Matahari telah terbangun dari tidur lelapnya, saatnya ia memancarkan sinar kembali. Gheya membuka kedua bola matanya, dan menguapkan embun dari mulutnya. Gheya kembali bekerja, dengan berjalan seperti biasanya.
Kha'an sudah bertengger di kedai Gheya sejak pagi. Jangan ditanya maksud dan tujuannya, karena ingin menyelidiki hal yang dilakukan Gheya. Mau balik lagi tidak mungkin, gadis berjilbab itu melanjutkan langkahnya. Tidak mau menuruti isi pikirannya, yang ingin kabur tanpa bertemu lagi.
"Eh Gheya, akhirnya kamu datang juga." Ibu Asti menunggu Gheya sejak tadi. "Pembeli ini, mau dilayani sama kamu." Melirik ke arah Kha'an, sambil tersenyum.
"Baiklah." jawab singkat saja, tanpa menoleh ke arah Kha'an.
Harap-harap cemas, semoga dadanya tidak akan berdegup kencang seperti saat bertemu dulu. Kha'an menunggu sambil terus memperhatikan Gheya.
Setelah beberapa menit, gorengan sudah dibungkus plastik. "Ini gorengannya sudah siap."
"Iya, terima kasih." jawab Kha'an.
Kha'an pergi begitu saja, dan Gheya benar-benar merasa lega. Kalau dia sempat nongkrong lama, memangnya punya tujuan apa juga pikir Gheya.
Setelah kepergian Kha'an, muncul Bilim yang membawa martabak. Ibu Asti mengira Bilim menyukai Gheya, sampai harus memperhatikan jam makannya.
"Ini untuk sarapan kamu." ujar Bilim.
"Repot-repot sekali, tapi makasih loh." jawab Gheya.
"Eh Gheya, ingat janjimu yang mau membantu aku." Bilim tersenyum, dengan mata berbinar-binar.
"Apa? Mau pergi ke kampus?" Bertanya asal tebak, namun tepat sasaran.
"Eh, kamu tahu saja." Menutup wajah malu-malu, membuat Gheya ingin tertawa.
"Dih, ekspresi apa itu. Benar-benar menjijikkan!" Gheya senyum bercanda, tidak serius mengatakannya.
Ibu Asti ikut nimbrung, melirik martabak yang ada dalam genggaman Gheya. Dia menyenggol lengan Gheya, meledek cie, cie dengan lirih.
"Hmmm... enak banget sepertinya." ujar Asti.
"Ibu mau, ayo makan bersama." Gheya menawari, seraya membuka ikatan plastik.
"Bukan martabaknya, namun kamunya diperhatikan oleh pria yang menyukaimu." Ibu Asti ingat masa mudanya.
"Eh Ibu, dia tidak menyukai aku. Kami hanya berteman saja kok." jawab Gheya.
"Nah, itu juga yang ingin aku jelaskan Bu." sahut Bilim.
"Yah, padahal kalian berdua cocok." Sedikit tertunduk lesu. "Namun, kalian juga cocok jadi Adik dan Kakak."
Sore harinya, Gheya ikut ke kampus Bilim. Setelah dari tadi Bilim berisik di kedai, hanya untuk membisikkan rencana isengnya. Memanas-manasi mantan, apaan ini bocah.
"MasyaAllah, kampus kamu bagus sekali. Baru lihat, kalau ada laboratorium sebesar ini." Gheya mengintip dari luar.
"Iya, kapan-kapan kalau mau kuliah di sini saja." tawar Bilim.
"Untung dua kali lipat kamu! Aku tidak mau kuliah di sini." tolak Gheya.
"Lah kenapa, kampus ini terkenal di provinsi Jambi." jawab Bilim, menjelaskan sedikit hal yang diketahuinya.
”Kamu tidak tahu, bahwa aku sedang menghindari masa lalu. Ada kisah rumit aku dan Kha'an.” batin Gheya.
Bilim mengejutkan saja tiba-tiba tunjuk jari. "Eh, aku mulai tahu alasanmu. Pasti karena Rendo dan Kha'an. Waktu itu aku sempat mendengar ucapan temanmu, kalau kamu balas dendam perihal masa lalu. Kamu pernah menyukai Kha'an iya."
"Sudahlah, jangan dibahas lagi." jawab Gheya.
Gheya jadi benar-benar sedih, mengapa Bilim harus menjelaskan secara detail. Padahal, dia bisa berpura-pura tidak tahu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments