Keesokan harinya, Ulti dipanggil ke ruangan rektor kampus. Dia segera duduk saat dipersilakan.
"Ulti, berkas yang berisi data nilai Sempro kamu hilang. Jadi, kamu harus mengulang seminar lagi." ujar pak rektor.
"Apa nilai ku saat itu belum dicatat?" Ulti ingin tahu.
"Baru berada dalam berkas Nak, semua mahasiswa dan mahasiswi sama. Rencananya, seminggu ini akan direkap." ucap pria paruh baya, berambut putih tersebut.
"Sangat disayangkan, padahal nilai aku saat itu paling tertinggi. Jika mengulang kembali tanpa persiapan yang matang, aku tidak akan tahu hasilnya." jawab Ulti.
"Semangat Ulti! Bapak yakin kamu pasti bisa." ujarnya.
"Baiklah, akan aku usahakan." jawab Ulti.
"Kalau kamu tidak bisa, cari berkasnya sampai ketemu." ucap pak rektor.
"Itu akan lebih menyulitkan, sementara aku tidak mengetahui letak pastinya." jawab Ulti.
Wiranti menghampiri Ulti, yang duduk menyendiri di emperan kos.
"Ulti, kenapa kamu tampak sedih?" tanya Wiranti.
"Aku sangat sedih, karena data nilai seminar proposal milikku hilang. Aku harus mengikuti tahap penilaian ulang, secara individual." jawab Ulti.
"Siapa iya, orang yang tega mencuri berkas data nilaimu." Wiranti menduga-duga.
"Aku juga tidak tahu, barang kali dia menyelip dalam jurusan lain." Ulti masih sempat bercanda.
Wiranti mengerucutkan bibirnya. "Masih sempatnya nyengar-nyengir, jangan berlagak kuat."
"Mau diapakan juga, tetap tidak bisa mengembalikannya. Hanya tersenyum yang dapat aku lakukan, supaya tidak terbebani." jawab Ulti, dengan bijak.
Bilim membuka lembar berkas tersebut, lalu membaca isinya. Ternyata itu adalah nilai seminar proposal Kha'an, bukan biodata diri. Bilim salah sasaran, dan menyesali hal tersebut.
"Gawat Aryo, Theyo, aku salah ambil berkas." ucap Bilim.
"Ah tidak berpengaruh, palingan juga sudah dicatat." jawab Aryo.
"Bagaimana kamu bisa sesantai itu." Bilim menampol pipinya.
"Maaf, bukan maksudku menganggap enteng. Tapi, tidak mungkin mengembalikannya. Apa lagi, kalau ada petugas di dalam sana." jawab Aryo.
"Aku akan tetap berusaha mengembalikannya, sekalipun bersembunyi di balik tubuh anak ayam." Bilim memasang raut wajah serius, malah tampak seperti ala barbie imut.
"Sebelum kamu sembunyi, dosen yang ada di ruangan akan dapat menyorot mu." Theyo tersenyum, sambil menggoyangkan kepalanya.
"Sudah, sudah, biar aku pikirkan cara. Bagaimana, kalau kita malam-malam datang ke kampus. Terus diam-diam masuk ruangan itu." Aryo mengusulkan idenya.
"This is crazy bro, kamu kira bisa jadi monyet dadakan. Kampus kita besar, tersedia satpam, ada kaki yang akan keliling, ada tangan yang membawa senter, ada mata yang mengawasi, ada kucing yang mengejutkan, ada..." Theyo berhenti berbicara, karena disahut Aryo.
"Ah kamu itu, tidak ada selesainya bicara. Kucing pun kamu bawa-bawa." jawab Aryo.
"Kamu kebiasaan memotong pembicaraan." ujar Theyo.
"Maafkan aku teman, kamu terlalu banyak bicara. Aku menjadi sakit telinga." jawab Aryo.
Gheya bertemu dengan Ulti, di tempat yang telah direncanakan. Keduanya sama-sama ingin melepas rindu yang tertahan. Eak, sudah seperti sepasang kekasih saja.
"Assalamualaikum. Hai Gheya!" sapa Ulti.
"Wa'alaikumus'salam. Hai juga Ulti." jawab Gheya.
"Apa kabarmu, sudah lama tidak ketemu." ujar Ulti.
"Alhamdulillah baik, kamu sendiri bagaimana?" jawabnya, sambil tersenyum.
"Seperti yang kamu lihat, keadaanku cukup baik." Ulti mengembangkan senyuman.
"Syukur alhamdulillah." jawab Gheya.
"Sekarang kita beli makanan yuk!" ajak Ulti.
"Ayo, aku juga haus nih heheh..." jawab Gheya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments