Sakit Hati

Nama Gheya yang kini tercemar, karena ulah para makhluk hidup. Dia tidak tahu lagi, apakah hatinya kini dapat memaafkan. Setelah sekian kali remuk, dihempaskan oleh hal yang dianggap manusia sepele.

Andaikan ada salah satu yang mau dijadikan sandaran, pastilah akan berhenti tanpa perlu berlari. Dulu Gheya juga tidak mendapat perlakuan baik saat sekolah, namun Gheya memilih diam meski rasanya sakit tanpa keadilan. Kini dia sudah bebas tidak bertemu, dengan orang-orang itu lagi.

Gheya yang hanya makhluk biasa, memilih menjauhi lara yang belum usai itu. Tentang beberapa teman, yang telah membuat Gheya dapat percikan fitnah. Kini tinggal hatinya, yang mungkin mati rasa. Bahagia tidak terasa, sedih pun tidak terlalu ingin dirasakan, jatuh cinta pun tidak ingin terpikirkan. Dunianya seolah datar, ingin rasanya menganggap yang terjadi adalah mimpi.

Gheya tidak ingin termenung lebih lama, dia keluar dari kosannya. Gheya sudah bersiap-siap, dengan baju seadanya saja. Yang paling terpenting dia nyaman, keluar kosan hanya untuk menghirup udara segar.

Gheya duduk di pinggir jalan, yang terdapat kursi. Kini dia mulai menulis novel, karena para penggemar setia sudah menunggu. Gheya lupa, yang namanya selera makan. Gheya juga lupa, tentang apa yang namanya kenyamanan dunia. Bagaimana dia dapat tenang, sedangkan perang terus melanda dunianya. Jika boleh vakum, dia ingin izin dari muka bumi. Sebab hidup bagaikan dinding yang dingin, dan palu terus memukul dinding dengan paku. Hingga menancap kuat, dan membiarkan dirinya menahan luka.

Gheya adalah seorang perempuan yang biasa saja. Tidak memiliki paras apik, dan juga gaya yang epik. Gheya kira hanya ibunya yang pergi merantau, dalam keadaan bersedih. Nyatanya Gheya pun sama, mengalami kesedihan dalam kesepian. Kisah ibunya yang dulu, seolah diwariskan pada jiwa raganya.

Kota Jambi menjadi tempat pelarian diri, dari keadaan hambar yang berkicau di telinga. Gheya teringat, ketika sedang membawa barang dalam paper bag. Menenangkan diri berkali lipat, sengaja berteman dengan kesunyian. Bukan tidak mungkin untuk membawa teman, namun memang hanya ingin seorang diri. Menyingkir dari bingar-bingar keramaian brutal, dan memilih kedap suara pada orang-orang asing. Takdir Tuhan yang membawa Gheya ke sini. Berawal dari sepenggal paragraf pembuka, menuju ke inti pokok sebuah cerita.

Seorang mahasiswa berjalan dengan terburu-buru, tanpa sengaja mereka bertabrakan pada lorong pembelokan. Buku yang dibawanya terjatuh, lalu Gheya membantu mengambilnya. Dari situlah Gheya tahu, bahwa dia mahasiswa.

"Maaf Mbak, aku tidak sengaja." ucapnya ramah.

"Iya, gak apa-apa." jawab Gheya.

Dia melanjutkan perjalanan dengan terburu-buru, dan Gheya pun secepatnya kembali ke penginapan. Gheya berbelok pada lorong sempit, ternyata banyak sekali rumah bedeng. Gheya ingin menemui pemiliknya, dan membayar uang sewa. Ingin tinggal di sana seorang diri, tanpa bercampur aduk dengan orang asing.

Tanpa dipinta, air mata di pelupuk matanya menetes. Bayangan setumpuk kejadian di rumah, melingkar di ruangan kos milik Gheya. Gheya bersandar pada tembok, menghembuskan nafas perlahan. Ingin rasanya Gheya menjerit, tapi akan menimbulkan kegaduhan. Ingin rasanya Gheya marah? Tapi, tidak tahu harus pada siapa.

Gheya tidak mengkhawatirkan soal uang, karena Gheya sudah menyediakan nya. Tentu saja itu uang pribadi Gheya, uang kerja keras yang selama ini membuat sakit mata. Menghadap layar ponsel tanpa libur, kerap kali membuat kepala pusing. Tapi Gheya tidak peduli, menyandang status perempuan karir memang impiannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!