Bilim menatap lekat Kha'an, dengan sangat rinci. Dia bahkan tidak tahu, dari mana asal pria itu. Tanpa disadari juga, bahwa Gheya adalah teman sekelas Kha'an waktu di sekolah.
"Kau kenapa melihatnya serinci itu?" tanya Aryo.
"Hati-hati naksir." timpal Theyo.
"Aku sungguh penasaran, dia asli orang mana." jawab Bilim.
"Bagaimana bisa tahu, kamu sekelas juga tidak. Bahkan untuk sekadar meneliti, tidak ada orang yang bisa diandalkan." ujar Aryo, dengan berterus terang.
"Kata siapa tidak bisa diandalkan. Ayo, kita masuk ruang pendataan siswa." Bilim menyeret tangan Aryo dan Theyo.
"Ei bro, kamu hari ini sangat berbeda. Begitu memaksa sekali, seperti kami bayi kambing." jawab Theyo.
"Bukan maksudku begitu, aku hanya meminta kalian berjaga di pintu luar." ujar Bilim.
"Baiklah, kita beraksi sekarang." jawab Theyo.
Mereka akhirnya sudah sampai di depan pintu ruangan. Butuh waktu lama, sampai menunggu orang di dalam keluar. Bilim masuk ke dalam dengan mengendap-endap, lalu mencari data mahasiswa Ekonomi Syari'ah.
"Mengapa banyak sekali berkas ini, membuat pusing saja. Ada banyak jurusan, dan juga banyak data manusia." Bilim menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Aryo dan Theyo terkejut bukan kepalang, saat melihat rektor kampus berjalan ke arah mereka. Rasanya ingin sembunyi, namun memikirkan Bilim.
"Eh, bagaimana ini?" tanya Aryo.
"Aku juga tidak tahu." jawab Theyo.
"Tarik nafas, berpura-pura santai." ujar Aryo.
"Oke." jawab Theyo.
Tiba-tiba saja rektor memegang gagang pintu, lalu Aryo dan Theyo segera menghalang-halanginya.
"Pak, sebaiknya jangan masuk ke dalam." ujar Aryo.
"Memangnya kenapa, Bapak ada perlu." jawab pria paruh baya tersebut.
"Bapak pasti mencari Pak Riswan. Dia baru saja keluar Pak." ucap Theyo.
"Bukan mencari dia, namun ada sesuatu yang ingin Bapak ambil." jawab bapak rektor.
Lagi dan lagi Theyo berusaha menghalangi, seolah-olah ingin memeluk tubuh pria paruh baya tersebut. Aryo menahan tawa geli, melihat ekspresi Theyo.
"Mengapa kamu bersikap seperti ini, ingin memeluk Bapak?" canda pak rektor.
Theyo segera memeluknya, seperti anak papi. "Ah iya, aku sangat merindukan Bapak. Bisakah bapak tidak pergi."
"Pasti ada maksud terselubung, bila sudah seperti ini." tebaknya.
"Bapak jangan su'udzon, tidak baik loh Pak." Aryo mulai ceramah.
"Aryo, Aryo, kamu lucu sekali. Aku ini sudah berpengalaman, tentang hal seperti ini. Mana mungkin, ada orang rindu mendadak. Selama ini kamu kemana saja, tertidur dalam gerobak angan." ujar rektor.
"Tidak Pak, mana mungkin. Perempuan butuh kepastian, bukan butuh angan-angan." jawab Aryo.
Pria paruh baya itu tidak mau melanjutkan obrolan lagi. Dia segera memegang gagang pintu, dan mulai membuka dengan perlahan. Aryo dan Theyo sudah sangat deg-degan, lalu menarik nafas lega saat ruangan tidak ada manusia.
"Kemana tuh Bilim, punya inisiatif juga buat menghilang dadakan." ledek Theyo.
"Pasti dia sembunyi." jawab Aryo.
Rektor kampus tersebut segera keluar, setelah menemukan apa yang dia cari. Theyo dan Aryo segera masuk ke dalam, setelah pria paruh baya tersebut pergi. Alangkah terkejutnya, saat mendengar teriakan Bilim.
"Aduh, sakit sekali kakiku keseleo. Kepalaku juga terbentur kaki meja." gerutu Bilim.
"Hahah... kamu bagaimana si bro. Kok bisa seperti itu, ceroboh sekali." Theyo malah menertawakannya.
Aryo asyik tertawa lirih, sedangkan Theyo membantu Bilim keluar. Namun tiba-tiba gagang pintu bergerak, dan mereka segera bersembunyi di belakang lemari.
"Mengapa kamu membawa dua berkas?" tanya Theyo.
"Sepertinya aku tidak sengaja, mengambil data nilai seminar proposal mahasiswi. Tadi aku terburu-buru untuk sembunyi, takut ketahuan oleh rektor kampus." jawab Bilim.
"Eh, apa tidak berpengaruh mengambilnya?" tanya Theyo.
"Sudahlah, aku sedang terburu-buru." jawab Bilim datar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments