Matahari menelanjangi purnama, hingga kegelapan berubah jadi terang benderang. Malam telah berakhir, menjadi pagi hari.
"Haduh, harus pergi kerja lagi nih." monolog Gheya.
Gheya memaksa otot-ototnya untuk bergerak, meski tampak enggan untuk sekadar membuka mata. Namun dia lakukan juga, demi mengais rezeki. Mau bagaimana lagi, dia sangat membutuhkan uang.
Akhirnya seminar proposal dilakukan ulang, dan Ulti berhasil mendapatkan nilai bagus. Tapi tidak dengan Kha'an, yang sama sekali tak semula. Dia mendapatkan nilai jauh lebih rendah, dan membuatnya merasa kesal dengan berkas yang hilang.
"Sabar iya Kha'an, pasti bisa ditemukan kok." ujar Rendo datar.
"Percuma Rendo, sudah diberi penilaian yang baru." jawab Kha'an.
"Aku punya ide, bagaimana kalau nanti malam kita pergi ke kampus. Tangkap saja malingnya!" Rendo mengusulkan pendapatnya.
"Kampus ini selalu terkunci gerbangnya. Kalau nekat masuk, satpam akan banyak tanya." jawab Kha'an.
"Terlalu dangkal pikiranmu, ngapain tidak memanjat pagar." Rendo memainkan alis matanya.
Malam hari akhirnya tiba, dan Rendo menjalankan aksinya. Bersamaan dengan Bilim, yang hendak mengembalikan berkas.
"Ngapain kalian di sini?" tanya Rendo.
"Kami ada urusan." jawab Bilim.
Rendo melihat berkas di tangan Bilim, yang tertulis nama Kha'an dan Ulti. Dia sangat marah, lalu meninju Bilim.
"Kamu pencuri, dasar tidak tahu diri!" hardik Rendo.
"Aku bukan pencuri, aku tidak sengaja terbawa berkas Kha'an." jawab Bilim.
Rendo hendak mengeroyoknya lagi, tapi tiba-tiba Aryo dan Theyo menyerang. Rendo terpental, bersamaan dengan satpam yang hendak menghampiri. Mereka segera lari tunggang langgang, takut ketahuan menciptakan keributan.
Keesokan harinya, Rendo melihat Gheya dan Bilim bersama. Mereka terlihat akrab, dan saling bercanda satu sama lain.
"Bilim 'kan temanmu, kamu pasti sengaja melakukannya. Kamu mustahil tidak mengetahui soal ini." ujar Rendo.
"Bisakah berhenti, untuk menuduhku yang tidak-tidak." jawab Gheya.
Wiranti diam saja, tidak ingin ikut-ikutan. Itu bukan urusannya, dan dia memilih acuh.
"Gheya, kamu balas dendam pada Kha'an, karena tidak membalas cintamu." tuduh Rendo.
"Kamu benar-benar keterlaluan! Terserah jika kamu mau membenciku, tapi jangan fitnah aku. Ternyata dari dulu sampai sekarang, kamu memang tidak pernah berubah." Gheya tersulut emosi.
"Mulai drama, jijik lihatnya! Gara-gara kamu, Kha'an harus kehilangan nilai terbaiknya." Rendo masih berusaha menyudutkannya.
"Eh, kamu banci iya! Berani kok sama wanita." Bilim tersenyum mengejek.
Rendo hendak meninju Bilim, namun Gheya dan Ulti berusaha mencegah. Mereka tidak ingin, ada keributan yang terjadi.
"Sudahlah, jangan berkelahi. Setidaknya, berkas sudah di tanganku. Aku masih bisa punya kesempatan, untuk merubah nilai." ujar Ulti.
"Kata siapa punya kesempatan, rektor bilang sudah disetor ke pusat. Data tidak bisa diubah, karena dianggap curang." jawab Rendo.
Sepulang dari jalan Apel, Bilim memulai pembicaraan.
"Gheya, maafkan aku iya, atas kejadian tadi." ujar Bilim.
"Tidak apa-apa kok." jawab Gheya.
"Mereka teman sekelas kamu dulu?" tanya Bilim.
"Bukan teman, hanya manusia yang pernah sekelas denganku." jawab Gheya.
"Tampaknya kamu sudah lama, tidak suka dengan mereka." ujar Bilim.
"Tidak juga, Ulti adalah temanku." jawab Gheya, malas bercerita tentang masa lampau.
Semakin banyak yang tahu, bukan hal bagus juga menurutnya. Akan sangat menyakitkan, jika orang-orang terus mengungkitnya. Itu benar-benar sangat sulit, seperti bangkai yang telah dikubur lalu dibongkar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments