Pagi hari, Medina keluar rumah tepat saat mobil Rifky keluar gerbang rumah pak Jamal. Gadis itu hanya menatap saja dari teras rumahnya tanpa berniat untuk menghampiri.
Rifky yang tanpa sengaja melihat Medina segera menghentikan laju mobilnya lalu turun menghampiri gadis kecilnya.
" Calis, ngapain shubuh - shubuh diluar rumah? Nungguin aku ya?" ujar Rifky nyengir.
" Eng... enggak kok, Dina lagi cari angin aja. Udara pagi terasa sangat segar." sahut Medina berkilah.
" Tidak usah bohong, memang seharusnya begitu. Seorang istri itu harus mengantar suaminya saat mau berangkat kerja."
" Ish... jangan kebanyakan ngehalu!"
" Bukan ngehalu, sayang. Memang seperti itulah aturan dalam hidup berumah tangga."
" Siapa bilang? Itu yang rumahnya diujung tiap pagi dilempar sapu istrinya karena nggak ngasih uang belanja."
Rifky hanya tertawa dengan celotehan gadisnya dengan mimik muka yang terlihat sangat menggemaskan. Paginya menjadi lebih bersemangat saat bisa melihat wajah cantik gadis impiannya.
" Seharusnya tidak boleh begitu, seperti apapun seorang suami... dia tetaplah imam bagi istrinya."
" Udah pengalaman ya? Jangan - jangan kakak duda ya?" tuduh Medina sambil nyengir.
" Masya Allah, Calis. Bagaimana otak kecilmu ini bisa berpikir sejauh itu?"
Rifky mengacak rambut Medina hingga berantakan. Kalau saja di dalam rumah, sudah pasti akan dipeluknya dengan erat.
" Kakak! Rambut Medina jadi berantakan nih." sungut Medina.
" Iya, maaf. Ya udah, kakak pergi dulu ya? Nanti keburu siang sampai di kota."
" Memangnya kakak mau ngapain ke kota?"
" Kakak itu memang rumahnya di kota, ada barang yang lupa dibawa kesini makanya sekarang mau ambil."
" Kenapa dua hari?"
" Hei... apa kamu keberatan kakak tinggal dua hari? Begini saja, kakak akan usahakan pulang lebih cepat. Tapi ingat! Selama kakak pergi, kamu tidak boleh berbuat ulah. Jika sampai itu terjadi, hukumanmu akan bertambah."
" Cari kesibukan yang lebih bermanfaat kan bisa, kenapa harus cari keributan?"
" Nggak usah ceramah, cepat pergi sana!"
" Ya udah, kakak juga mau pergi dari tadi tapi kayaknya ada yang nahan terus."
" Siapa?"
" Udahlah, nggak usah di bahas lagi. Nih nafkah buat istri tercinta biar sapu nggak melayang." Rifky meletakkan dua lembar uang merah di telapak tangan Medina sambil tersenyum.
" Apa ini? Dina nggak mau menerimanya, kakak bukan siapa - siapa Medina."
" Rejeki tidak boleh ditolak, jaga ayah dengan baik. Assalamu'alaikum."
" Wa'alaikumsalam."
Rifky langsung masuk ke dalam mobilnya sebelum Medina kembali menolak pemberiannya. Dengan melambaikan tangan sebentar, Rifky segera melajukan mobilnya meninggalkan Medina.
" Aku bukan istrinya, kenapa dia memberiku uang?" gumam Medina bingung.
¤ ¤ ¤
Setelah Ashar, teman - teman Medina sudah berkumpul di teras rumahnya. Mereka akan mengerjakan tugas bersama.
" Mey, pak guru udah sembuh?" tanya Ririn.
" Udah, tapi belum bisa naik motor sendiri. Tadi pagi aku antar jemput ke sekolahnya." jawab Medina.
" Eh, Meong. Kak Rifky kemana? Tumben belum nongol." tanya Bayu.
" Pulang ke kota." kata Medina datar.
" Yahh... sepi dong kalau nggak ada Oppa," keluh Ririn.
" Kerjain aja tugas kalian, kenapa jadi mikirin kak Rifky."
" Ya iyalah, soalnya cuma kamu yang di kasih nafkah... hahahaa..." ledek Adam.
" Nafkah apa maksudnya? Jangan bilang nafkah batin..." sahut Johan.
" Hahahaa... apaan tuh nafkah batin?" celetuk Bayu.
" Ngomong apaan sih kalian? Gak jelas banget!" kesal Medina.
Sebenarnya Adam tahu saat tadi pagi pulang dari Musholla, tak sengaja ia melihat Medina dan Rifky sedang berbincang. Adam memperjelas pendengarannya dengan bersembunyi di dekat pagar bambu rumah Medina.
" Udah, jangan nge-bully Mey terus." kata Ririn.
" Tapi nggak ada kak Rifky tuh seperti ada yang kurang." ucap Bayu.
" Apanya yang kurang?" tanya Adam.
" Kurang makanan... hahahaa..." seloroh Bayu.
" Astaghfirullah..." seru semuanya kompak.
" Ssttt... berisik kalian!" kata Bayu sambil tersenyum kepada pak Hasan yang baru keluar dari rumah.
" Pak guru mau kemana?" tanya Adam.
" Tidak kemana - mana, hanya duduk saja disini. Di dalam gerah, tidak bisa konsentrasi koreksi tugas anak - anak." jawab pak Hasan sambil membawa tumpukan kertas.
" Pak, jadi guru itu enak nggak?" tanya Bayu.
" Ya tergantung bagaimana kita menjalaninya. Jika niatmu hanya ingin mencari penghasilan, kubur niatmu untuk jadi guru. Guru itu gajinya tidak seberapa jika dibandingkan dengan para pekerja kantoran."
" Kenapa pak guru memilih pekerjaan ini?"
" Setiap orang punya cita - cita yang berbeda. Jika semuanya tidak ada yang mau menjadi guru, siapa yang akan mengajarkan membaca dan menulis pada anak - anak mereka."
" Benar juga, coba semua orang jadi presiden... kira - kira yang dipimpin siapa ya?"
" Jangan kebanyakan berkhayal, kerjain tuh tugas menumpuk!" seru Johan.
¤ ¤ ¤
Setelah makan malam bersama sang ayah, Medina langsung masuk ke dalam kamar. Tak ada obrolan hangat seperti dulu saat masih ada ibunya.
Medina membaringkan tubuhnya di ranjang yang tidak terlalu luas namun terasa nyaman. Memang benar apa yang dikatakan Bayu, tidak ada Rifky seperti ada yang kurang.
" Astaga... kenapa aku jadi mikirin cowok ngeselin itu sih!" gumam Medina.
Medina memutar - mutar ponselnya tidak tahu mau melakukan apa. Ingin menghubungi Rifky duluan tapi gengsi. Pasti Rifky meledeknya habis - habisan jika sampai ia menghubungi lebih dulu.
" Kenapa sih harus memikirkan pria gila itu!" kesal Medina.
Medina beranjak dari tempat tidur menuju jendela kamarnya. Dia melihat kearah kamar Rifky yang berada di lantai dua rumah pak Jamal.
" Kak Rifky sedang apa ya? Dari pagi ponselnya tidak aktif, apa terjadi sesuatu padanya?" gumam Medina.
Saat sedang asyik - asyiknya melamun, tiba - tiba ponselnya berdering. Medina bersemangat sekali meraih ponselnya di tempat tidur karena mengira itu adalah Rifky. Namun saat melihat nama yang tertera disana adalah Adam, gadis itu langsung memanyunkan bibirnya.
" Assalamu'alaikum, ada apa?"
( " Wa'alaikumsalam. Mey, boleh pinjam peralatan motor milikmu?" )
" Untuk apa malam - malam begini meminjam peralatan motor?"
( " Motorku mogok, besok pagi harus mengantar ibu ke pasar.")
" Ya sudah, ambil di teras aku ambilkan dulu."
(" Thank's, Meong. Assalamu'alaikum," )
" Wa'alaikumsalam."
Medina keluar rumah dengan membawa peralatan untuk memperbaiki motornya Adam. Saat melewati kamar ayahnya, ternyata pintunya masih terbuka.
" Ayah belum tidur?" tanya Medina.
" Belum, sedang menyiapkan soal untuk uji materi besok. Sebentar lagi juga selesai, kamu mau kemana?"
" Mau ke depan antar peralatan motor untuk Adam."
" Jangan terlalu larut diluar, kau juga harus jaga kesehatan."
" Iya, Yah."
Saat membuka pintu, ternyata Adam sudah duduk di teras rumahnya. Dia tersenyum saat Medina memberikan kotak berisi peralatan itu.
" Yang rusak apanya, Darman?" tanya Medina.
" Nggak tahu, lupa belum di service. Seharusnya bulan lalu jadwalnya." jawab Adam.
" Kamu sih nggak sayang barang."
" Bantuin dong, biasanya kamu yang lebih jago memperbaiki motor."
" Iya, ayo cepat bongkar. Aku tidak bisa berlama - lama disini, ayah sudah berpesan agar cepat kembali."
" Kak Rifky benar - benar nggak pulang ya?"
" Mana kutahu, nggak peduli juga."
" Yakin nggak peduli?" ledek Adam.
" Diem! Berisik ganggu tetangga sudah tidur."
" Dari pagi kamu banyak melamun pasti mikirin dia."
" Sok tahu!"
" Jangan bohong padaku, tadi pagi aku dengar semua pembicaraan kalian."
" Dia cuma bercanda, jangan dipercaya."
" Jujur aja, Mey. Kamu sebenarnya suka kan sama kak Rifky?"
" Jangan ngomongin dia lagi, males bahas orang seperti itu."
Adam terkekeh melihat wajah Medina yang kesal. Namun Adam juga semakin yakin jika hubungan Medina dan Rifky tak hanya sekedar pertemanan.
.
.
TBC
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
lestari saja💕
awas bucin
2022-12-04
0
lestari saja💕
sini mey buat aku ajah
2022-12-04
0
Humanoid
Tenang aja Adam.. sebentar lagi juga Mey bucin sama babang Rifky..
2022-11-13
0