Otak Gebetan

Gheya masih mengingat Kha'an, cinta pertamanya itu. Kha'an dan Gheya bukanlah apa-apa, tidak bisa juga disebut teman tapi menyayangi. Tidak pula dapat disebut sebagai sahabat. Tidak pula bisa dikatakan sepasang kekasih. Di sini hanya ada cinta sepihak.

Plastik gorengan Gheya berikan pada anak-anak kecil yang memesan tadi. Kini dirinya menggantikan ibu tersebut menggoreng bakwan.

"Gheya, kenapa Ibu lihat kau pendiam sekali. Ada masalah?" tanya ibu bos.

"Tidak apa-apa Bu." jawab Gheya.

"Kalau ada masalah, jangan dipendam sendiri." ujarnya.

"Heheh... biasalah Bu." jawab Gheya.

Kali ini datang Darmawan, seorang pria yang sudah lama menjadi langganan bosnya. Mengeluarkan lembaran uang berwarna merah, yang tidak biasa tampak.

"Tumben, kau membawa uang begitu banyak. Biasanya uang berwarna hijau, atau warna ungu muda." ledek Asti.

"Iya, hari ini aku ingin membawa gorengan ke tempat kerja." jawab Darmawan.

"Gheya, layani pembeli cerewet satu ini." titah Asti.

"Baik Bu." jawab Gheya.

Asti pergi sebentar, untuk makan di kedai. Kelihatannya dia belum sarapan dari rumah, makanya sangat lapar. Sudah lama tidak makan lontong, membuatnya merasa rindu.

"Karyawati baru iya?" tanya Darmawan.

"Iya Pak." jawab Gheya.

"Tinggal di mana?" tanyanya lagi.

Gheya terdiam sejenak, ingin rasanya dia menangis. Dia sedang tidak ingin, ada orang yang mengetahui asal usulnya. Beban-beban itu seolah menari kembali, dalam pikirannya tersebut.

Gheya cukup lama terdiam, sampai pak Darmawan mengulang pertanyaannya kembali. Sontak saja matanya berkedip, lalu menjawab dengan satu kata saja.

"Jambi." jawab Gheya.

"Kau dari kota Jambi sini? Dari tabiatmu, seperti anak orang Jawa." ujarnya.

"Iya, intinya aku tinggal di salah satu bagian wilayah Jambi." jawab Gheya.

Tiba-tiba Bilim datang, dan membuka mulutnya lebar-lebar. Tampaknya dia terkejut dengan kehadiran Darmawan, sampai melongo seperti itu.

"Paman, sejak kapan kau berada di sini?" tanya Bilim.

"Aku di sini baru beberapa menit yang lalu." jawab Darmawan.

"Oh gitu iya, aku kira dari tadi." ujar Bilim.

"Ah tidak, mana mungkin pagi sekali." jawab Darmawan.

"Sudah lama, tidak melihat Paman." ucap Bilim.

"Paman sibuk akhir-akhir ini." jawab Darmawan.

"Tidak inginkah melihat Bibi sejenak?" tanya Bilim.

"Tidak, tidak, Paman harus langsung pergi." Darmawan melangkahkan kakinya.

Saat berputar arah untuk pergi dari kedai, dia tidak sengaja menabrak Aina. Plastik gorengan yang dibawa Darmawan, melayang ke atas udara. Darmawan dan Aina terburu-buru, untuk menangkapnya secara bersamaan.

Cukup lama keduanya berpandang-pandangan, namun segera berhenti setelah mendengar deheman dari mulut Bilim. Merasa tidak enak saja, setelah pertengkaran sengit beberapa tahun silam.

"Haduh, kenapa tiba-tiba muncul." gerutu Darmawan.

"Aku mau beli gorengan, untuk dibawa ke tempat kerja." jawab Aina.

"Biasanya, kau tak suka makan gorengan pagi-pagi." ujar Darmawan.

"Itu 'kan dulu, sekarang seleraku telah berubah." Aina menjawab dengan datar.

Gheya dapat melihat, bahwa ada perang dingin di antara mereka. Namun tidak terlalu ingin mencari tahu, karena itu bukan urusannya juga. Dia memilih tetap fokus, meladeni pembeli yang semakin ramai.

"Dik, gorengannya enam iya." ujar Aina.

"Iya Kak." jawab Gheya.

Aina segera pergi setelah membayar uang pembelian gorengan. Giliran Bilim dan seorang pembeli, yang memasukkan gorengan ke dalam plastik.

"Gheya, aku beli dua puluh buat bawa ke kampus." ujar Bilim.

"Oh baiklah." jawab Gheya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!