Tanpa terasa sudah jam sepuluh malam, Rifky pamit untuk pulang karena malam sudah semakin larut. Karena besok dia tidak ke kota, jadi dia bisa antar jemput Medina sekolah.
" Calis, kakak pulang dulu. Besok kakak antar ke sekolah."
" Iya, kak. Ya udah pulang sana, terimakasih sudah membantu Dina mengerjakan PR."
" Bukan membantu, tapi diperintah." cibir Rifky.
Medina hanya nyengir lalu mendorong tubuh Rifky keluar dari rumahnya.
" Bye, kakak tampan." ucap Medina lalu dengan cepat menutup pintu.
" Huft... kau selalu membuatku rindu, Medina." gumam Rifky.
Rifky berjalan ke rumahnya untuk beristirahat karena tubuhnya sangat lelah. Perjalanan pulang pergi dari desa ke kota dalam sehari membuat seluruh tubuhnya seakan remuk.
¤ ¤ ¤
" Assalamu'alaikum Paman, apa Medina sudah siap berangkat?" ucap Rifky.
" Wa'alaikumsalam, Dina masih siap - siap di dalam. Masuk saja, paman mau berangkat dulu." kata pak Hasan.
" Iya, paman. Hati - hati dijalan."
Setelah pak Hasan pergi, Rifky masuk ke dalam rumah mencari Medina yang tak kunjung keluar.
" Calis, kamu lagi ngapain? Sekolah nggak, udah siang nih?" ujar Rifky sedikit berteriak.
" Apaan sih, kak! Teriak - teriak seperti di hutan saja." ketus Medina.
Medina keluar dari kamar dengan menenteng tas ranselnya. Sebenarnya Medina tidak mau diantar Rifky karena dia tahu pria di hadapannya itu sangat lelah.
" Hhh... tidak boleh ketus dengan calon suami." tegur Rifky.
" Terserah! Ayah udah berangkat ya?"
" Udah, memangnya kenapa?"
" Dina belum minta uang jajan sama ayah."
" Nanti kakak kasih, ayo berangkat. Adam juga sudah menunggu di depan."
" Dina berangkat sama Adam saja ya, kak? Hari ini pulang jam sebelas. Ada rapat guru di sekolah,"
" Biar kakak antar, nanti pulangnya juga kakak yang jemput. Jangan pulang sebelum kakak jemput di sekolah."
" Tapi_..."
" Jangan membantah!" tegas Rifky.
¤ ¤ ¤
Jam pulang sekolah sudah lewat sepuluh menit yang lalu, namun Rifky belum juga menjemputnya. Adam ingin mengajaknya pulang bareng namun Medina menolak.
" Mey, pulang bareng aku aja. Sekolah udah mulai sepi loh," bujuk Adam.
" Iya, Mey. Pulang bareng kita aja, mungkin kak Rifky lupa jam berapa kita pulang." kata Bayu.
" Kalian duluan saja, mungkin sebentar lagi dia datang. Tadi pagi kak Rifky yang memintaku untuk menunggu sampai dia datang." ucap Medina.
" Ya sudah, nanti biar aku cari di rumah Om Jamal. Semoga saja kak Rifky ada di rumah." kata Bayu menyerah dengan sikap keras Medina.
" Hati - hati, Mey. Jaga diri baik - baik." peringat Ririn.
" Mey, kamu yakin mau sendirian disini?" tanya Johan serius.
" Iya, Jo. Jangan khawatirkan aku, tidak akan ada yang berani menggangguku."
Setelah gagal membujuk Medina pulang bersama, akhirnya Adam dan yang lainnya pulang terlebih dahulu. Medina duduk di bawah pohon untuk menghindari teriknya sang surya.
" Kak Rifky kemana sih? Hampir setengah jam nggak datang juga." gerutu Medina.
Medina mencoba menghubungi nomor Rifky namun tak ada jawaban walaupun nomornya aktif. Tak lama Adam mengirimkan pesan bahwa Rifky sedang berada di perkebunan pak Jamal.
ADAM
( " Mey, kata pak Jamal itu, kak Rifky sedang di perkebunan belum pulang." )
Medina
( " Kamu yakin kak Rifky nggak jemput, Dam?" )
ADAM
( " Sepertinya begitu, Mey. Aku jemput aja ya?" )
Medina
( " Tidak usah, kamu kan baru sampai rumah. Aku bisa pulang sendiri." )
ADAM
( " Tidak apa - apa, Mey. Biar aku jemput kamu," )
Medina
( " Tidak usah, Darman. Aku bisa jalan sendiri, bukan anak kecil lagi." )
ADAM
( " Ya udah, kamu hati - hati di jalan." )
Medina
( " OK." )
Dengan langkah berat, Medina berjalan di sepanjang jalan menuju rumahnya. Dia sangat kesal dengan Rifky yang sudah membohonginya. Kali ini Medina sangat kecewa dengan pria yang selalu memberikan perhatian padanya.
" Kak Rifky tega sekali sama Dina. Kenapa dia menyuruhku menunggu jika akhirnya dia tidak pernah datang." kesal Medina.
Setengah jam perjalanan, Medina sampai di dekat perkebunan milik pak Jamal. Dia penasaran apa yang dilakukan Rifky sehingga menelantarkannya.
Medina menaiki bukit dengan nafas yang tersengal karena lelah jalah dari sekolahnya. Medina hampir saja mencapai atas bukit yang terdapat sebuah saung kecil yang pernah dia singgahi bersama dengan Rifky.
Saat kakinya berjalan semakin mendekat, Medina kaget melihat Rifky bersama seorang perempuan yang memeluknya dari belakang. Hati Medina sangat sakit melihat semua itu. Dia segera berlari menuruni bukit hingga berkali - kali tersungkur ke tanah karena jalannya cukup terjal.
" Tidak, jangan menangis Medina. Rifky hanya masa lalumu, dia tidak mungkin menyukaimu." tegas Medina pada hatinya sendiri.
Medina berjalan ke arah rumahnya dengan tertatih karena lututnya terluka saat tersungkur di tanah tadi. Pakaiannya juga belepotan dengan tanah, dia sudah seperti gembel di jalanan.
¤ ¤ ¤
Rifky yang habis dari kantor perkebunan hendak pulang karena ingat ia sudah terlambat satu jam untuk menjemput Medina. Dia yakin gadis kecilnya itu pasti akan ngamuk karena menunggunya cukup lama di sekolah. Ponselnya tadi tertinggal di rumah jadi tak bisa menghubungi Medina yang masih di sekolah.
Saat melewati saung di atas bukit, Rifky terkejut melihat keberadaan Devi disana yang memang berniat untuk menemuinya.
" Dev, kamu ngapain disini?" ketus Rifky.
" Boleh saya bicara sebentar denganmu, Ky?" ucap Devi.
" Saya sedang terburu - buru, pergilah!"
" Saya hanya sebentar, Ky."
" Baiklah, cepat katakan apa maumu!"
Rifky turun dari motornya dan berdiri di depan saung menghadap hamparan luas perkebunan. Namun tanpa ia duga, Devi malah memeluknya dari belakang dengan sangat erat.
" Saya cinta sama kamu, Rifky. Orangtua kita juga sudah tahu kalau saya suka sama kamu." ucap Devi.
" Lepaskan pelukanmu sebelum kulempar kau ke tengah perkebunan!" geram Rifky.
" Kenapa kau kasar sekali dengan calon istrimu?" sungut Devi.
Rifky yang sudah tidak tahan dengan sikap Devi langsung menyentak kedua tangan gadis itu yang tak mau melepaskan pelukannya.
" Sudah berapa kali kubilang jangan mendekatiku lagi!" teriak Rifky seraya mendorong tubuh Devi hingga jatuh ke tanah.
" Kau jahat, Rifky! Saya akan mengadukan ini pada kedua orangtuamu!" ancam Devi.
" Terserah! Saya tidak peduli dengan ocehanmu!"
Rifky kembali melajukan motornya menuju ke sekolah gadis kecilnya. Dia yakin akan mendapatkan amukan kali ini.
" Maafin kakak, Calis. Kamu pasti sudah menunggu lama." gumam Rifky merasa bersalah.
Dengan laju diatas rata - rata, Rifky sampai di sekolah Medina sepuluh menit kemudian. Kasihan sekali gadisnya jika masih tetap menunggu di depan sekolah.
Sampai di sekolah, Rifky tak mendapati siapapun disana. Saat bertanya pada security, katanya semua murid sudah tidak ada di sekolah.
" Ya Allah, sayangku. Kakak merasa sangat bersalah tidak bisa menepati janji padamu." batin Rifky sendu.
Rifky kembali melajukan motornya menuju rumah Medina berharap gadis itu sudah sampai di rumah.
" Assalamu'alaikum, paman." ucap Rifky.
" Wa'alaikumsalam." jawap pak Hasan sambil tersenyum.
" Maaf, paman. Apa Medina sudah pulang?"
" Sepertinya sudah, motornya Adam sudah di depan rumahnya. Paman juga baru sampai, belum masuk ke dalam."
Saat hendak membuka pintu, ternyata pintu itu masih terkunci. Tidak biasanya Medina mengunci pintu di siang hari karena gadis itu jarang sekali tidur siang.
" Medina, buka pintunya! Ini ayah sudah pulang." teriak pak Hasan.
" Dina, ini kak Rifky! Buka pintunya, kita bisa bicara baik - baik." kata Rifky.
Saat pak Hasan dan Rifky hendak membuka pintu dengan kunci cadangan di dalam tas ransel ayahnya Medina itu, tiba - tiba ada seseorang yang datang dengan paksian lusuh dan rambut yang acak - acakan.
" Assalamu'alaikum,"
.
.
TBC
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
lestari saja💕
pastisangat menyakitkan ya mey....
2022-12-04
0
sella surya amanda
lanjut
2022-03-15
0