Hari itu langit tampak cerah tiada berawan. Nampaknya semesta menyatukan keinginan awan dan sang mentari untuk membuat manusia bumi bersuka cita di hari yang sangat special ini. SMA Prima Cendana sedang mengadakan perhelatan besar bagi seluruh siswa pecinta bola basket, yaitu pemilihan kapten basket yang akan diadakan di halaman sekolah seusai jam pelajaran.
Niken dan Sandra, dua pengikut setia Aisha menunjuk ke arah Ryan siswa baru yang menjadi idola sekolah, terutama di hati para cewek. Pahatan wajahnya yang benar-benar sempurna dengan hidung mancung dan tulang wajah yang benar-benar lelaki, dilengkapi dengan sorot mata tajam menggoda yang dinaungi sepasang alis lebat serta bibir menawan membuat cowok itu menjadi pusat perhatian setiap kali berjalan melintasi koridor sekolah. Tubuhnya yang sangat tinggi dan atletis serta kulit yang kuning langsat, menjadikan Ryan benar-benar sosok idola. Kini cowok itu sedang mengamati selembar pengumuman berukuran A 3 yang ditempelkan di majalah dinding sekolah menggunakan paku payung warna warni dengan seksama.
“Kamu ikut audisinya?” tanya Doni satu-satunya teman baik Ryan di sekolah ini.
Doni adalah siswa yang rajin dan paling gemar jajan di kantin. Tubuhnya yang tak seberapa tinggi sekitar 163 centimeter dengan berat badan 80 kilogram menjadikannya seperti bola. Seragam putih yang dikenakannya sering nampak terlalu sesak membalut tubuhnya yang gempal. Mereka sering berjalan beriringan yang membuat para siswi berbisik-bisik dan tertawa, satunya sosok idola yang paling sempurna, sementara satunya lagi adalah sosok cowok gendut berambut keriting.
“Menurutmu aku baiknya ikut audisi gak?” tanya Ryan membalikkan pertanyaan.
“Ikut ajalah. Pasti memang. Lagian selama ini kapten yang lama kurang greng. Sekolah jarang menang tiap pertandingan basket antar sekolah,” papar Doni dengan penuh semangat.
Kedua cowok itu berjalan menuju ke arah kantin. Dari arah berlawanan,Miss Popular berjalan didampingi Niken dan Sandra di kanan kirinya.
“Liat tuh,Lis. Gebetan lo!” bisik Sandra menggoda Alisha.
Alisha memandang dengan wajah songongnya ke arah Ryan yang melintas di depannya seakan tak melihat.
“Sombong lu!” teriak Niken sambil melempar permen ke arah Doni.
“Apa-apaan sih? Gue gue lu lu di sekolahan,” sahut cowok gendut itu dengan suara meninggi dan melempar balik permen ke arah Niken.
“Udahlah. Jangan dilayani cewek-cewek macem ginian,” ajak si ganteng sambil menarik lengan Doni agar menjauh.
“Iih…Kalian sih norak! Gara-gara kalian gue jadi kehilangan kesempatan deket sama Ryan,”protes Alisha sambil menghentakkan kakinya ke atas lantai.
Miss Popular marah dan mengambek, berputar arah tidak jadi menuju kantin tapi ke halaman sekolah yang ditumbuhi rumput gersang dan beberapa pepohonan.
Niken dan Sandra saling menyalahkan, mereka gagal menerima traktiran.
“Plak” sebuah pukulan dari tangan kanan Sandra mengenai pundak kiri Niken.
Sandra, gadis tomboy dengan rambut cepak ala tentara memukul bahu Niken, gadis judes dengan rambut bob mirip Dora.
“Iih…Apa-apaan sih lu? Sakit tau…” seru Niken sambil memegangi pundaknya yang kesakitan.
“Iih…Lebay lu. Gitu aja sakit.”
“Sini gue balas!” seru Niken sambil menjambak rambut Sandra.
Akhirnya dua cewek badung itu berantem di koridor yang membuat para siswa yang sedang istirahat pertama berlarian ke arah mereka.
“Ayo serang! Seru…” beberapa siswa laki-laki badung memprovokasi mereka untuk terus bertengkar.
Beberapa siswi perempuan melewati mereka sambil tertawa dan berbisik-bisik.
“Hai kalian ini apa-apaan malah menonton? Bubar!” teriakan Affandra yang buru-buru datang ke lokasi dan menyuruh kerumunan untuk bubar.
“Ayo cepet baikan! Atau mau saya laporkan ke BP?” bentak cowok itu dengan tegas.
Affandra berdiri di hadapan Niken dan Sandra yang rambutnya acak-acakan karena saling menjambak. Cowok itu berdiri dengan tangan kanan terkepal karena marah, wajahnya menatap kedua cewek itu dengan sorot mata tajam, tanpa senyum.
Akhirnya dua siswi itu saling berjabat tangan dan kabur ke arah yang berlawanan.
Affandra menarik napas lega, lalu kembali ke kelas. Cowok itu akan mempersiapkan diri mengikuti audisi kapten bola basket sepulang sekolah nanti. Dia merupakan kapten basket yang lama namun dirinya juga dicalonkan sebagai ketua OSIS, jadi perlu pembagian waktu yang sangat matang. Affandra tidak keberatan apabila ada kandidat baru yang lebih piawai untuk menggantikan posisinya.
Sepulang sekolah, Affandra telah mengganti seragamnya dengan pakaian olah raga. Kini cowok macho berkulit sawo matang itu tampak ganteng, kaos olahraga warna biru langit membalut tubuhnya memperlihatkan otot-otot tubuhnya yang menyembul sempurna. Di kejauhan ada Ryan yang merupakan salah satu orang baru yang hendak mengikuti audisi ini. Postur tubuhnya yang tinggi dan warna kulitnya yang kuning langsat, tampak kontras dengan pakaian olahraga yang dikenakannya. Kaos warna kuning dipadukan dengan celana pendek biru tua membalut tubuhnya yang kekar atletis, membuat semua mata para cewek di sekolah itu memandang takjub.
“Begitu sempurna…” seru Alisha yang diam-diam berencana menonton audisi ini bersama dua sahabatnya.
Niken dan Sandra sibuk dengan cemilannya. Dua cewek yang baru saja berbaikan ini berdiri saling berjauhan dengan memegang cemilan makanan kesukaan mereka.
“Lu lu doyan makan amat sih. Bikin gue laper aja,” celetuk miss popular sambil mengambil posisi duduk dekat lapangan basket.
“Lu mau?” tanya Sandra sambil menyodorkan bungkusan plastik berisi 15 tusuk telur gulung.
“Gak ah. Makasih. Gue lagi diet,” sahut Alisha seenaknya.
“Kata lu laper. Sebentar lu bilang diet. Huh…” keluh si tomboy sambil mengambil posisi duduk di sebelah kanan Alisha.
Guru olahraga memasuki lapangan basket dan meniup peluitnya, tanda pertandingan dimulai.
“Priiit….”
Affandra memimpin empat rekan lainnya sebagai regu A bertanding melawan regu B dengan Ryan sebagai kaptennya. Pertandingan berjalan sebanyak tiga babak agar lebih objektif.
“Suit…suit….” Teriakan siswi perempuan yang duduk berderet di pinggiran lapangan.
Maya tampak berjalan sendirian dengan kaki pincangnya, duduk berbaur bersama rekan-rekan lainnya. Gadis cantik itu tak bisa berlama-lama menonton audisi pemilihan kapten bola basket, karena pekerjaan rumah telah menunggunya. Maya kasihan melihat mama harus berjuang keras membesarkannya seorang diri. Ryan tampak melirik ke arah Maya dan tersenyum, cowok itu menemukan semangat baru tatkala memandang wajah cantik nan lembut milik si gadis kepang dua.
Ryan nampak sempurna dalam menggiring bola, demikian juga halnya dengan kapten basket yang lama, Affandra. Namun dalam memasukkan bola. Ryan nampaknya lebih piawai. Maklumlah ada darah vampire yang mengalir di tubuhnya, sehingga membuatnya memiliki kemampuan melampaui manusia biasa. Sang papa, pemilik peternakan susu sapi sekaligus pabrik susu cair dalam kemasan, merupakan keturunan dari Vlad Tepes III The Impaler dimana keturunan ketiga dari drakula ini telah memiliki banyak selir dari kaum manusia biasa. Jadi sang papa adalah separuh manusia separuh vampire yang bisa hidup normal seperti layaknya manusia, hanya membutuhkan darah sapi setiap bulan purnama seperti sang putra,Ryan. Namun sang papa menolak dirinya disebut keturunan vampire dan menganggap dirinya seutuhnya adalah manusia. Kakeknya, yaitu ayah dari papa, murni seorang vampire telah menghilang setelah papa lahir sehingga papa tumbuh dalam asuhan neneknya yang murni seorang manusia dengan segala kelembutan dan hati nurani berbudi luhur.
Sementara sang mama dialiri darah murni manusia biasa, yang meninggal dunia setelah melahirkan sang putra. Konon selama mengandung Ryan, darah sang mama dihisap secara perlahan-lahan sehingga ketika melahirkan nyaris seperti kasus manusia yang terkena leukemia. Itulah sebabnya Ryan lahir sebagai sosok manusia dengan ketampanan luar biasa, kekuatan tubuhnya pun jauh di atas manusia normal, apalagi kekayaan keluarga drakula, tiada ada habisnya hingga 10 keturunan sekalipun.
“Yess!” teriak Alisha sambil melonjak kegirangan.
Ryan berhasil mengungguli Affandra hingga babak ketiga. Peluh membasahi wajah cowok itu hingga ketampanannya makin paripurna dan menggoda. Cowok itu menengok ke arah tempat duduk Maya.
“Kemana dia?” tanyanya dalam hati.
Maya, si gadis lugu itu telah pulang ke rumah, dan hanya menyaksikan pertandingan selama tiga puluh menit.
Ryan tampak tak peduli dengan kemenangannya yang dielu-elukan banyak cewek di lapangan. Affandra yang basah oleh keringat menjabat tangan Ryan dan mengucapkan selamat.
“Congratz ya! Jaga nama baik sekolah,” pesan Affandra sambil mengelap keringatnya.
“Terima kasih.”
“Aku mau fokus jadi pengurus OSIS. Susah juga kalau harus jadi kapten lagi,” kata Affandra dengan wajah berbinar.
Keduanya sama-sama ganteng dengan versinya masing-masing. Keelokan tubuh keduanya main tercetak sempurna karena kaos basah yang mereka pakai sehabis bertanding.
Ryan tampak mencari-cari keberadaan Maya di sekitar sekolah, seakan ada hal penting yang ingin ia sampaikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments