Mulutnya mulai berbuih mengucap istighfar, biar hatinya merasa sedikit lega. Gheya segera ke kamar mandi, untuk mengambil air wudhu. Setelahnya Gheya keluar, menatap bayangan dirinya di cermin. Kepalanya kini fokus pada masa depan, namun tidak semacam hal bernama perasaan. Sudah lama Gheya membuang, sejak perasaannya pupus dengan cinta pertama.
Pada malam harinya, Gheya membuat surat lamaran kerja. Setelah berhenti dari kerjaan kedai gorengan, dia akan melamar ke tempat lain lagi. Demi menghilangkan rasa suntuk, Gheya memilih kerja di dunia nyata. Gheya ingin tidak ada waktu mengingat semuanya, karena Gheya sangat lelah dalam masalah tanpa jeda. Setelah usai, Gheya keluar dari kosan. Tanpa Gheya duga, Gheya bertemu dengan pria tadi lagi.
"Eh, Mbak perempuan yang tadi 'kan?" tanyanya.
"Iya." jawab Gheya, dengan singkat.
"Namaku Bilim, kalau nama Mbak?" ucapnya, memperkenalkan diri.
"Gheya." jawabnya datar.
Dia segera menghampiri ruangan rumah, yang ada di sebelah rumah kos. Dia membuka kuncinya, lalu masuk ke dalam rumah.
”Jadi, dia tinggal di sebelah kosku.” batin Gheya.
Gheya tidak mempedulikan dia, segera pergi untuk mencari makanan. Sebenarnya Gheya sangat malas, untuk kenal dengan pria. Ntah mengapa, Gheya tidak berminat plus tertarik. Bahkan tidak ingin dikenal siapapun, karena dia tetap ingin orang-orang merasa asing padanya. Ntahlah, begitu terasa lebih nyaman.
Keesokan harinya, Gheya keluar dari rumah kos. Bersamaan dengan Bilim juga yang keluar, dan melemparkan senyuman. Gheya hanya menarik sedikit sudut maskernya, lalu secepatnya memasang sepatu.
"Gheya, mau kemana?" tanyanya ramah.
"Pergi." jawab Gheya, masih acuh.
"Barengan yuk, aku juga mau pergi." tawarnya.
"Kayaknya gak bisa, kita beda arah." jawabnya menghindar.
Gheya segera melangkahkan kaki, memilih berjalan duluan. Dia terus saja mengikuti dari belakang, tidak tahu apa isi kepalanya. Apapun tujuannya, hanya dia yang tahu. Dengan cepat Gheya menyinggahi mobil angkutan umum, dan yang Gheya heran dia juga buru-buru ikut masuk. Mata kecil Gheya dapat melihat, dia tersenyum ke arahnya. Namun saat Gheya toleh, dia menjadi biasa saja. Gheya memutar kedua bola mata dengan malas, lalu membuang pandangan ke luar kaca jendela.
Tanpa Gheya duga dia berhenti pada sebuah Universitas yang sama, dengan orang di masa lalunya. Gheya dengan cepat membuang lintasan, mengenai cinta pertama. Mobil yang Gheya tumpangi, sampai ke sebuah tempat yang tidak dituju. Niat awalnya tadi hanya ingin menghindari Bilim, namun malah kejauhan perginya. Gheya membayar ongkos angkutan umum, lalu keluar dengan menghela nafas lega.
"Mbak, beli ayam geprek satu bungkus." Gheya berucap sambil tersenyum.
"Iya Mbak." jawab seorang perempuan muda.
Gheya melihat sebuah kursi, yang ada di seberang jalan. Pikirannya tiba-tiba teringat Ulti, bukankah waktu itu mereka ingin membuat janjian bertemu.
”Ulti, ini masih pagi sekali. Pasti kau sibuk, dan aku pun harus segera masuk kerja. Hmmm... biarlah lain kali saja kita bertemu. Lagipula, aku sedang ingin sendiri.” batin Gheya.
Gheya menerima plastik yang berisi ayam geprek, lalu membayar uangnya ke perempuan muda. Setelah itu dia duduk di kursi, lalu membuka bungkus makanan. Usai sarapan pagi, Gheya menyinggahi angkutan umum berwarna biru muda.
Duduk, diam, tidak ingin berbicara. Matanya tertuju pada pepohonan yang berlarian, seiring laju kendaraan yang tengah ditumpangi olehnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments