Aurel terus bergelayut dengan pikirannya sendiri, ia masih tidak habis pikir. Kenapa papanya bisa terlibat dalam kejadian ini?
"Apa yang sebenarnya disembunyiin papa?"
"Kenapa papa boongin aku?"
"Kenapa papa terlibat dalam hal yang mengerikan ini?"
"Semua ini gak masuk akal! Papa orang baik, gak mungkin dia sekejam ini!"
Aurel bermonolog dengan dirinya sendiri, ia menolak kenyataan akan keterlibatan papanya, apalagi saat ia melihat mayat-mayat yang telah di mutilasi itu.
Aurel mengambil ponselnya, mencari nomor papanya, nada tersambung terdengar oleh Aurel.
"Halo pa, apa kabar?" Sapa Aurel, sesaat setelah panggilan berlangsung.
"Papa baik, kamu gimana?"
"Baik juga kok pa, papa lagi dimana?"
"Papa lagi dibandung, lagi meeting sama om Hendra, kenapa rel?"
"Gak papa pa, aku mau nanya aja. Oh iya pa, aku boleh ngomong sama om Hendra gak?"
"Om Hendra nya lagi ketoilet sayang, emang ada apa? Tumben banget kamu mau ngomong sama om hendra"
"Gak ada sih pa, udah lama aja aku gak ngobrol lagi sama om Hendra"
"Oh gitu"
"Yaudah pa, salam aja deh sama om Hendra"
"Nanti papa sampaikan"
"Aku tutup ya pa"
Selesai bicara dengan papanya, Aurel kembali mencari nomor lain yang akan ia hubungi saat ini.
"Om Hendra"
"Iya, ada apa rel?"
"Om lagi meeting sama papa?"
"Gak tuh, om lagi dirumah nih"
"Jadi om gak meeting sama papa?" Tanya Aurel memastikan.
"Papa bohong" batin Aurel.
"Gak, emang kenapa? Papa kamu gak ngasih kabar lagi, bukannya kemaren udah pulang?"
"Gak papa om, yaudah aku tutup dulu ya"
Aurel menutup telfonnya, sekarang ia tau jika papanya membohonginya. Kecewa, ya Aurel sangat kecewa pada papanya, laki-laki yang paling ia percayai sekarang membohonginya. Aurel meremas ujung bajunya, sesak yang tak bisa ia tahan saat ia mengetahui papanya terlibat dalam hal mengerikan itu.
Suasana menyesakkan itu terhenti ketika Aurel mendengar teriakan Aleta.
"Aaaaa!!!!"
"Mama" lirih Aurel, ia segera berlari menuju kamar mamanya. Aurel melotot mendapati mamanya yang tergelatak dilantai tak sadarkan diri.
"Mama!" Pekik Aurel.
"Mama kenapa?" Aurel terus menggoyang-goyangkan tubuh Aleta, agar ia tersadar namun Aleta tak berkutik sedikit pun.
"Andra!"
"Andra!"
"Andra!" Berulang kali Aurel meneriakkan nama Andra, namun tak juga ada sahutan. Aurel teringat akan sesuatu, ia lupa jika Andra berpamitan padanya akan kebandung.
"Gue lupa lagi, Andra kan pulang ke Bandung" gerutu Aurel.
Aurel segera membopong Aleta menuju mobil, dengan tergopoh-gopoh akhirnya Aurel berhasil meletakkan Aleta di dalam mobil.
"Ini perdana gue bawa mobil" ujar Aurel, ia menghidupkan mobilnya dan menekan tuas gas pada kakinya. Walaupun tak pernah mengemudi secara langsung, ia sering memperhatikan orang mengemudi sehingga ia masih bisa membedakan mana tuas rem dan mana gas.
"Oke, Aurel rileks! Tarik nafas, buang! tarik nafas, buang!" Aurel berusaha rileks, ia tak mau jika sampai mamanya kenapa-kenapa hanya karna ia terlambat membawanya kerumah sakit.
Aurel sampai dirumah sakit, walaupun mobil yang ia bawa tidak berjalan seperti pengendara lain. Setidaknya ia bisa sampai dirumah sakit dengan selamat.
"Sus! Tolongin mama saya!" Pekik Aurel, menghentikan suster yang berlalu lalang.
Aleta dibawa ke UGD dan ditangani oleh dokter. Aurel terus saja mondar mandir menunggu dokter selesai menangani mamanya.
"Kok lama banget? Mama gak papa kan?" Gerutu Aurel.
Seorang dokter keluar dari UGD, ia adalah dokter yang menangani Aleta. Aurel segera menghampiri dokter itu.
"Dok, gimana keadaan mama saya?" Tanya Aurel, ia sangat khawatir akan keadaan mamanya.
"Bukan masalah besar, dia hanya syok. Mungkin ada sesuatu yang membuatnya kaget dan langsung pingsan?" Tanya dokter itu.
"Saya gak tau dok, saya hanya dengar suara teriakan mama, dan pas saya temuin udah tergeletak di lantai"
"Baiklah, kamu bisa tanyakan langsung kepada pasien. Sebentar lagi pasien akan siuman, saya permisi" pamit dokter
Aurel segera memasuki ruang UGD, melihat mamanya yang tertidur di brankar rumah sakit membuat dadanya kembali sesak.
"Mama kenapa?" Isak Aurel, ia tak bisa membendung air matanya lagi.
Sapuan lembut tangan Aleta, terasa dikepala Aurel. Ia mendongak melihat mamanya yang mulai membuka mata.
"Ma, udah bangun?" Seketika wajahnya kembali ceria saat mamanya membuka mata.
"Mama di mana?" Tanya Aleta.
"Dirumah sakit, tadi mama pingsan" lirih Aurel.
"Dirumah sakit?" Aleta memegangi kepalanya yang masih berdenyut.
"Mama istirahat aja dulu" Aurel memperbaiki letak bantal Aleta, agar mamanya merasa nyaman.
Drettt...Dretttt...
"Bentar ya ma, hp aku bunyi" ucap Aurel. Ia mengambil hp, tertera nama Andra dilayar ponselnya. Aurel agak menjauhkan posisinya dari Aleta, agar ia tak mendengar percakapannya dengan Andra.
"Iya ndra"
"Gue udah sampai Bandung nih, lusa kalian jadi kesini kan?" Tanya Andra.
"Gue gak tau ndra" lirih Aurel.
"Kenapa?"
"Mama masuk rumah sakit"
"Kok bisa?!"
"Gue gak tau, tadi gue denger mama teriak, pas gue samperin mama udah tergeletak di lantai"
"Yaudah, gue kesana sekarang"
"Tapi ini udah tengah malam, Lo baru aja nyampe kan?"
"Gak papa, nanti gue minta antar supir aja, lagian Lo disana siapa yang jagain. Om Gio kan gak dirumah" mendengar nama gio disebutkan, Aurel kembali merasa sesak. Ia tak pernah berfikir jika laki-laki yang sangat ia banggakan, ternyata terlibat hal yang mengerikan.
Tak menunggu jawaban dari Aurel, Andra langsung memutuskan telfonnya.
Sementara Aurel ia menghela nafas kasar, terlalu banyak hal yang terjadi padanya, apalagi dalam waktu yang bersamaan.
"Kenapa rel?" Tanya Aleta, nadanya masih sangat lemah.
"Gak papa kok ma" Aurel kembali menghampiri mamanya. Ia membantu menyelimuti tubuh Aleta.
"Mama istirahat ya, aku jagain disini" ujar Aurel hangat.
"Kamu yakin? Nanti badan kamu sakit"
"Gak papa ma, mama istirahat ya"
Aurel mulai memejamkan matanya pada sofa yang terletak disamping tempat tidur Aleta.
.
.
.
Aurel terbangun saat mentari mulai menyusup dari tirai jendela. Dilihatnya Aleta yang masih tertidur, Aurel tidak tega untuk membangunnya. Ia keluar dari ruang rawat Aleta menuju kantin rumah sakit.
"Mama pasti lapar" pikirnya. Aurel membeli bubur untuk Aleta, dan sebotol air mineral.
Aurel kembali kedalam ruang rawat Aleta, dengan membawa sekotak bubur dan air meneral. Bersamaan dengan itu, seorang dokter dan suster masuk kedalam ruang Aleta.
"Permisi, pasien harus diperiksa dulu" ucap sang dokter.
"Iya dok" dokter memeriksa keadaan Aleta, ia menghela nafas lega setelah mengetahui keadaannya.
"Gimana dok?"
"Pasien sudah membaik, hari ini sudah boleh pulang" ucap sang dokter ramah.
"Terimah kasih dok" dokter itu berpamitan dan keluar dari ruang rawat Aleta bersama sang suster yang mengikuti dari belakang.
Setelah kepergian dokter Aleta terbangun dari tidurnya.
"Mama udah bangun" ujar Aurel.
"Udah pagi ya?"
"Iya ma, mama makan dulu ya! Aurel beliin bubur buat mama"
Aurel membantu Aleta bersandar pada dinding, kemudian ia menyuapi Aleta bubur yang ia beli dikantin rumah sakit. Meski Aleta menolak suapan Aurel, dengan alasan ia bisa makan sendiri. Namun bujuk rayu yang diucap kan Aurel membuat Aleta tak bisa bergeming.
.
.
.
.
Thanks udah baca :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
dyz_be
Kenapa??
2022-07-11
0