Mengejar Cinta Gadis Brutal
" Meyyy....! Awas di belakangmu!"
Braakkk!
Sebuah pukulan mendarat di punggung Medina. Gadis itu tersungkur ke tanah dengan menahan rasa sakit.
" Sial...! Beraninya menyerang dari belakang!" teriak Medina.
Medina segera bangkit dan segera menghampiri seorang pria berseragam putih abu - abu yang telah memukulnya. Untung saja pukulan itu tidak terlalu keras.
Medina Amelia, gadis cantik itu biasa dipanggil ' Mey ' oleh teman - teman seperjuangannya setiap hari. Namun di rumah, ayahnya lebih suka memanggilnya ' Dina ' seperti ibunya dulu.
" Hah... Dasar pecundang! Beraninya kau main belakang, dasar b*nc*...!" gertak Medina.
Medina menghajar pria yang berbeda sekolah itu dengan brutal. Tak ada ampun bagi mereka yang sudah mengusik hidupnya.
" Sudah, nanti mereka bisa mati." cegah Adam, teman Medina.
" Pergi kalian dari sini jika masih ingin bernafas!" teriak Johan.
Mereka yang sudah babak belur itu segera pergi agar tak mendapat amukan lagi dari Medina. Gadis cantik itu menghela nafas panjang lalu duduk di tanah dengan beristighfar.
" Astaghfirullah..." gumam Medina.
" Mey, kamu tidak apa - apa?" tanya Ririn khawatir.
" No, I'm fine." jawab Medina pelan.
Medina kini duduk di atas rerumputan bersama keempat temannya. Adam, Johan, Ririn dan Bayu. Mereka berlima sudah berteman sejak SMP, mereka tahu semua masalah yang dialami Medina.
" Kita pulang?" tanya Bayu.
" Sebentar, punggungku sedikit sakit. Nanti kalau ayah tahu pasti marah lagi." sahut Medina.
" Mey, sampai kapan kau seperti ini? Ayahmu tidak jadi menikahi tante Lidya, kenapa kamu masih marah?" ujar Ririn.
" Aku tidak marah dengan ayah, aku marah pada diriku sendiri." ucap Medina.
" Kita pulang, ini sudah sore. Ayahmu pasti khawatir kau belum pulang." kata Johan.
Mereka berlima tinggal di desa yang sama. Rumah yang paling dekat dengan Medina adalah Adam. Rumahnya tepat di depan rumah Medina, hanya terpisah oleh jalan.
Medina ke sekolah selalu dibonceng motor oleh Adam. Walaupun Medina memiliki motor sendiri, namun ia enggan untuk membawanya.
¤ ¤ ¤
Medina langsung masuk ke dalam rumah ketika melihat ayahnya tak ada di teras. Biasanya pria paruh baya itu selalu menyambutnya saat pulang ke rumah.
" Assalamu'alaikum...?" ucap Medina.
" Wa'alaikumsalam, kamu sudah pulang, Dina?" sahut ayah.
" Hmm... Ayah mau kemana? Tumben rapi begitu, mau pergi?"
" Tadinya ayah mau cari kamu, ini sudah setengah lima sore. Ayah khawatir terjadi apa - apa padamu."
" Dina sudah bilang pada ayah tidak perlu berlebihan seperti itu. Dina bisa jaga diri!" ketus Medina.
" Iya, ayah tahu kamu sudah beranjak dewasa. Maafkan ayah, Nak."
Ayah Medina yang bernama Hasan itu segera kembali ke dalam kamarnya. Begitu juga dengan Medina yang juga langsung ke kamarnya mengganti pakaian sekolahnya.
" Bu, maafkan ayah. Ayah tidak bisa merawat putri kita dengan baik. Semenjak kepergianmu, wajahnya selalu murung. Tidak ada senyum dan wajah cerianya seperti dulu." gumam ayah Hasan.
Sementara itu, Medina langsung mandi dan bergegas sholat Ashar sebelum waktunya habis. Setelah itu, ia menuju dapur untuk memasak makan malam untuk dirinya dan sang ayah.
Walaupun hubungannya dengan sang ayah tidaklah baik, namun Medina tidak lupa dengan kewajibannya di rumah. Dia selalu bangun sebelum shubuh, membersihkan rumah dan masak untuk sarapan dan makan siang setelah pulang sekolah. Ayahnya menyapu halaman dan menyirami tanaman di pagi dan sore hari. Beliau bekerja sebagai seorang guru Sekolah Dasar.
" Dina, mau ayah bantu?" pak Hasan menghampiri putrinya yang sedang memotong sayuran.
" Tidak usah, Yah. Ini sudah hampir selesai." kata Medina datar.
" Itu lengan kamu kenapa?"
Medina lupa jika lengannya tadi luka saat dia tersungkur di tanah yang berbatu saat berkelahi dengan siswa sekolah lain.
" Oh... ini tadi Dina jatuh saat jalan di halaman sekolah, tali sepatu Dina lepas dan tak sengaja terinjak oleh teman."
" Sini, biar ayah obati."
Pak Hasan mengambil kotak obat di ruang tamu yang di gantung di dinding.
" Tidak usah, Yah. Nanti Dina bisa obati sendiri." tolak Medina.
" Ayo, duduk!" titah ayah sambil mematikan kompor. Untung saja masakannya sudah matang.
Medina hanya bisa pasrah saat sang ayah dengan telaten dan hati - hati mengobati lukanya. Sesekali Medina meringis menahan sakit saat obat itu menyentuh kulitnya yang luka.
" Sudah selesai, bersiaplah! Kita sholat berjamaah di rumah." kata ayah.
" Ayah tidak ke Mushola?"
" Tidak, ayah ingin sholat berjama'ah dengan putri ayah yang cantik ini."
" Baiklah, Medina bereskan dapur dulu."
" Tidak usah, biar ayah saja yang membereskannya."
¤ ¤ ¤
Pagi ini, seperti biasa Adam sudah membunyikan klakson motornya di depan rumah pertanda untuk memanggil Medina yang masih belum keluar dari sarangnya.
" Ayah, Dina berangkat dulu... Adam sudah menunggu diluar." pamit Medina.
" Kamu tidak bawa motor sendiri?" tanya Ayah.
" Tidak, ayah saja yang pakai. Nanti ayah capek kalau tiap hari ke sekolah jalan kaki."
" Ya sudah, hati - hati di jalan. Bilang sama Adam supaya tidak ngebut bawa motornya."
" Iya, assalamu'alaikum."
" Wa'alaikumsalam."
Medina keluar dari rumah dan mendapati Adam yang menatapnya tajam.
" Meong, kamu ngapain aja sih! Dari tadi ditungguin nggak nongol dari sarang." kesal Adam.
" Baru juga jam segini, Darman! Kayak bocah aja takut telat." sahut Medina.
" Woii... Adam bukan Darman!" seru Adam.
" Loh, memangnya udah ganti?"
" Berisik dasar si Meong!" gerutu Adam.
" Ish... cantik begini dibilang meong!" desis Medina.
" Cepat naik, yang lain udah nungguin di perempatan."
" Iya, bawel...!"
Medina segera memakai helmnya kemudian duduk di belakang Adam. Gadis itu nampak bersemangat pagi ini menyambut hangatnya mentari dengan tersenyum lebar.
Sampai di perempatan, tiga sahabat Medina sudah menunggu diatas motor masing - masing. Medina melambaikan tangan dan memberi kode agar mereka langsung jalan.
Mereka sampai di sekolah lima menit sebelum bel masuk berbunyi. Medina langsung masuk bersama Ririn meninggalkan tiga pria di belakangnya.
Namun baru saja menaruh tas ke dalam laci mejanya, mereka berlima di hampiri seorang siswa dari kelas lain.
" Maaf, kak. Tadi saya disuruh oleh guru BK untuk mencari nama - nama ini disuruh menghadap ke ruang kepala sekolah segera." kata siswa yang merupakan adik kelas mereka.
" Wooiii... inikan nama kita berlima, ada apa ya kepala sekolah manggil kita?" ucap Bayu.
" Mana, coba aku lihat!" Ririn merebut selembar kertas di tangan bayu.
" Kau pergilah!" kata Medina pada adik kelasnya.
" Permisi, kak."
" Hmm..."
" Kita mau di kasih sarapan kali, ya? Baik banget kepala sekolah kita." seloroh Johan.
" Makanan aja yang ada dalam pikiranmu! Ayo kita kesana," sahut Ririn.
Medina merasa sesuatu yang buruk bakalan terjadi. Gadis itu yakin semua ini akibat tawuran kemarin dengan sekolah lain. Medina menghela nafas pelan sebelum beranjak dari kursinya. Dia tidak tahu lagi apa yang akan dikatakannya kepada sang ayah nantinya saat memberikan surat panggilan dari sekolah entah sudah yang keberapa.
" Kamu kenapa, Mey?" tanya Adam.
" Tidak apa - apa, kalian bersiap - siap untuk ujian kali ini." jawab Medina datar.
" Memangnya kita ada ujian, Mey?" tanya Bayu dengan polosnya.
" Berisik! Ayo cepat ke ruang kepala sekolah." kata Johan.
" Bismillah..." gumam Ririn.
Mereka berlima berjalan melewati lorong yang nampak sepi karena jam pelajaran sudah dimulai. Dengan langkah tegap seperti tentara yang siap perang, mereka berjalan tanpa rasa takut sedikitpun.
.
.
TBC
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Ayu Nuraini
walaupun brutal tetap melaksanakan k wajiban sholat
2023-06-07
1
Qaisaa Nazarudin
Cerita yg kayak gini aku paling demen,baru baca bab 1 aja aku udah jatuh cinta dgn jln ceritanya,,
Aku kalo baca novel,kalo satu novel cerita nya bagus,pasti aku akan baca semua novel outhornya,berapa pun novelnya..
2023-03-05
1
MPit Mpit MPit
akuhh mampir y Thor....
2023-01-01
0