Bilim tersenyum ke arah perempuan, yang sedang menunggu kedai. Gheya tahu akan hal itu, hanya berpura-pura tidak melihat saja. Kaki Bilim berjalan selangkah demi selangkah. Akhirnya kini dia sampai, dan melihat ke arah Gheya.
"Mbak, beli gorengannya lima. Jangan lupa dikasih cabai rawit." Bilim nyengir terus.
"Iya, duduklah di kursi terlebih dulu." jawab Gheya.
Tidak tahu mengapa dia sok akrab, padahal juga baru kenal. Giginya berkilauan terkena cahaya matahari. Bilim masih ingin duduk lebih lama, agar dapat berbincang dengan Gheya.
"Kamu sekolah di mana?" tanya Bilim.
"Sudah tamat, tidak sekolah lagi." jawab Gheya.
"Maksudku, sebelumnya sekolah di mana?" tanya Bilim.
"Di dunia." jawab Gheya.
"Aku juga tahu, tapi di mananya?' Bilim penasaran.
"Di Provinsi Jambi." Gheya tidak ingin asal usulnya diketahui.
Dua orang perempuan datang ke kedai, terlihat cantik dan juga menarik. Gayanya sudah seperti model terkenal.
"Beli gorengan empat."
"Beli gorengan enam."
Gheya memberikan gorengan Bilim terlebih dulu, lalu memberikan milik kedua perempuan yang membeli tadi. Gheya mencari uang recehan, untuk menjadi uang kembalian.
"Jangan kasih uang receh dong, aku tidak suka." ujar seorang perempuan muda.
"Iya, rasanya tuh risih banget. Mana licin gitu, di tanganku yang halus ini." timpal orang di sebelahnya.
"Tidak ada uang seribu kertas, jika mau ambilah ini." jawab Gheya.
"Ambil saja deh buat kamu." ujar perempuan yang mengenakan pashmina.
”Mereka menyebalkan sekali si, uang kertas dan receh 'kan sama saja nilainya.” batin Gheya.
Bilim menunjuk perempuan yang mengenakan pashmina.
"Aku seperti pernah mengenalmu, pasti pernah ke kampusku. Kalau tidak salah, kamu pacarnya Kha'an dari jurusan Akuntansi Syari'ah." ujar Bilim.
"Iya dulu, kok tahu si." Iken tersenyum bercanda.
"Iken, ternyata kamu lumayan terkenal." ujar orang di sebelahnya.
"Hahah... biasa artis." Iken menjawab sambil tertawa.
”Ternyata dia pacarnya Kha'an, mungkin masih sampai sekarang. Ngapain kamu masih ingat dia Gheya, dia saja tidak peduli sama kamu.” Gheya berbicara dalam batin, seraya menggelengkan kepalanya.
Iken dan temannya segera pergi, lalu berganti dengan orang lain lagi. Kali ini seorang perempuan, yang mengenakan baju dinas kedokteran.
"Eh Bibi, mau beli apa?" tanya Bilim.
"Rupanya kamu nongkrong di sini." jawab Aina.
"Paman 'kan tidak memberiku tugas lagi." ujar Bilim.
"Dia tahu, bila kamu sedang sibuk kuliah. Saat itu kamu sedang seminar proposal, pasti perlu banyak persiapan. Jadinya, Paman mengerjakan sendiri pembuatan lemari kayu." jelas Aina.
”Oalah, ternyata bibinya seorang dokter. Berarti orangtuanya juga tinggal disekitar sini, namun mengapa dia memilih ngekos iya.” batin Gheya bertanya-tanya sendiri.
Kaki jenjang itu, semakin mendekati kaki meja penggorengan. Dia memilih gorengan bakwan, tahu isi, tempe, dan ubi. Gheya tersenyum ke arah Aina, dan memberikan gorengan tersebut.
"Terima kasih!" ujar Gheya.
"Iya, sama-sama." jawab Aina.
Aina segera berlalu dari hadapan mereka, dan hanya tinggal tersisa Bilim. Dia begitu penasaran pada Gheya, yang terlihat sangat cuek. Dia begitu susah didekati, dan sering menyembunyikan identitasnya.
"Gheya, apa yang sebenarnya terjadi padamu?" tanya Bilim.
"Apakah pantas, orang yang baru kenal mencari informasi detail." jawab Gheya.
"Maaf Gheya, bukan seperti itu maksudku." ucap Bilim, yang jadi mendadak tidak enak hati.
"Iya, aku tahu maksudmu." jawab Gheya.
”Kamu pasti ingin kenal aku 'kan? Yang kamu butuhkan sekarang informasi, yang sangat akurat.” batin Gheya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments