dengan wajah merah.
"Kamu ngomong apa sama Maya?" tanya Zaid pelan tapi sarat emosi.
Ave menoleh bingung. "Hah? Gak ada ngomong apa-apa."
"Benarkah?"
Ave bingung melihat wajah merah Zaid. Itu tandanya ia sedang marah. Apanya yang salah dari kata-katanya pada Maya? Dengan susah payah Ave menggali ingatannya, tapi rasanya tak ada yang salah.
"Ave gak ngomong apa-apa, Pak. Ave cuma ngangguk aja. Cuma ngiyain permintaannya Mbak Maya yang nyuruh Ave beli kopi buat dia sama Mbak Fifi itu. Itu aja. Ya kan Mbak Fifi?" Ave menoleh pada Fifi yang berada di dekat mereka.
Dengan takut-takut, si asisten malah menggeleng-geleng dan berkata, "Gak tau! Saya gak tau!" Sebelum ia pergi begitu saja.
Ave menyadari sesuatu. Maya pasti sengaja melakukan semua ini. Apapun yang dikatakan Maya pasti sengaja untuk membuat Zaid emosi.
"Emangnya Ave bisa ngomong apa ke Mbak Maya, Pak?" tanya Ave setengah menyerah. Tangannya yang masih memegang pembungkus dua gelas minuman terkulai di sisi tubuhnya. Fitnah apa lagi ini?
Zaid menatap tajam. "Kamu ngomong ke dia kalo kamu pacar saya."
"Aduh, Pak! Itu aja? Hanya karena itu aja?" tanya Ave dengan mata membelalak. Ia menghembuskan napas kesal, lalu balas menatap Zaid.
Zaid tak menjawab. Hanya matanya yang beradu tatap dengan Ave.
"Ave gak ngomong gitu. Sama sekali enggak!" bantah Ave tegas.
Sudut bibir Zaid terangkat sedikit. Sinis. "Tadi di mobil kamu bilang kamu lagi jatuh cinta. Apa itu bukan karena kamu pengen bilang kalo itu ke saya?"
Ave menggigit rahangnya kuat-kuat. "Astaghfirullah, Bapak kira Ave jatuh cintanya ke Bapak?Ave gak pernah bilang kalo Ave jatuh cinta ke Bapak ya. Ave juga gak pernah bilang ke siapapun soal pacar Ave, siapapun dia. Gak pernah! Gak satu kalipun!"
Lalu dengan emosi yang memenuhi dada, Ave melemparkan pembungkus berisi dua gelas di tangannya ke lantai tepat di depan Zaid yang spontan melompat menghindar. Dua gelas minuman jatuh berserakan, air kopi bercampur es coklat mengalir pelan ke segala arah.
Para staf yang sedang bekerja menoleh ke arah mereka berdua. Memandangi dua orang yang saling bertatapan dengan emosi, penuh rasa ingin tahu.
Merasa tak ada gunanya bicara, Ave berbalik meninggalkan Zaid. Ia tak tahan lagi menghadapi boss angkuh dan pemarah ini. Tapi saat melihat Ave pergi begitu saja, Zaid malah tak terima. Ia belum selesai bicara dan ia ingin tahu siapa yang berbohong.
Tapi Ave berjalan cepat. Nyaris seperti orang berlari. Gadis mungil itu berjalan cepat melewati tempat parkir menuju jalan raya. Zaid berusaha menyusulnya.
"Hei, Ve! Kamu mau ke mana?" teriak Zaid.
"Pulang!" jawab Ave. Kembali ia mempercepat langkahnya.
"Pulang ke mana? Ini jam kerja!" Zaid juga mempercepat langkahnya untuk menyusul.
Ave berbalik, tapi ia tetap berjalan meski sambil mundur. "Pulang ke kantor! Mau kerja yang bener. Bukan ngurusin artis tukang bohong gitu!"
Jalan di depan mereka makin dekat. Sesuatu terlihat oleh Zaid, tapi Ave malah melihat ke arahnya.
"AVE!!" teriak Zaid lebih keras. Kali ini pria itu berlari lebih cepat dan meraih tubuh gadis itu. Memeluknya, menahan langkah gadis itu sebelum...
Sebuah mobil melintas dengan raungan klakson beruntun.
Tubuh Ave membeku dalam pelukan Zaid yang terengah-engah. Ia bisa merasakan malaikat maut yang hampir mencabut nyawanya. Ave memutar sedikit kepalanya untuk melihat ke arah jalanan, dan bisa melihat sebuah mobil pick-up melaju cepat di belakangnya. Matanya terpejam ketakutan.
"Kamu ini... "
"PAAAK! Maafin Ave! Maafin Ave! AAve janji gak bakal marah sama Bapak lagi! Hu hu hu hu..." jerit Ave menangis sambil memeluk pinggang Zaid tanpa sadar. Tubuhnya gemetar hebat.
Kalau saja Zaid tak mencegahnya... Kalau saja Zaid tak menahan langkahnya...
Zaid terdiam. Menunduk mencium aroma lembut dari rambut Ave. Dadanya bisa merasakan napas hangat bercampur sesuatu yang basah dari wajah Ave mulai membasahi kemejanya. Tangannya terangkat, ingin mengusap pelan rambut dengan aroma lembut ini, merasakan kelembutan dari anak rambut yang melayang-layang tertiup angin menggelitik hidungnya. Telinganya bisa mendengar kalimat Ave, tapi tak seperti sebelumnya, ia merasakan sesuatu yang aneh di hatinya.
Entah mengapa Zaid tak lagi mengerti dirinya. Tadi ia merasa begitu yakin. Untuk tetap menjadi seperti Zaid yang biasa. Tapi sekarang... tubuhnya serasa terbang dalam kehangatan. Pelukan erat seseorang yang melingkari pinggangnya membuatnya seperti itu.
"Kamu sekarang pacaran sama stafmu, Mas?" tanya Maya usai Zaid menolak ajakan makan siang darinya.
Zaid menggeleng.
Kening Maya berkerut, tangannya menyentuh bibirnya. "Tapi kenapa dia bilang kamu pacarnya ya?" tanya Maya bingung.
"Ave? Ave bilang saya pacarnya?" tanya Zaid mengulang setengah tak percaya.
Mata Maya berkedip sedikit. Mengiyakan.
"Makanya aku heran. Kamu kan paling anti pacaran. Apalagi di kantor. Sekarang nerima karyawan cewek selain si Jenny, kupikir kamu beneran pacaran sama stafmu itu. Siapa namanya tadi? Ave?" kata Maya dengan suaranya yang mendayu-dayu.
Zaid terdiam. Inikah maksud Ave tadi di dalam mobil? Jatuh cinta. Lebih tepatnya jatuh cinta pada bosnya sampai ia bicara seenaknya seperti itu pada Maya.
Padahal Zaid tahu, Maya menyukainya sejak dulu. Kadang Zaid merasa kesulitan mencari alasan menghindari maksud Maya. Tapi demi perusahaan, Zaid berusaha mentolerir semua sikap Maya yang tidak profesional itu.
Sekarang Maya bilang Avelia mengaku sebagai pacarnya. Walaupun Maya menjelaskan dengan wajah santai, Zaid kuatir itu akan mempengaruhi kerja sama mereka. Avelia telah merusak hasil kerja kerasnya selama setahun belakangan.
Emosi Zaid terpancing dan ia segera mencari Ave.
"Oh? Tadi begitu dia selesai ngomong gitu, stafmu itu langsung pergi. Mau beliin kopi sebagai tanda terima kasih pada kami karena ... hei Mas! Mas!" Maya menatap punggung Zaid yang meninggalkannya begitu saja dengan kecewa.
Sejak bertemu Zaid pertama kali, Maya sudah menyukainya. Saat itu juga, Maya memutuskan untuk merebut hati pria tampan itu. Ia memiliki semua yang diinginkan Maya. Penampilan sempurna seperti bintang iklan, pengusaha muda dan nyaris tak pernah memiliki skandal apapun di masa lalu.
Itu sebabnya Maya menerima kontrak The Crown tanpa banyak bantahan. Maya mengira ia hanya perlu menunjukkan sinyal ketertarikan untuk bisa memenangkan hati Zaid. Nyatanya hingga kontrak berulang di tahun ketiga, Zaid tetap tak bergeming dengan sikap dinginnya.
Baru dari para staf Zaid sendiri, Maya mendapat informasi lebih akurat.
Tak ada seorangpun yang tahu siapa kekasih Zaid atau siapa yang dekat dengan pria itu. Mereka hanya tahu sesuatu. Siapapun yang jatuh cinta pada Zaid, akan berakhir dengan dipecat atau dipindahkan ke departemen lain. Karena itu nyaris tak ada staf wanita di sekitar Zaid kecuali Jenny. Jenny, satu-satunya staf yang telah bertahun-tahun bekerja dengan Zaid.
Maya telah beberapa kali memastikan itu. Karena itu, ketika melihat Ave, ia heran. Belum pernah ia melihat ada gadis cantik berada di dekat Zaid. Setidaknya itu membuatnya merasa aman, sampai kini.
Maka demi memastikan ia menjadi satu-satunya perempuan cantik di sisi Zaid sampai bisa memenangkan hati pria itu, Maya pun mulai memainkan taktiknya. Sepertinya itu berhasil ketika melihat wajah Zaid tadi.
Zaid tak merasa perlu menunggu penjelasan lebih lanjut dari Maya yang selama ini jelas-jelas mengejar dirinya. Sudah sering Zaid berusaha untuk menahan diri untuk tidak menanggapi rayuan artis genit itu, juga hari ini. Tapi kenapa Ave malah mengatakan seperti itu?
Zaid perlu memberi gadis itu pelajaran. Ia boleh saja jatuh cinta padanya. Tapi tidak berarti Zaid bersedia menjadi kekasihnya. Ia salah telah memberi keleluasaan pada Ave untuk mengira dirinya mudah dipermainkan.
Hanya saja...
Jantung Zaid serasa melompat keluar saat ia menyadari ada mobil bergerak cepat menuju tubuh mungil Ave. Ia belum pernah setakut tadi. Belum pernah. Bahkan ketika harus menghadapi perceraian orangtuanya. Bahkan saat ia dikeluarkan dari sekolahnya. Karena Zaid tak pernah merasa memiliki apapun. Sampai detik-detik menakutkan melihat Ave yang nyaris tertabrak.
Kini gadis itu memeluk dengan tubuh gemetar. Masih trauma. Dan dalam ketakutannya, gadis itu berjanji melakukan apapun keinginan Zaid. Tadi keinginan Zaid hanya satu. Tetap menjaga hubungan mereka sebagai hubungan kerja biasa.
Tapi sekarang yang ia ingin lakukan hanya seperti sekarang. Memeluk Ave, memastikan gadis itu aman di sisinya, memastikan gadis keras kepala ini tetap seperti sekarang. Dalam perlindungannya.
Sebelum Zaid sadar, Ave sudah mencuri seluruh hatinya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Aqiyu
Ave.....
2022-11-12
0
Cita N
huaaaa author aku padamu uuuu pokoknyaa....h
2022-05-15
0
fidivrotary
ah mas zaid...mau donk hati ku d curi mas zaid😍😍😍
2022-01-22
0