Davina terbangun ketika ponselnya berbunyi alarm sholat subuh jam setengah lima pagi. Perlahan dia bangun menyatukan nyawanya yang masih enggan bergabung. Setelahnya dia pun ke kamar mandi dan melakukan kewajibannya. Davina mengganti gaun tidurnya dengan tank top hitam yang dipadu dengan sweater Hoodie hitam bertuliskan Balenciaga dan celana legging hitam.
Hari ini adalah hari Sabtu dan dia ingin jogging di seputaran komplek perumahannya. Setelah menyiapkan ponsel, beberapa uang cash berbagai warna dan airpods, gadis itu keluar dari kamar.
Dilihatnya Ali Khan sudah siap di bawah dengan outfit untuk jogging.
"Mau jogging juga Vina?" tanya Ali.
"Iya." Davina mengambil sepatu joggingnya di lemari sepatu.
"Yuk, aku temani."
Davina tadinya hendak menolak tapi pasti nanti pengawal bayangannya akan laporan ke Javier.
"Baiklah" Davina pun keluar rumah. Keduanya pun melakukan pemanasan sebentar lalu keluar pagar hitam tinggi itu. Davina dan Ali tidak sendiri karena ada dua pengawal bayangan yang ikut serta dalam acara jogging itu.
***
Ye-jun sudah bangun sejak pukul empat pagi melihat Davina dan Ali pergi jogging berdua, langsung jengkel apalagi ada dua orang pengawal yang ikut.
Brengsek! Bagaimana mendekati Blaze kalau begini caranya? Biasanya juga jogging cuma berdua dengan pengawalnya.
Ye-jun keluar dari kamarnya dan sudah memakai Hoodie biru muda. Di rumahnya yang lumayan besar ada sekitar sepuluh orang pengawal dan pelayan yang semuanya mampu untuk beladiri dan menembak yang memang dibawa dari Miami untuk mengawal dirinya.
"John, Terry, ikut aku!" perintah Ye-jun kepada dua pengawalnya yang berdarah Melayu karena blasteran Malaysia-Inggris.
"Baik boss!" keduanya pun ikut Ye-jun.
***
Ali melihat bagaimana komplek perumahan ini bisa tembus ke area pertokoan yang menjual banyak makanan karena menjamurnya cafe dan street food disana, apalagi weekend seperti ini banyak orang yang libur dan menikmati acara olahraga maupun jalan-jalan di sana.
"Kamu mau istirahat dulu?" tawar Ali melihat peluh di dahi Davina.
"Boleh. Ke cafe situ ya" tunjuk gadis itu ke arah cafe yang sudah buka menjual berbagai breakfast western style.
Keduanya pun masuk ke dalam cafe sedangkan dua pengawalnya duduk di luar sambil membeli minuman dan jajanan tanpa mengurangi pengawasan di sekitarnya.
"Mau minum atau sarapan apa?" tawar Ali ketika sudah memegang buku menu.
"American breakfast saja sama hot choco" ucap Davina.
Ali pun memberikan buku menu sembari menyebutkan pesanan mereka berdua. Pria India itu memperhatikan bahwa cafe ini tembus hingga ke area taman danau buatan sehingga bisa makan di area belakang, tidak hanya makan di teras atau dalam cafe itu.
"Ternyata kalau weekend ramai juga ya disini" komentar Ali melihat banyaknya para expatriate yang juga melakukan olah raga jogging, jalan kaki atau hanya sekedar nongkrong.
"Biasanya besok Minggu para anggota perkumpulan sunmori yang sering kumpul disini. Ada perkumpulan Vespa, motor klasik, sepeda atau apalah yang penting kumpul" ucap Davina sambil membuka ponselnya.
"Bara sebentar lagi menikah ya" komentar Ali. "Aku bilang dia beruntung mendapatkan Gendhis sebab wanita itu benar-benar apa adanya."
"Sebelumnya mas Bara ditikung tapi Alhamdulillah dapat gantinya yang kami sekeluarga suka dengannya."
Ali menatap Davina. "Memang yang dulu orangnya nggak asyik?"
"Aku tidak tahu karena belum pernah bertemu tapi kata mbak Kaia, agak kaku dan tertutup gitu."
Pesanan mereka pun datang, Davina dan Ali mulai memakan sarapan mereka.
"Pengawal udah pada makan belum ya?" tanya Davina sambil melihat keluar.
"Palingan sudah sambil memantau keadaan" sahut Ali sambil menyesap kopi hitamnya.
"Eggs Benedict ini enak banget!" puji Davina. "Aku suka cara toast tomat Cherry nya."
Ali melirik Davina yang tampak menikmati makanannya dengan senang.
"Maaf." Ali membersihkan saus hollandaise yang ada di sudut bibir Davina dengan jempolnya. "Ada saus disana."
Davina membeku dan mata hazelnya menatap Ali. "Te.. terima kasih" bisiknya.
"Sama-sama Vina." Ali tersenyum.
Davina melanjutkan makannya sedangkan Ali masih tetap memandang gadis cantik di hadapannya.
"Kenapa kamu memandangi ku seperti itu?" tanya Davina yang agak risih sebenarnya.
"Karena kamu cantik. Pasti banyak yang mengejar dirimu ya, Vin?"
Davina hanya tersenyum smirk. "Semenjak kasus Ye-jun, aku jadi tidak berani berpacaran meskipun banyak yang meminta aku menjadi kekasih mereka."
"Kenapa? Apa karena keluargamu?"
Davina mengangguk. "Tidak mudah menjadi bagian klan Pratomo meskipun oma Vivienne adalah anak angkat dari Alex Neville dan Adinda Pratomo."
Ali terkejut. "Berarti kamu tidak ada darah Pratomo?"
Davina menggeleng. "Meskipun begitu, Oma dan Opa buyut menganggap Oma Vivienne adalah anak kandung dan bagian keluarga Pratomo apalagi Oma Vivienne melebihi yang berdarah Pratomo langsung bar-barnya" senyum Davina mengingat bagaimana rusuhnya kalau Oma Vivienne berantem dengan Mamanya Agatha dan Oom Raymond yang notabene anak menantu nya.
"Bara pun juga bukan keturunan Pratomo?"
Davina menggeleng. "Mas Bara menjadi bagian kami karena Tante Rhea menikah dengan Oom Duncan Blair yang merupakan anak dari Opa Edward Blair dan Oma Yuna Pratomo." Davina menyesap hot choconya. "Meskipun tidak ada hubungan darah, tapi mas Bara dan Danisha adiknya menjadi bagian kami juga dan diwajibkan untuk bisa bela diri dan menembak sejak usia lima tahun."
Ali melongo mendengar cerita keluarga besar Davina. "Kalian mirip mafia" bisik Ali yang membuat Davina terbahak.
"Of course lah. Apa kamu tidak tahu siapa leluhur kami? Eyang buyut Adrian Pratomo berbesan dengan opa buyut Duncan McGregor, begitu juga Eyang buyut Aryanto, karena Opa Edward adalah anak angkat Opa buyut Duncan. Oom Jeremy adalah penguasa klan McCloud, Oom Joshua malah ayah kandungnya mantan ketua silver shining Korea Selatan, Rhett O'Grady suami mbak Kaia penguasa klan O'Grady. Jangan lupakan kedua kakak kembarku, mbak Jo dan mbak Marissa yang menikah dengan klan Bianchi."
Davina tersenyum ke Ali. "Bagaimana kami bukan mafia? Tapi boleh dibilang mafia insyaf karena kami tidak berurusan dengan dunia itu sejak lama. Hanya saja jika ada dari salah satu dari anggota kami diganggu, jangan harap bisa selamat."
Ali termangu. "Tampaknya aku bukan termasuk kandidat yang bisa diperhitungkan untuk mendapatkan dirimu."
Davina mendelik. "Hah? Apa maksudmu?"
Ali menatap Davina serius. "Aku jatuh cinta padamu Davina, sejak pertama kali bertemu di kantormu saat aku datang bersama Arjuna. Hanya saja, aku harus mempersiapkan mental untuk bisa menghadapi kalian semua."
Davina tersenyum. "Aku ke kamar mandi dulu."
"Perlu aku temani?" tawar Ali.
"Tidak usah. Itu kamar mandinya" tunjuk Davina ke kamar mandi yang masih terlihat dari pandangan Ali.
"Hati-hati" ucap Ali yang dijawab anggukan Davina.
Gadis itu pun berjalan masuk ke dalam kamar mandi yang memang dibuat berdampingan antara pria dan wanita. Ketika masuk, Davina mengetahui ada seorang pria dengan Hoodie biru muda ikut masuk. Feeling-nya mengatakan Davina harus waspada.
Ketika gadis itu hendak masuk pintu toilet, tangannya ditarik oleh pria itu dan langsung menguncinya di tembok kamar mandi. Davina berontak dan hendak menendang pria itu, namun dia menemukan lawan sepadan, kakinya pun dikunci. Davina melotot melihat siapa yang bisa mengalahkan dirinya.
"Ry?"
***
Yuhuuu Up Malam Yaaaa
Maaf hari ini slow Up soalnya sibuk di dunia nyata
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
ꍏꋪꀤ_💜❄
sbenarnya tampang 👍👍tapi klakuan kek sikopat
2022-04-02
0
Murni Agani
knp ya kbykan org yg dijaga krn dlm bahaya sok2an kyk davina heran gue.kyk gak ada takut2ny pdhl hampir gt ama cwok yg udh bs blg sakit dlihat dr cara gayany.😁
2022-03-10
2