Yura dan Traumanya

Sekolah SMA Yuuei, tempat dimana mereka yang bermimpi untuk menjadi pahlawan belajar dan melakukan pelatihan kepahlawanan.

Karena sekolah ini sangat terkenal membuat banyak murid yang masuk ke sekolah tersebut, mereka yang lulus di ujian tertulis dan praktek telah di bagi ke dalam beberapa kelas.

Dan aku mendapat kelas 1-A, aku hanya berharap aku tak akan membuat kesalahan lagi sama seperti yang aku lakukan dulunya.

Aku berjalan menuju kelasku sembari memainkan jari telunjukku tuk hilangkan rasa gugup ini. Aku berdiri tepat di depan pintu yang sudah tertanda 1-A.

Di dalam terdengar sangat ramai, aku pun membuka pintu kelas membuat mereka yang sedang berbincang terdiam melihatku.

Tunggu situasi apa ini, aku membenamkan kepalaku karena tak bisa melihat mata mereka.

Tak lama, seorang siswi manis dengan rambut pendek berwarna coklat mendekatiku lalu memperkenalkan dirinya "Salam kenal, namaku Ochako Uraraka. Kamu juga murid kelas 1-A kan?" Ucapnya sambil menyodorkan tangannya padaku mengajak berjabat tangan.

Tapi aku tak melakukannya dan memilih menarik tanganku dan memasukkan ke dalam saku seragamku.

Aku diam tak berkata apapun, aku melaluinya dan mencari tempat duduk yang kosong. Dengan diriku yang terus menunduk membuat terlihat aneh. Aku duduk dan menyembunyikan wajahku dengan kedua tanganku yang terus bergetar.

Tak lama, seorang guru yang memperkenalkan dirinya dengan nama Aizawa sensei.

Penampilannya sangat lusuh dan tak bersemangat. Dia menyuruh kami untuk memakai seragam Olahraga dan meminta kami turun ke lapangan.

Ternyata kami akan harus melakukan tes fisik, seorang anak berambut seperti landak dan terus berkata kasar terlihat sangat mencolok dengan Quirk miliknya.

Setelah diriku berhasil melewati tes fisiknya sampai dimana tes terakhir tiba, kita diminta melempar bola sejauh mungkin. Namaku pun akhirnya di panggil oleh Aizawa sensei, teman kelasku bertanya-tanya tentang Quirk yang aku punya.

Aku mulai memainkan bolanya sebelum ku tembakkan dengan Quirk milik paman jahat itu. "Berikan kekuatan maksimal mu, Yura". Aku membuang nafas lalu menembakkan jaring ku untuk menerbangkan bola itu sejauh mungkin. Syukurlah aku berhasil mendapat nilai yang cukup.

*Bruuuk

Aku terduduk ketanah, kepalaku terasa amat sakit. Seakan-akan ada yang meronta keluar dari tubuhku. Aizawa sensei dengan cepat mengaktifkan Quirknya untuk menghapus bakatku. Aku pun langsung jatuh pingsan karena seketika aku kehilangan tenagaku.

Samar-samar aku mendengar teman sekelas ku yang khawatir dan berlari menghampiriku tapi aku cukup jelas mendengar kalau Aizawa Sensei bilang untuk tidak menyentuhku. Perlahan kesadaranku pun menghilang.

*

*

*

*

Aku terbangun dengan tersentak, nafasku menjadi tak karuan. Aku melihat ruangan tempat aku berada, tak lama seorang seorang nenek datang padaku.

Aku memberi penghalang dengan tanganku agar ia tak menyentuhku "Tolong, jangan sentuh aku" ucapku dengan gemetar.

"Kamu sudah tidak apa-apa, aku adalah Recovery Girl. Saat ini Quirk-mu tidak aktif, bahkan hampir tidak ada. Tapi, cobalah beristirahat setelah ini" ucapnya sambil memberi sebuah permen untukku.

Di lorong sekolah SMA Yuuei aku berjalan, melihat awan yang berwarna orange kurasa teman-teman sekelas sudah pulang.

Aku berjalan masuk ke kelas dan melihat dia. Tunggu, aku tidak sadar berada di kelas yang sama dengan Todoroki. Aku ini payah sekali, aku terus menunduk dan menolak melihat semua teman-temanku, aku terlalu takut.

Aku mendengar derap kakinya berjalan padaku, tangannya menyodorkan tas milikku. Rasanya aku seperti kembali di kala itu, apa dia mengingatku?

"Namamu, Yura kan?" Ucapnya

"Um...." Aku mengangguk dan mengambil tasku dari tangannya.

"Apa kamu sudah baikan? Wajahmu masih terlihat pucat?"

"Iya...." Tubuhku gemetaran, aku gugup dan takut. Aku masih tidak tahu Quirk-ku sebenarnya.

Kemudian tanpa aku sadari Todoroki sudah menggenggam kedua tanganku. Sebuah asap keluar yang membuat tanganku menjadi hangat.

"Tanganmu....dingin. Apakah sudah jauh lebih baik" ucapnya sambil memandangku.

Aku lantas menarik tanganku darinya, perlahan aku berjalan mundur tuk sedikit menjaga jarak. "Kamu jangan menyentuhku" ujarku lirih.

Lalu aku berlari tuk segera keluar dari sekolah, aku tak bisa menahan rasa berdebar di jantungku. Nafasku jadi tak karuan, apakah aku sedang kembali ke masa lalu? Apakah itu berarti dia akan membuang ku lagi?

*

*

*

*

Esok harinya, kali ini aku memberanikan diri untuk melihat semua wajah teman sekelas ku. Seorang teman kelasku, berambut hijau ikal menghampiriku menanyakan keadaanku.

Bagaimana aku bisa menjawabnya, Recovery Girl bilang Quirk-ku menghilang.

Tak lama, Aizawa sensei datang dari belakangku mengagetkan kami sekelas. Kami segera duduk , saat aku berjalan menuju bangku aku tak sadar kalau aku duduk di bangku belakang melewati bangku milik Todoroki.

Aizawa Sensei menatapku. Setelah itu ia mengatakan sesuatu tentang Quirk milikku.

"Yura, kamu bisa meniru Quirk dan menggandakannya ya?" Ucapnya yang mampu membuat seluruh teman sekelas melihatku.

"Apa? Maksudku... Kurasa begitu"

"Setiap kamu menggandakan kekuatannya. Tubuhmu tidak bisa menahan Quirknya itulah kenapa kamu pingsan. Aku harap tebakanku benar" lanjutnya dan aku hanya mengangguk bingung saja tanpa mengerti yang sebenarnya.

Setelah itu, Aizawa sensei pun memulai sesi pelajaran pagi ini. Aku masih bingung apa maksud Aizawa sensei, di tengah kebingunganku cewek tinggi berambut hitam ponytail memberiku kertas yang bertuliskan "Dari Todoroki Shoto".

Aku lantas mencuri pandang ke arahnya yang tengah fokus mendengarkan pelajaran Aizawa Sensei. Dalam kelas itu, ia menuliskan susunan letak meja dan nama dari teman sekelas.

Rasanya aku sangat senang, apakah dia tahu kalau aku tidak pernah mengenal siapa saja yang ada di kelas ini. Aku pun diam-diam mulai menghafalnya.

Waktu berlalu hingga, jam pelajaran yang ditunggu-tunggu semua murid tiba. Pelajaran dari pahlawan No. 1, ALL MIGHT.

Ia mengatakan bahwa pelajaran kali ini adalah pertempuran dan dia menyuruh kami untuk memakai kostum yang sudah mereka pesan.

Bagaimana denganku?

Aku melihat Midoriya yang merogoh tasnya, berbeda dengan teman-temannya yang mengambil koper sesuai nomer urut mereka. Aku terdiam dan mengangkat tanganku ke atas, All Might melihatku.

"Aku tidak pu-" sebelum usai aku mengatakannya, All Might menunjuk ke sebuah koper berangka 00. Mataku terbelalak, meski aku sadar pasti mereka sudah mempersiapkannya.

Kami pun bergegas mengganti pakaian kami, aku melihat model kostum pahlawanku. Ah, ternyata mereka tahu kalau aku tidak suka sesuatu yang berlebihan.

Ini cukup memudahkan aku untuk bergerak, setelah berganti pakaian kami di antar menuju tempat latihan.

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!