Ya Allah, lindungilah hamba-Mu ini..." batin Medina.
Ketukan di jendela kamarnya tak kunjung berhenti membuat Medina beranjak untuk melihat siapa yang ada diluar. Takutnya nanti malah membangunkan ayahnya yang sudah tidur di kamar samping.
" Calis, buka dong."
Terdengar suara lirih dari luar membuat Medina sangat terkejut. Panggilan seperti itu hanya satu orang saja yang tahu.
" Kak Rifky? Tidak mungkin, bukankah dia masih di kota?" batin Medina bingung.
" Sayang, ini kak Rifky. Buka jendelanya?"
Medina bergegas membuka jendelanya dan kagat karena memang benar orang yang berada di hadapannya sekarang adalah Rifky.
" Kak Rifky? Bukannya kakak di kota?" ucap Medina hampir teriak.
" Ssttt... pelan - pelan, nanti paman bangun."
" Kakak ngapain disini?"
" Kakak nggak bisa tenang disana kalau kamu marah, Calis. Apa ada masalah? Maaf ya... kakak jadi sering ninggalin kamu, besok pagi kakak harus kembali lagi ke kota."
" Kalau masih ada urusan disana ngapain pulang?"
" Medina... kakak tahu kamu marah karena kakak tidak jadi pulang. Makanya kakak jadi tidak tenang saat di telfon kamu ngambek. Ya udah, kakak langsung kesini sekarang. Benarkan kamu marah sampai tidak tidur jam segini?"
Medina merasa bersalah karena membuat Rifky harus pulang padahal sudah tengah malam dan besok juga harus pergi pagi - pagi sekali.
" Maaf, gara - gara Dina kakak harus pulang. Kakak pasti capek ya?"
" Seandainya kakak bisa melihat senyum kamu, pasti rasa lelahku akan langsung hilang saat ini juga." ucap Rifky tulus.
" Apaan sih? Nggak lucu!" ketus Medina.
" Sekali lagi kakak minta maaf, senyumlah sedikit saja untuk mengurangi rasa bersalah kakak."
" Lebih baik kakak pulang ke rumah Om Jamal dan istirahat."
Rifky menghela nafas pelan menghadapi sikap gadis kecilnya yang susah sekali untuk dibujuk. Bagaimana Rifky bisa kembali ke kota jika Medina tidak mau memaafkannya. Tapi kliennya esok juga tak kalah pentingnya.
" Medina, jangan seperti ini. Kakak minta maaf soal seharian ini yang tidak mengabari kamu. Kakak janji untuk ke depannya nanti, akan lebih perhatian sama kamu."
" Tidak perlu, kakak bukan siapa - siapa Medina. Medina sudah terbiasa sendiri, tidak usah khawatirkan aku lagi."
" Tidurlah, besok harus ke sekolah, bukan? Bagi kakak, kamu adalah prioritas utama walaupun keberadaanku tak pernah kamu anggap."
Rifky berbalik ingin pergi karena Medina sedari tadi tak mau menatap wajahnya sama sekali. Gurat kekecewaan jelas terlihat di mata Rifky saat gadis kecilnya tak merespon apapun ucapannya.
Cukup lama Medina terdiam memikirkan ucapan Rifky hingga pria itu menghilang dari pandangannya. Gadis itu bergegas keluar dari kamarnya untuk mengejar Rifky.
" Kakak, tunggu...!" panggil Medina pelan takut terdengar tetangga sekitar.
Rifky yang hendak meninggalkan teras rumah Medina langsung berhenti ketika mendengar suara gadis kecilnya.
" Medina, ini sudah malam. Masuklah dan istirahat di kamar." titah Rifky datar.
" Dina minta maaf, kak. Jangan marah ya?" ucap Medina memohon.
" Kakak tidak marah, cepat masuk udah malam."
Medina tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Harusnya ia senang dengan perhatian tulus dari Rifky yang tidak pernah ia dapatkan dari siapapun setelah ibunya meninggal. Namun di sisi lain, Medina takut suatu saat Rifky juga akan meninggalkannya seperti sang ibu. Keinginan Medina saat ini hanya ingin memperbaiki hubungannya dengan sang ayah.
" Kenapa melamun? Ini sudah larut malam, besok kakak antar ke sekolah."
" Bukannya kakak akan kembali ke kota?"
" Nanti setelah antar kamu ke sekolah, sekarang istirahat biar besok tidak bangun kesiangan."
Rifky mengusap lembut kepala Medina dengan tatapan teduh yang membuat gadis itu merasa sangat nyaman.
" Maafkan Dina, kak. Pasti kakak lelah bolak - balik ke kota karena Medina."
" Tidak, Calis. Kamu adalah gadis yang membuatku bersemangat menjalani detik demi detik waktu yang terus berjalan."
Haruskah Medina senang dengan kata - kata indah pria tampan di hadapannya? Namun rasa takut kehilangan membuatnya membangun benteng pemisah yang sering kali dapat dirobohkan Rifky tanpa ia sadari.
" Apa perlu kakak antar masuk ke dalam?" tanya Rifky yang melihat Medina diam sedari tadi.
" Eh, tidak usah. Kakak pulang saja, Dina bisa masuk sendiri."
" Ya sudah, kakak akan pergi setelah gadis kecilku ini masuk ke dalam rumah."
" Iya, Dina masuk." kata Dina pelan.
" Jangan lupa besok pagi bikin sarapan nasi goreng ya? Kakak pengen sarapan bareng kamu." ucap Rifky sambil tersenyum.
¤ ¤ ¤
Pagi hari, Rifky pulang dari Mushola bersama pak Hasan dan pak Jamal. Mereka bertiga nampak sangat akrab satu sama lain. Sampai di depan rumah pak Hasan, pak Jamal segera pamit untuk langsung pulang kerumahnya. Berbeda dengan Rifky yang mengikuti langkah pak Hasan masuk ke dalam rumah.
" Assalamu'alaikum,"
" Wa'alaikumsalam, ayah sudah pulang?"
" Iya, kamu buatkan kopi buat ayah dan Rifky di depan ya?"
" Kak Rifky ada di depan, Yah?"
" Iya, katanya mau antar kamu ke sekolah ya?"
" Padahal Dina pengen diantar ayah, tapi kak Rifky maksa pengen anterin."
" Tidak apa - apa, dia hanya masih rindu padamu setelah bertahun - tahun tidak bertemu."
" Huft...!"
Medina membuat kopi untuk ayahnya dan Rifky yang sedang berbincang di ruang tamu. Saat meletakkan kopi di meja depan Rifky, gadis itu tak menatapnya sama sekali.
" Nak Rifky, paman ke dalam dulu. Ada tugas anak - anak yang belum diperiksa." kata pak Hasan.
" Iya, paman. Rifky bantu Dina di dapur saja membuat sarapan." ucap Rifky.
Setelah pak Hasan masuk ke dalam kamar, Rifky bergegas menyusul Medina di dapur. Dilihatnya Medina sedang fokus dengan masakannya membuat Rifky punya ide jahil.
" Pagi, sayang." bisik Rifky sambil merangkul bahu Medina.
" Aakkhhh...!" pekik Medina.
" Ssttt...! Jangan berisik." Rifky membungkam mulut Medina dengan telapak tangannya yang besar.
" Kakaakkk...! Kenapa ngagetin Dina?"
" Sorry, kakak cuma mau bantu bikin sarapan."
" Kakak bisa masak?"
" Tentu saja, memasak adalah salah satu keahlianku." ucap Rifky membanggakan dirinya.
" Benarkah? Kalau gitu buktiin dong."
" Ya udah, sini biar kakak yang masak."
" Ok, kalau begitu Dina mandi dulu ya? Takut nanti telat ke sekolah." senyum Medina mampu membekukan gerakan Rifky.
Medina segera berlari ke kamarnya untuk mengambil handuk untuk mandi. Rifky baru tersadar saat Medina sudah pergi dari hadapannya. Saat Medina melintas untuk ke kamar mandi, Rifky langsung menarik lengannya hingga terjatuh ke dalam pelukannya.
" Tidak mandi aja cantik begini, apalagi kalau udah mandi dan berdandan... pasti seperti bidadari dari kayangan." bisik Rifky.
" Lepas, kak! Nanti kalau ayah lihat gimana?" ucap Medina takut ayahnya tiba - tiba keluar dari kamarnya.
" Ya udah, mandi sana biar tambah cantik."
Rifky melepaskan dekapannya dan membiarkan Medina pergi. Dia sendiri bergegas menyelesaikan masakannya sebelum gadis itu selesai mandi.
" Rifky, kok jadi kamu yang masak? Medina kemana?" tanya pak Hasan yang baru keluar dari kamarnya.
Pak Hasan memang sudah rapi karena beliau mandi sebelum sholat shubuh. Sekarang pak Hasan sudah memakai baju seragam PNS dan membawa tas ransel yang berisi buku - buku pelajaran yang akan dibawa ke sekolah.
" Dina lagi mandi, paman. Takut nanti telat ke sekolah kalau kelamaan di dapur." jawab Rifky.
" Maaf ya, jadi merepotkan."
" Tidak apa - apa, paman. Rifky senang bisa melakukan untuk paman dan Medina. Sebenarnya sudah lama Rifky pengen pulang kesini tapi baru sempat sekarang."
" Kamu pasti sibuk di kota sampai tidak sempat kemari?"
" Sebenarnya baru beberapa bulan ini Rifky di Indonesia, paman. Semenjak lulus sekolah SD dulu, Rifky menetap di Korea untuk melanjutkan sekolah dan membangun sebuah usaha kecil - kecilan."
" Usaha kecil - kecilan? Apa kamu sedang merendah di depan paman?"
" Bukan merendah, paman." ucap Rifky sambil tersenyum.
Setelah nasi goreng matang, Rifky membuat telur ceplok sebagai pelengkap. Dengan cekatan, Rifky membagi nasi goreng menjadi tiga piring lalu dibawa ke meja makan.
Tak berselang lama, Medina keluar dari kamar mandi dan segera masuk ke dalam kamar untuk ganti seragam sekolah.
" Dina, ayo duduk! Rifky sudah membuat sarapan lezat untuk kita." kata pak Hasan.
" Iya, Yah. Terimakasih kak Rifky." ucap Medina dengan senyum manisnya.
" Sama - sama." balas Rifky singkat sambil tersenyum pula.
Rifky merasa sangat senang bisa sarapan bersama orang - orang yang ia sayang. Di rumahnya sendiri, Rifky sangat jarang makan bersama kedua orangtuanya. Mereka terlalu sibuk dengan aktifitasnya masing - masing.
.
.
TBC
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Begitu besarnya kah cinta Rifky ke Medina…Akan kah ortu nya Rifky akan menerima Medina yg notabene gadis kampung menjadi menantu???Pasti penuh perjuangan nih buat Rifky dan Medina utk mendapatkan Restu ortunya Rifky..
2023-03-05
1
lestari saja💕
kenapa rifki ga pernah cerita masa2 dia meninggalkan mey? kan biar mey ga salah paham.biar mey percaya gtu ma rifki klo rifki beneran sayang mey...
2022-12-04
1