Davina menatap Ali Khan yang serius hendak menari ala film India sambil menutup mulutnya. Astaga! Serius nih orang?
"Kamu mau gaya film apa Sweetheart?" tawar Ali Khan.
"Hah? Serius? Al, rusukmu saja masih amburadul begitu kok malah nekad mau joget?" kekeh Davina.
"Biar kamu tertawa, Vina" ucap Ali Khan serius.
"Apa aku tidak pernah tertawa sesudah kasus Ye-jun?"
Ali Khan hanya menggelengkan kepalanya. "Tertawamu tertahan bukan tertawa lepas seperti dulu saat kita berkumpul dengan saudara-saudaramu."
Pria itu berlutut di hadapan Davina yang duduk di kursi taman dan menatapnya dalam. "Apakah sesulit itu kamu membuka hatimu untukku, Sweetheart?"
Mata hazel Davina menatap netra coklat pria India itu. Wajah Ali tampak serius dan mata coklat terus menatapnya dengan lembut dan..mesra. Tatapan yang yang menghunus hatinya.
"Aku..." suara Davina menghilang ketika sebuah jari menempel di bibirnya.
"Berusahalah menerimaku, sweetheart. Aku tahu kamu pasti sudah screening siapa aku dan latar belakang keluargaku. Mungkin aku tidak sekaya kalian tapi aku berjanji padamu untuk selalu mencintaimu, menjagamu, menghormatimu dan melindungimu."
Davina memegang wajah Ali yang membuat pria itu membeku. "Beri aku waktu, Al, karena aku masih menata hatiku yang berantakan akibat ulah dia. Bersabarlah padaku."
Ali Khan tersenyum. "Setidaknya kamu tidak menolakku."
"No Al, aku tidak menolakmu tapi juga belum bisa menerimamu. Just be patient with me."
"Aku akan bersabar padamu, sweetheart." Ali lalu mencium kening Davina. "Love you so much."
Davina terdiam.
***
Minggu pagi ini, Ali Khan sudah diijinkan pulang dan Davina menjemput pria itu meskipun dirinya sendiri heran. I don't love him, just care of him but why I still can't leave him?
Ali Khan yang hendak membayar administrasi bingung karena semua sudah beres.
"Sweetheart, ini siapa yang membayar semua biayanya?" tanya Ali Khan bingung karena black card nya tidak berlaku.
Davina menatap Ali Khan dengan sama bingungnya. Lalu mata hazelnya melihat plakat yang menempel di dinding rumah sakit.
Rumah sakit ini milik PRC group? Davina melihat ada nama 'Rani Pratomo' disana sebagai pihak yang menandatangani saat batu pertama diletakkan dan merupakan nenek buyut Kaia dan Aidan Blair.
Pasti kak Fuji yang membereskan semuanya secara semua rumah sakit milik PRC group dipegang semua oleh dia dan Oom Mamoru.
"Sudah dibereskan oleh kak Fuji, Al" jawab Davina.
"Kok bisa?" Ali melihat plakat yang menempel di dinding depan pintu masuk. Rani Pratomo. Dan Ali Khan pun maklum.
"Nona Davina, tuan Javier dan nyonya Agatha akan segera tiba di bandara sekitar satu jam lagi" lapor Yono yang masuk ke dalam lobby rumah sakit.
"Ya sudah langsung kesana saja. Al, kamu nggak papa ikut aku dulu jemput papa mama?" Davina menatap Ali.
"Aku bisa pulang naik taksi, nggak papa sweetheart."
"Ikut sajalah. Sekalian" paksa Davina.
Dalam hatinya Ali bersorak gadis itu memintanya ikut menjemput kedua orangtuanya. "Baiklah jika kamu memaksa." Bukankah harus sok cool dulu ya?
Davina lalu berjalan mendahului kedua pria itu. Yono membantu membawakan duffle bag milik Ali Khan yang berjalan mendekati gadis itu dan menggandengnya. Davina sempat tersentak kaget namun akhirnya membiarkan pria tinggi itu memegang tangannya.
***
Keduanya sampai di Bandara Soekarno-Hatta menanti pesawat komersil yang membawa kedua orangtuanya dan Ghani serta Alexandra. Mereka semua sudah menyelesaikan urusan dengan Miami Dade Police dan DEA.
Davina diberi kabar oleh Javier bahwa kejahatan Ye-jun tidak main-main. Selain pemakai, Ye-jun juga bandar narkoba kelas kakap yang cukup licin operandinya. Hanya gara-gara obsesinya dengan Davina yabg bertemu lagi setelah sekian lama, membuatnya tergelincir.
Beruntung dirinya tidak harus menjadi saksi di pengadilan karena dirinya dan papanya tidak menuntut soal pelecehan yang diterimanya. Davina tidak sanggup jika harus duduk di kursi saksi dan berhadapan dengan Ye-jun kembali. Cukup tahu dia akan dihukum seumur hidup atau bisa dihukum mati karena di Florida masih berlaku.
"Sweetheart, itu Bara dan Arum." Suara Ali Khan membuyarkan lamunannya.
"Mana?" tanya Davina. Ali hanya menunjukkan kedua orang yang saling berpelukan menunggu di depan pintu kedatangan.
"Mas Bara" panggil Davina membuat keduanya menoleh.
"Davina. Apa kabar?" sapa Arum melepaskan pelukan suaminya dan memeluk sepupu iparnya.
"Alhamdulillah baik. Kalian nggak diganggu para pasukan Durjana kan?" tanya Davina sambil tertawa mengingat sepupu prianya usil-usil.
"Alhamdulillah nggak. Kan aku sempat dapat seminggu plus kalian kan lebih sibuk liburan di Jakarta" cengir Arum.
***
"Berjuang Al. Berikan waktu buat Davina menata hatinya dulu" ucap Bara ke Ali.
"Itu yang dibilang olehnya, Bar" sahut Ali.
"Meskipun adikku satu itu belum mencintaimu, tapi dia memilih menungguimu, merawatmu Al."
"Mungkin karena dia merasa hutang nyawa denganku?" Ali menatap Davina yang asyik ngobrol dengan Arum.
"Jangan suudzon lah, dia sebenarnya anaknya memang care aslinya. Hanya saja, beri dia waktu."
Ali Khan mengangguk. Tak lama pengumuman pesawat yang membawa Ghani dan Javier pun mendarat. Setelah menunggu beberapa saat, keempat orang tua masing-masing dari Bara dan Davina pun muncul. Meskipun tampak lelah, namun mereka berempat senang melihat anak-anak datang menjemput.
Javier menjabat tangan dan memeluk Ali sebagai tanda terimakasih menjadi tameng bagi putrinya.
"Thanks Ali" ucap pria paruh baya itu. "Bagaimana rusukmu?"
"Alhamdulillah sudah lebih baik, Sir" senyum Ali.
"Kalian mau ikut makan siang di RR's meal nggak?" ajak Ghani.
"Aku mau hibernasi seperti beruang. Capek benar aku" ucap Javier.
"Oke. Sampai ketemu di grup keluarga." Ghani pun menggandeng Alexandra berjalan bersama Bara dan Arum menuju mobil mereka setelah saling berpamitan.
***
"Yono, langsung ke mansion milikku" ucap Javier kepada pengawalnya.
"Lho pa, Ali gimana? Kan apartemen nya beda jalur sama mansion papa" protes Davina.
"Ali ikut ke rumah kita lah. Papa capek bener ini" ucap Javier.
"Sudah, nanti biar Ali tidur dulu di kamar tamu. Nggak papa kan Al?" Agatha menengahi suami dan putrinya karena tahu Javier benar-benar sibuk bersama Ghani untuk membangun kasus Ye-jun tanpa harus memasukkan nama Davina disana sebagai korban pelecehan.
"It's okay, sweetheart. Aku ikut ke mansion Mr Arata saja" ucap Ali.
"Apa Al? Sweetheart?" pendelik Javier sambil memutar kepalanya ke kursi belakang tempat Agatha, Davina dan Ali duduk.
"Eh? Maaf, Sir. Saya memanggil putri anda dengan panggilan itu" Ali menatap Javier dan Agatha bergantian.
"Fix Ali. Nanti malam usai makan malam, kamu harus bicara empat mata dengan saya!" Mata hazel Javier menatap tajam pria India itu.
Ali hanya bisa menelan salivanya susah payah.
Mati aku!
***
Yuhuuu Up Malam Yaaaa
Maaf telat 🙏🙏🙏
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Murti Puji Lestari
kowe pancen golek molo kok Al 😅😅😅
2024-08-31
1
Murni Agani
there aomething left n u need to know what dav😂
2022-03-14
1
wonder mom
bomat, Al. siapa suruh nyenggol macan ngantuk🤪🤪🤪
2022-03-13
4