Aurel terbangun dari tidurnya, ia merasakan tenggorokannya sangat kering.
"Haus" lirih Aurel. Ia menuruni tempat tidurnya dan menuju dapur, sebelum sampai di dapur ia melewati kamar orang tuanya. Tanpa sengaja ia mendengar percakapan Aleta dan gio.
"Pa, kamu hutang penjelasan sama aku" ucap Aleta.
"Penjelasan apa?"
"Kamu kemana aja? Kenapa gak ngasih kabar?"
"Aku kerja diluar kota"
"Aku gak tau pa, tapi entah kenapa aku gak yakin sama alasan kamu"
"Itu terserah kamu, aku gak peduli" gio merebahkan dirinya di kasur, meniggalkan Aleta yang terdiam ditepi tempat tidur.
"Maaf leta, aku tau ucapanku bikin kamu sakit hati, tapi ini untuk kebaikan kita semua" batin gio, setelahnya ia memejamkan mata.
"Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan?" Batin Aleta.
Sementara Aurel, ia tak mengerti apa yang dibahas orang tuanya. Tapi Aurel dapat merasakan Aleta sedih karena ucapan gio. Aurel meninggalkan kamar orang tuanya dan mengambil air didapur. Setelah merasa lega Aurel kembali ke kamarnya. Jam masih menunjukkan pukul 02.00, Aurel menarik selimutnya dan melanjutkan tidur.
Tiba-tiba ia terbangun, sayup-sayup terdengar suara tangisan. Aurel membuka matanya, ia tersadar berada dikamar lamanya saat dibandung.
"Kenapa gue bisa ada disini?" Gumam Aurel. Suara tangisan itu kembali terdengar, perlahan Aurel mencari sumber suaranya. Ia melihat seorang gadis tengah menangis ditangga, bajunya yang lusuh dan rambutnya yang berantakan membuat Aurel merasa iba padanya.
"Hey kamu kenapa?" Tanya Aurel lembut, ia memegang bahu gadis itu. Gadis itu berhenti menangis, Aurel kaget saat ia memegang bahu gadis itu, tubuhnya sangatlah dingin.
"Aku kesepian" jawab gadis itu, wajahnya tertutupi rambut jadi Aurel tak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Mendengar jawaban gadis itu, Aurel tak tau harus menjawab apa?
"Kamu tinggal dimana?" Tanya Aurel, ia berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Disini" singkatnya. Aurel tak mengerti, ini adalah rumahnya, bagaimana bisa gadis ini tinggal dirumahnya. Walaupun rumah ini tak lagi ia tinggali, tapi rumah ini belum dijual oleh orang tuanya.
"Maksud kamu, kamu tinggal di sekitar sini?" Tanya Aurel memastikan.
"Bukan, aku tinggal disini" gadis itu tertawa nyaring, ia memperlihatkan wajahnya yang penuh dengan luka. Tapi Aurel masih bisa melihat wajahnya dengan jelas, wajah itu adalah wajah yang selalu ia lihat ketika bercermin.
"Ke-kenapa wa-wajahnya-" Aurel tak bisa melanjutkan ucapannya, tenggorokannya seperti tercekat, suara tawa yang nyaring menusuk telinganya.
"Aaaaaaaa" Aurel terbangun dari tidurnya, ternyata kejadian itu hanyalah mimpi. Nafas Aurel tak beraturan, mimpi itu? Mimpi yang mengerikan bagi Aurel.
"Lo kenapa?" Tanya Andra, saat mendengar Aurel berteriak ia langsung berlari menuju kamar Aurel, letak kamarnya dan Aurel yang bersebelahan membuatnya mendengar teriakan Aurel dengan jelas.
"Gak papa, cuma mimpi buruk" Aurel melihat jam Bekernya, sudah menunjukkan pukul 06.00 ia segara mengambil handuk dan menuju kamar mandi.
"Lo keluar sana! Gue mau mandi" pinta Aurel, Andra keluar dari kamar Aurel menuruti ucapan Aurel.
"Andra, Aurel udah bangun?" Tanya Aleta yang baru saja ingin membangunkan Aurel.
"Udah Tan, lagi siap-siap tuh" jawab Andra.
"Bagus deh, oh ya kamu udah mandi?" Tanya Aleta
"Udah Tan, kenapa?"
"Bisa anterin Tante gak?"
"Bisa kok tan, mau kemana emangnya?"
"Nanti Tante kasih tau, sana sarapan dulu!" Pinta Aleta.
"Iya tan"
Selesai bersiap-siap Aurel mengambil tas sekolahnya dan menghampiri Aleta dan Andra yang tengah sarapan.
"Papa mana?" Tanya Aurel, ia tak melihat papanya ada di meja makan.
"Papa udah berangkat" jawab Aleta, Aurel sadar jika papanya sudah berangkat itu berarti ia akan jarang bertemu dengan papanya.
"Ayo makan rel, ntar Lo telat!" Ucap Andra, ia tau Aurel sedih karena gio tak berpamitan padanya. Andra juga tau kalau Aurel sangat menyayangi papanya lebih dari apapun.
"Iya" anggukan kecil dari aurel.
Aurel meminum susu dan roti yang telah disiapkan oleh Aleta.
"Mau gue Anter?" Tanya Andra.
"Gak usah, gue dijemput Darren"
"Oh oke"
"Mama gak suka kamu dekat sama dia" ucap Aleta.
"Kenapa ma?"
"Dia kayaknya anak yang susah diatur, keliatan banget dari tampangnya, lagian mama liat dia juga emosian"
"Mama jangan gitu, gak boleh liat orang dari penampilan nya aja"
"Mama tau, tapi firasat seorang ibu gak pernah salah rel, mama tau kalau kamu suka kan sama dia? Makanya mama bilang gini, jangan sampai kamu nyesal"
"Iya ma" Aurel tak punya pilihan lain selain menuruti mamanya.
"Mama emang gak suka sama Darren, tapi bukan berarti mama ngelarang kamu temenan sama dia, mama cuman gak mau hubungan kalian lebih dari itu, kamu ngerti kan?"
"Iya ma, aku ngerti kok"
Sebuah pesan masuk pada ponsel Aurel dan ternyata sebuah pesan dari Darren.
^^^Darren:^^^
^^^Gue udah di depan^^^
"Ma aku pamit ya, Darren udah nyampe" ucap Aurel.
"Iya, ingat ucapan mama" sebelum pergi Aleta kembali mengingatkan aurel.
"Iya ma" Aurel segera menghampiri Darren, tetapi ia juga teringat akan perkataan Aleta. Apa sebenarnya yang terjadi kenapa mamanya tidak suka kepada Darren, apa Darren pernah buat kesalahan pada mamanya.
Motor Darren melaju meninggalkan perkarangan rumah Aurel, sepanjang perjalanan Aurel hanya diam seperti patung. Darren yang merasa aneh dengan sikap Aurel, ia menghentikan motornya.
"Kenapa berhenti?" Tanya Aurel.
"Lo kenapa?" Tanya Darren to the point.
"Gak papa, emang gue kenapa?"
"Yakin? Muka Lo asem tuh, gak enak banget diliat"
"Muka gue asem?"
"Iya"
"Sialan! Lo ngatain gue?" Aurel baru sadar dengan arah ucapan Darren.
"Becanda gue" kekeh Darren.
Darren kembali melajukan motornya menuju sekolah, sepertinya cara yang ia lakukan untuk menghibur Aurel berhasil.
Aurel dan Darren beriringan menuju kelas, pandangan dingin orang-orang bukan lagi masalah besar bagi Aurel dan Darren. Mereka seolah-olah terbiasa dengan hal tersebut.
Saat Darren dan Aurel hendak duduk, ia menemukan selembaran kertas yang terletak pada mejanya, kertas itu ditulis dengan spidol warna merah.
"Jauhin dia!!!" Lirih Darren membaca tulisan yang tertulis pada kertas itu.
"Siapa yang bikin?" Tanya Aurel.
"Gak tau, apa mungkin gadis kemarin?" Tebak Darren.
"Jadi maksudnya yang dijauhin itu gue?" Aurel menunjuk dirinya sendiri.
"Bisa jadi"
"Kenapa sih pagi-pagi ada aja yang bikin emosi"
"Sabar rel, Lo gak boleh emosi, siapa tau dia cuma mau mancing-mancing emosi Lo doang"
Dilain sisi Andra tengah mengantarkan Aleta menuju rumah sakit. Aleta bilang ia harus memeriksakan diri kedoker, tapi Aleta tak bilang ia mau periksa apa?
"Tan, mau periksa apa?" Tanya Andra, sedari berangkat ia sudah penasaran, tapi Aleta tak juga mau memberi taunya.
"Kamu cukup anterin Tante aja, gak usah banyak tanya" pinta Aleta, tapi andra tak bisa, ia semakin penasaran.
"Tante sakit lagi?" Tebak Andra, seketika Aleta terdiam ia tak tau harus menjawab apa.
"Kamu jangan kasih tau Aurel ya" secara tidak langsung Aleta mengaku pada Andra.
"Jadi Tante beneran sakit?" Andra tak habis pikir, bagaimana bisa? Bukannya penyakit Aleta sudah dinyatakan sembuh oleh dokter.
"Iya"
"Bukannya udah dinyatain sembuh sama dokter?" Tanya Andra.
.
.
.
Thanks udah baca :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
dyz_be
Sakit apa, Aleta??
2022-07-11
0