Davina menatap mata coklat pria India itu. Boleh dibilang, Ali Khan bukanlah pria tipe Davina. Gadis itu lebih suka pria berkulit putih, khas Asia timur bukan kulit coklat eksotis khas Asia tengah.
Davina suka pria berwajah bersih, macam sepupu-sepupunya seperti Bara, Levi atau Arya meskipun saudara sepupu perempuannya kebanyakan menikah dengan pria berbrewok. Ali Khan memiliki brewok yang ditata rapi. Pria itu memang memperhatikan penampilannya.
"Apa maksudmu kamu mencintaiku?" bisik Davina sambil mencari apakah pria itu berbohong atau tidak.
"Aku benar-benar mencintaimu, Vina, bahkan aku sudah mengatakan pada tuan Javier."
Davina mendelik. "Kamu...kamu bilang ke papa?"
Ali mengangguk. "Aku bukan anak ABG lagi, Vina. Aku benar-benar serius padamu hanya saja aku tidak mau segera menikahimu kalau perasaanmu masih belum tumbuh. Aku mau kita saling mencintai bukan karena keterpaksaan."
Davina masih terdiam menatap Ali Khan.
"Aku sudah pernah gagal berumah tangga dan aku tidak mau gagal untuk kedua kalinya. Aku sudah merasakan bagaimana kehidupan berumahtangga karena terpaksa itu tidak enak. Itulah sebabnya aku ingin mengambil hatimu agar hanya untukku seperti halnya hatiku yang sudah kau curi sejak pertama aku bertemu denganmu."
Davina hanya bisa termangu. Ali mengusap wajah gadis itu mesra. "Beristirahat lah, aku akan menjagamu."
Ali Khan berdiri dari tempatnya duduk dan berjalan menuju pintu kamar.
"Al..." panggil Davina.
"Ya Vin?"
"Terimakasih" ucap Davina seraya menatap Ali dengan lembut.
"Sama-sama. Beristirahatlah." Ali lalu keluar dari kamar itu dan menutup pintunya pelan.
***
Ali Khan menuju ke ruang makan dan membuka kulkas untuk mengambil sebotol air mineral dingin. Hanya sekejap, air dalam kemasan itu masuk ke dalam tenggorokannya.
Hampir saja! Hampir saja aku sama brengseknya dengan pria Korea itu!
Melihat putri Javier Arata itu tampak rapuh, membuat sisi prianya ingin melindungi bahkan lebih dari itu tapi Ali masih bisa menahan dirinya. Aku bisa khilaf jika tadi berbuat lebih! Sial!
***
Davina masih di posisi semula mencoba meresapi ucapan Ali Khan. Pria itu memang bukan idamannya bahkan dia hanya menganggap pria itu rekan bisnisnya, sahabat Arjuna sepupunya.
Wajah Ali berbeda dengan Ye-jun ketika menatapnya. Ali menatapnya mesra, Ye-jun menatapnya penuh nafsu dan kebencian. Apakah aku memang mengalami toxic relationship? Tapi aku tidak berhubungan dengan Ye-jun cukup lama.
Gadis itu menatap ke arah jendela kamarnya yang entah kenapa dirinya merasa diperhatikan. Seperti ada yang mengawasi ku.
Davina menatap jendela itu. Sepertinya itu jendela dua arah. Jantung gadis itu berdebar kencang. Apakah perasaanku salah? Ada seseorang di balik kaca jendela itu dan terus megawasiku?
Suara ponsel Davina berbunyi dan terdapat nomor asing disana yang Davina tidak mengenali nya. Pelan dia menggeser tombol hijau.
"Halo..." ucapnya pelan.
"Halo Blaze. Bagaimana tanganmu?"
Davina membeku. "Ry? Bagaimana kamu tahu nomor..."
"Apa sih yang aku tidak tahu tentang mu? Parfummu masih Christian Dior Dune dan aku sangat menyukai baunya, B. Kamu tadi memakainya kan?"
Davina menatap layar ponselnya.
"Blaze, kamu masih memakai lipstik dari Yves saint Laurent kan? Skincare mu masih SK-II, ukuran dadamu aku juga tahu" kekeh Ye-jun.
Davina melotot tidak percaya. "Jangan melotot seperti itu, Blaze. Nanti mata indah mu bisa copot."
"Kamu! Bagaimana..." Davina tampak panik bagaimana pria itu bisa mengetahui kondisi dia sekarang.
"Aku melihat mu Blaze."
Davina celingukan mencari sekiranya ada kamera CCTV di kamarnya bahkan dia sampai terbangun mencari-cari di setiap sudut.
Ye-jun tertawa. "Aku tidak memasang CCTV di kamar mu, Blaze. Lihatlah keluar!"
Davina melihat kearah jendela besar kamarnya ke seberang rumahnya. Pintu kaca rumah seberang rumahnya terbuka. Tampak Ye-jun berdiri disana sambil memegang ponselnya.
"Halo Blaze."
Davina melongo dan segera menutup gordennya dan mematikan ponselnya. Tubuhnya gemetar ketakutan. Pria itu sudah gila! Bisa-bisanya dia tinggal di seberang rumah aku!
Ponselnya berbunyi lagi dan nomor yang sebelumnya menelponnya, nomor Ye-jun.
"Apa lagi maumu!" bentak Davina.
"Aku mau kamu, Blaze! Kamu hanya milikku! Milikku!" ucap Ye-jun.
Davina mematikan ponselnya dan memblok nomor milik Ye-jun lalu bergegas mencari Ali.
"Bik, tuan Ali dimana?" tanya Davina kepada pelayannya.
"Ada di kamarnya, non."
"Yono!" panggil Davina ke kepala keamanan rumahnya.
"Ya nona?" Pria bertubuh tinggi tegap dengan muka seram itu menghadap ke nonanya.
"Tingkatkan keamanan rumah! Kejadian pagi tadi sudah cukup membuat kita harus lebih waspada!" Davina membalikkan tubuhnya.
"Baik nona. Oh, kami tidak melaporkan kejadian tadi ke Tuan Javier dan Tuan Arya."
Davina berhenti melangkah dan menoleh ke arah Yono. "Kenapa?"
"Tuan Khan bilang karena tuan Giandra akan menikah, jangan sampai keluarga besar heboh dan mengganggu persiapan pernikahan."
Davina mengangguk. "Bikin tiga shift penjagaan."
"Siap nona."
Davina kemudian berjalan menuju kamar Ali. Suara bariton mengijinkan dirinya masuk dan Davina pun melangkah ke dalam kamar tamu miliknya. Aroma parfum maskulin menyeruak hidung Davina.
"Al..." panggil Davina ketika melihat pria itu sedang membaca.
Ali Khan menyampingkan bukunya ke nakas sebelah tempat tidurnya.
"Ada apa Vina?" tanya Ali. Davina tidak menjawab namun menutup pintu kamar Ali dengan pelan. Gadis itu berjalan menuju tempat tidur dan langsung memeluk Ali erat. Pria itu membeku namun merasakan tubuh gadis itu gemetaran.
"Vina?"
"Dia...ada di seberang, Al" bisik Davina.
"Siapa Vina?" tanya Ali bingung yang reflek memeluk tubuh gemetar itu.
"Ry... Ye-jun."
Ali terkejut. "Bagaimana bisa?"
"Dia tinggal di seberang rumahku."
Ali melepaskan pelukannya dan bergegas keluar kamar dan melihat rumah seberang yang memiliki model minimalis modern dengan pagar tinggi. Rumah itu seperti tampak tak berpenghuni.
Ali Khan mengusap wajahnya kasar. Tidak bisa dibiarkan!
Ali Khan pun masuk ke dalam kamarnya dan menatap Davina. "Kita pindah ke rumah orang tuamu!"
"Tapi Al.."
"Dengar Davina. Kita sudah tidak aman disini! Kita pergi sekarang!"
***
Ali Khan dan Davina sudah keluar dari kompleks perumahan itu bersama dengan dua orang pengawal yang menyetir mobil Land Rover Defender itu menuju rumah keluarga Arata.
Sesekali dia melihat ke belakang takut diikuti oleh anak buah Ye-jun.
"Setidaknya kalau di rumah papamu, dia tidak bisa macam-macam dengan mu atau kamu mau di apartemenku?" tawar Ali Khan.
Davina melotot. "Tidak! Aku lebih aman di rumah papa!"
"Yono, kita berhenti di mall depan. Kita masuk kesana."
"Kita diikuti kan tuan?" sahut Yono.
"Exactly!"
Yono pun mematuhi perintah Ali Khan yang sudah menelpon ojek online yang memintanya menjemput di sisi lain mall.
"Kamu tunggu disini Yono, aku dan nona Davina akan bergaya masuk ke dalam mall. Nanti tas bajuku kau kirim kan malam." Ali pun menggandeng Davina untuk masuk ke mall dan Yono pun memperhatikan bahwa mobil yang mengikuti mereka pun berhenti tidak jauh dari tempat mereka parkir. Ye-jun pun turun dari dalam mobil bersama dengan John untuk mencari Davina di dalam mall.
Yono dan pengawal lain menahan nafas seolah tidak memperhatikan dari dalam mobil mewah milik nonanya. Sebuah pesan masuk ke dalam yang meminta agar Yono segera pergi dari sana karena Ali Khan dan Davina sudah berada di mobil ojek online. Yono pun langsung pergi meninggalkan mall itu.
Di dalam mall, Ye-jun dan John tidak berhasil menemukan jejak Davina dan Ali Khan pun bergegas kembali ke mobil mereka dan melihat Defender milik Davina sudah tidak ada disana.
Brengseeeekkkk!!
***
Yuhuuu Up Sore Yaaakkk
Yang nunggu klan menghajar Ye-jun, sabar ya
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Murti Puji Lestari
Davina yang diikuti akunya ikut deg deg-an, beneran gila itu ri lele geprek
2024-08-31
1
Murni Agani
baru sadar dia gila neng😂🤣
2022-03-10
1
shinta
tegang sodara-sodara
2022-03-09
1