Aku harus segera berlatih mengontrol Quirk ini, setidaknya aku masih punya harapan untuk bisa menggunakannya dengan baik.
Aku ingin menemukan arti hidupku sekarang, seorang pembunuh sepertiku bisa berubah jadi lebih baik kan?
Waktunya Pulang sekolah dan aku mengemasi buku-buku. Midoriya, Uraraka, dan Iida melambai padaku lalu ku balas dengan mengangguk pada mereka.
Kemudian Todoroki menoleh padaku bertanya apakah aku sudah selesai dengan beres-beres. Aku lalu menggendong tasku dan menjawab "sudah".
Kali ini Todoroki menyodorkan tangannya, kupikir mungkin dia ragu untuk langsung menggenggam tanganku karena aku sering menghindarinya.
Tapi kali ini, aku ingin percaya pada Todoroki. Aku menerima uluran tangan itu. Tangan yang kasar tapi terasa hangat, kami berjalan bersama.
"Yura, 11 tahun lalu. Kemana kamu pergi?" Tanyanya padaku tanpa memandang wajahku.
"Ada seorang paman jahat menyuruhku untuk mencuri, tapi dia memberiku makanan dan tempat untuk istirahat. Setelah itu tragedi itu terjadi. Aku ini memang penjahat"
"Begitu ya...."
"Todoroki...."
Ia menoleh padaku.
"Ujian masuk waktu itu, aku melihatmu tapi aku tak bisa memanggilmu"
"Kau juga lewat jalur rekomendasi, tapi kenapa aku tak melihatmu?"
"Sebenarnya aku berada di jalur berbeda, aku melawan Endeavor".
Todoroki berhenti melangkah bahkan genggaman tangannya semakin keras, aku pun kesakitan.
Tapi aku melihat ekspresinya yang begitu kesal, apa karena aku menyebut Endeavor. Tunggu dulu jangan-jangan....
"Todoroki, jangan-jangan kamu anak Endeavor?"
"Apa kau.... Tidak. Jika kau bisa masuk Yuuei berarti kau mengalahkan Pak Tua itu?"
Aku mengangguk, dia tidak memanggil ayah pada Endeavor. Apakah hubungannya buruk dengan Endeavor.
Tapi memang Endeavor selalu terlihat tegas, bahkan aku sempat ketakutan saat menghadapinya.
Todoroki melepas genggamannya dari tanganku, kini dia sedikit terlihat tenang. Tapi kemudian dia mengajakku untuk berlatih bersama.
Karena itu dia mengajakku untuk kerumahnya karena dia punya tempat luas untuk berlatih. Aku tidak menduga kalau aku bisa ke rumah Todoroki.
*
*
*
*
"Namaku Todoroki Fuyumi, kamu teman sekelas Shoto ya. Maafkan adikku kalau terkadang dia bersikap tidak menyenangkan" ucap Kakak perempuan Todoroki.
Todoroki langsung mengajakku untuk ke tempat latihan, meski kakaknya menyuruh kami untuk makan terlebih dulu namun Todoroki menolak dan ingin makan setelah berlatih sebentar.
Sebelum mulai berlatih, aku memakai seragam olahraga sekolah begitu pun Todoroki. Kami pun sudah berdiri di tanah lapang tempat keluarga Todoroki berlatih.
"Coba tiru kekuatanku, Yura"
"Aku coba...."
Aku mulai mengaktifkan Quirk milik Todoroki pada kedua tanganku. Begitupun Todoroki tapi dia hanya mengaktifkan es.
"Todoroki, apa kamu tidak akan mengaktifkan apimu?"
"Aku hanya akan menggunakan es saja"
Dia mulai menyerang ke arahku, menerjang dengan esnya. Dengan cepat aku menghindarinya, tapi aku yang ceroboh malah terpeleset oleh lantai es miliknya.
Aku melihatnya mulai berlari tuk meluncurkan pukulannya padaku. Dengan kelincahan ku aku memutar tubuhku dengan tanganku lalu mengeluarkan api dari kakiku membuat Todoroki mundur menjauh.
"Itu teknik yang bagus, Yura. Kau belajar dari mana"
"Aku tidak tahu, seperti reflek. Gerakan itu terngiang-ngiang di kepalaku. Tapi reflekmu dengan esmu sangat bagus"
"Begitu ya, sekali lagi"
Kali ini aku yang mulai menyerang, aku melelehkan lantai es yang di buat Todoroki dengan api lalu melempar es yang meleleh itu ke arah Todoroki dan merubahnya dengan es tajam, lagi-lagi Todoroki mampu menghindar.
Kaki Todoroki menginjak tanah lalu muncul es tajam menjulang mengarah padaku. Segera mungkin aku membuat dinding es, tapi ternyata serangan Todoroki jauh lebih kuat.
Belum sempat ku sadari ternyata itu hanya pancingan membuatku lengah, Todoroki sudah berada di belakangku lalu menjebak kakiku dengan es.
Aku melihat Todoroki dimana bagian kanannya sedikit terselimuti es, dia juga tampak kelelahan. Dia terlalu berlebihan menggunakan es miliknya.
"Todoroki, sampai disini saja. Kita istirahat"
Todoroki mencairkan esnya dan aku membopongnya untuk duduk di lantai kayu rumahnya.
"Todoroki, kamu mencapai batasmu ya. Memang ada baiknya kalau menggunakan api milikmu juga" ucapku
"Tidak akan pernah, aku bisa kuat hanya dengan es milikku!"
"Maafkan aku, Todoroki"
Kami duduk bersimpuh saling berhadapan, Todoroki menjatuhkan kepalanya pada pundakku.
Aku mendengar helaan nafas darinya, apa dia sedang merasa sedih.
Dengan pelan-pelan, aku menepuk punggungnya berharap dia bisa menguatkan hatinya.
"Waktunya makan~" suara Fuyumi yang berjalan ke arah kami, membuat kami kaget dan menjauhkan jarak duduk kami. Wajahku memerah begitupun Todoroki.
*
*
*
*
Tak terasa hari sudah gelap, aku harus segera pulang. Todoroki meminta izin pada kakaknya untuk mengantarku setidaknya sampai aku mendapat bis.
"Todoroki, dirumah hanya ada Kak Fuyumi lalu kemana kakakmu yang lain dan Endeavor?" Tanyaku untuk menghilangkan senyap kami karena menunggu bis.
"Natsuo, dia menginap di rumah pacarnya. Lalu Pak Tua itu jarang pulang, lalu...."
Belum sempat ia lanjut bercerita bis yang kutunggu pun datang, aku berdiri dan berterima kasih pada Todoroki karena sudah repot-repot menemaniku.
Saat aku mulai melangkahkan kaki, tangan Todoroki menggapai tanganku lagi. Aku merasakan kesedihan lagi dari genggaman tangannya itu.
"Todoroki...."
"Maafkan aku, kau bisa pulang. Hati-hati"
"Iya"
Ia melepaskan tanganku dan aku menaiki bis tersebut. Dari jendela bis aku melambai padanya.
Setelah sedikit berlatih dengan Todoroki ada yang aku sadari, meski aku tak ingat tapi tubuhku mengingat gerakan lincah itu. Ku baru menyadarinya.
Dan aku yakin, baik Todoroki maupun Endeavor pasti tak punya skill seperti yang ku lakukan.
Quirk-ku sangat misterius, apakah tadi adalah kekuatan yang aku kembangkan dari Quirk yang ku salin. Di tengah aku berfikir sepertinya aku melupakan sesuatu.
*
*
*
*
Esok hari, ketika kami hendak pulang diluar kelas kami sudah di hadang oleh mereka siswa kelas lain. Wajar jika mereka datang untuk melihat lawan mereka di festival olahraga nanti.
Seorang dari mereka bahkan mengatakan hal yang membuat kami tersulut emosi, namun Bakugo justru berjalan maju mencoba menerobos keluar kerumunan siswa itu.
Kirishima menahan Bakugo saat itu namun perkataan Bakugo malah membuat kami lebih percaya diri. Kupikir anak nakal itu akan tersulut emosi seperti kami, tapi nyatanya dia dengan keren menanggapinya dengan kata-kata yang memotivasi.
"Bakugo.... Ternyata keren" ucapku lirih.
"Ucapannya juga benar...." Sahut Todoroki sambil menatap Midoriya.
"Aku harus berlatih dengan keras" lanjutnya.
Aku merasa semakin dekat dengan festival olahraga, Todoroki terlihat semakin serius dan semakin jarang tersenyum padaku. Bahkan dia juga langsung pergi meninggalkanku.
Bagi mereka yang ingin menjadi pahlawan ini adalah kesempatan besar untuk menunjukkan kemampuan mereka masing-masing, sedangkan aku yang tak pantas menyandang nama "Calon Pahlawan" ini hanya menganggap biasa.
*
*
*
*
Hari Festival olahraga Yuuei tiba, kami siswa kelas 1-A berada di ruang tunggu. Kita asyik mengobrol dan mempersiapkan mental. Aku melihat Todoroki berjalan menuju Midoriya, dia menantangnya.
Aku menghampiri Todoroki, memegang baju Todoroki "Todoroki, tenanglah. Kamu terlihat mar-"
"Aku datang kemari bukan untuk menjalin pertemanan" jawabnya dingin padaku.
Kakiku melangkah mundur darinya, aku merasa Todoroki benar-benar tak seperti biasanya. Aku mengkhawatirkan dirinya sekarang.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments