Pacarku Vampire
Episode 1 : Perkenalan
Maya, dokter muda itu sedang menggendong bayi laki-laki yang baru dilahirkannya 40 hari yang lalu. Seorang bayi mungil dengan kulit putih seperti sang mama dan alis lebat seperti sang papa. Dibelainya makhluk mungil yang sedang menguap dan menggeliat itu. Kulitnya begitu lembut dan wangi, bibirnya yang mungil selalu mencari air susu. Maya sangat mencintai Arka, buah hatinya dengan Ryan, manusia setengah vampire yang kini telah berubah lebih banyak memiliki sisi kemanusiaannya daripada sifat makhluk yang haus darah.
Mama muda ini berjalan ke arah balkon di lantai dua rumahnya yang sangat luas dan jauh dari keramaian kota. Pagi ini baby Arka dijemur di bawah hangatnya sinar matahari pagi, bola matanya yang bulat pelan-pelan menyipit karena silau. Diambilnya kursi tanpa lengan dan diletakkannya di tempat yang banyak terkena sinar matahari.
“Oeek..oeek…,” tangis Arka entah apa yang diinginkan bocah kecil ini. Satu bulan lebih Maya menjadi seorang mama, tapi masih sulit membedakan keinginan dari sebuah tangisan bayi. Dirinya lebih sering bertanya pada pengasuh Arka, Zus Puspa seorang baby sitter berusia 40 tahun yang telah berpengalaman mengasuh bayi baru lahir. Zus bilang tangisan bayi bisa diartikan lapar, sakit, buang air atau ketakutan. Pengasuh Arka yang tak banyak bicara tapi begitu piawai mengenai urusan bayi.
“Pagi,Bu. Biar saya yang jemur si Arka,” sapa Zus Puspa yang tiba-tiba berdiri di dekat pintu dalam kondisi rambut masih basah setelah keramas.
“Pagi, apa suster udah sarapan? Kalau belum, biar saya yang jemur Arka sekalian susuin dia,” sahut Maya sambil membalikkan posisi bocah kecil itu agar tengkurap di atas pahanya.
“Baiklah,Bu. Kamar bayi udah saya bersihkan dan bak mandi udah saya siapin juga. Saya pamit sarapan dulu,” pamit pengasuh bayi itu sambil membalikkan badan.
Baby Arka menggeliat kepanasan ketika punggungnya dijemur, suara tangisnya memecah heningnya pagi.
“Duh anak papa, pagi-pagi udah dijemur aja,” Ryan tiba-tiba muncul lalu mencium Maya dan baby A yang sedang berjemur di balkon.
“Arka udah minum susu belum?”
“Udah dong,Pa. Baby A nyusunya kuat banget. Pasti cepet banget gedenya,”sahut Maya sambil mengangkat bocah kecil itu dan menutupinya dengan handuk.
“Hebat dong anak papa. Papa pamit mau ke kantor dulu. Hati-hati jaga rumah.”
Maya mencium tangan suaminya, dan memasukkan baby A di kamarnya. Perempuan muda itu telah menyelesaikan masa PTT selama 2 tahun, kini membuka prakter pribadinya di rumah agar dapat mengurus bayinya lebih baik.
Mama muda itu tersenyum sambil memegang jari jemari Arka yang mungil dan lembut. Pasti sebentar lagi dia tumbuh menjadi pemuda yang gagah seperti sang papa. Maya jadi teringat lagi masa-masa SMA dimana dia bertemu pertama kali dengan Ryan. Saat itu hari pertama masuk kelas 2 SMA, tepatnya 11 Biologi 3 SMA Prima Cendana, sebuah SMA nasional plus, sekolah swasta favorit yang terkenal di daerah selatan Jakarta. Seluruh sekolah dibuat gempar dengan hadirnya murid baru yang super ganteng, tinggi, dan keren, Ryan Sanders. Cowok berkulit kuning langsat dengan tinggi 180 cm, gayanya memang cool, cuek, sedikit bad boy tapi sangat menawan. Isunya dia siswa pindahan karena sempat tak naik kelas, entah dari sekolah mana dari luar kota, yang pasti dia sangat piawai menggiring dan memasukkan bola basket. Hari pertama masuk sekolah merupakan hari perkenalan dengan guru-guru yang sebagian juga merupakan guru baru, mata pelajaran baru, juga siswa baru. Ryan yang datang ke sekolah agak kesiangan terpaksa duduk di meja paling depan. Posturnya yang tinggi cukup menarik perhatian seisi kelas, terutama para cewek yang sibuk berbisik dan tersenyum.
“Selamat pagi adik-adik. Perkenalkan saya Pak Tarno yang akan menjadi wali kelas kalian. Hari pertama kita awali dengan perkenalan ya! Apakah ada siswa baru di sini?”
“Ada,Pak. Tuh yang duduk di bangku paling depan,” Tari siswi paling bawel angkat bicara diiringi suara riuh rendah dari seisi kelas.
“Kalian tenang! Silakan untuk siswa baru untuk memperkenalkan diri di depan kelas,” sang wali kelas membuka pelajaran hari itu.
Ryan menengok ke belakang untuk melihat suasana kelas, kemudia bangkit berdiri tepat di depan papan tulis. Gayanya yang cuek dan percaya diri membuat semua cewek memandang takjub, belum pernah ada cowok seganteng dan sekeren ini di sekolah.
“Perkenalkan nama saya Ryan Sanders. Nama panggilan Ryan, usia 18 tahun. Saya siswa pindahan dari Surabaya.”
“Waahhhh…..” mulut Alisha, siswi paling popular di sekolah ini menganga lebar. Dia merupakan cheerleader di sekolah ini. Siswi paling keren yang mendapat julukan “the most popular girl in the school”
Alisha van de Jong, siswi cantik berwajah indo dengan kulit putih dan rambut panjang sebahu agak pirang, tubuhnya yang tinggi semampai menjadikannya cheerleader. Terlahir dari keluarga kaya raya dan berpengaruh menjadikan dirinya egois dan arogan, terkadang juga egois dan memaksakan kehendaknya sendiri. Gadis blasteran ini terlahir dari seorang ayah seorang pengusaha tambang batu bara dan seorang ibu mantan artis yang kini duduk sebagai wakil rakyat di DPR. Gadis itu mengangkat sedikit lidahnya ke atas bibir dan melirik ke arah Ryan bagaikan seekor kucing yang sedang mengincar mangsanya. Ryan kembali ke tempat duduknya dan bel tanda istirahat pertama berbunyi. Sebagian besar siswa keluar kelas dan menuju kantin. Yang tersisa hanya seorang gadis cantik berkepang dua yang duduk di bangku paling belakang. Maya Trisha Purnomo, gadis Betawi yang cantik dan berkulit putih itu asyik dengan sebuah buku dan pulpennya. Dialah si bintang kelas yang merupakan siswa paling muda seangkatan. Beberapa kali mengikuti kelas akselerasi dan berasal dari keluarga sangat sederhana. Gadis cantik yang baik hati ini bisa masuk ke sekolah bergengsi ini karena almarhum papanya seorang mantan guru biologi sehingga mendapat keringanan uang pangkal maupun SPP sebesar 50%. Maya merupakan gadis yang otaknya sangat cepat menerima semua pelajaran, sehingga banyak teman menjulukinya sebagai “si otak scanner”. Maya kini hidup berdua dengan sang ibu yang membuka sebuah laundry kecil di rumahnya yang sederhana. Gadis ini memiliki pekerjaan sampingan sebagai seorang tutor private untuk murid SD dan SMP, karena itu waktu istirahat sering dipakainya untuk mempersiapkan materi bagi para siswanya.
Bel tanda masuk berbunyi, semua murid berkumpul di depan kelas masing-masing. Maya yang cantik dan rajin keluar kelas. Tubuhnya yang setinggi 165 cm tergolong normal untuk anak seusianya, hanya kaki kirinya agak pincang. Ryan yang berada di barisan belakang tampak tertarik dengan gadis kale mini. Matanya terus memperhatikan gadis berkepang dua yang menjadi ketua kelas dan menyiapkan barisan.
Di kelas ini ada pula seorang cowok macho berkulit sawo matang yang menjabat sebagai wakil ketua kelas yang bergantian menyiapkan barisan. Affandra Purba, siswa ganteng dan macho berusia 17 tahun ini memiliki tinggi badan 175 cm dan seorang kapten basket di sekolah. Ayahnya seorang pengacara terkenal di negeri ini sedangkan ibunya adalah seorang dosen fakultas hukum beberapa perguruan tinggi swasta di Jakarta. Sebagai seorang Batak, Affandra memiliki sifat yang justru berkebalikan dengan stereotif sukunya. Dia adalah merupakan ketua OSIS yang baik hati dan penuh perhatian, hampir semua guru menyayanginya.
Sepulang sekolah, Maya menuntun sepedanya keluar parkiran. Beruntungnya siang ini langit sangat cerah. Dilihatnya di parkiran anak-anak perempuan berkumpul. Maya bersiap mengayuh sepedanya ketika seseorang menepuk pundaknya.
“May, jangan lupa besok ada rapat OSIS sepulang sekolah.”
“Ndra. Kau bikin kaget aja. Iya aku ingat. Aku duluan pulang ya!” pamit Maya pada Affandra yang menuju parkiran motor.
“Oke. Hati-hati di jalan May,” pesan Affandra sambil melambaikan tangan.
Maya sedikit kesal dengan teman-teman ceweknya yang sedikit norak dengan kehadiran Ryan, sang siswa baru.
“Apa sih hebatnya cowok itu? Huuh!” gumamnya dalam hati.
Saat sepedanya menuju gerbang keluar sekolah, dilihatnya mobil Ryan yang merah menyala, pintunya terbuka bagaikan sayap kupu-kupu.
“Oh karena ini semua cewek berkumpul dan takjub sama Ryan?” Maya menggelengkan kepalanya seakan tak tertarik untuk ikut-ikutan. Dikayuhnya sepeda keluar dari sekolah dan menuju jalan raya.
“Sebuah Lamborgini Aventador? Scissors doors memang hebat. Oh..kaya juga si Ryan. Pantes aja semua cewek caper sama dia,” pikir Maya sambil terus menyusuri jalan raya.
Yang ada dalam pikiran gadis ini cuma segera sampai rumah, makan siang dan buru-buru ke rumah muridnya yang pasti telah menunggunya dengan setumpuk pekerjaan rumah.
“Hai,Ma. Masak apa hari ini?” sapa Maya ketika sampai di rumah yang bagian depannya merangkap sebagai usaha laundry.
“Ada ayam goreng, sayur asem dan sambal terasi kesukaanmu,” sahut mama tanpa berpaling dan sibuk menghitung lipatan pakaian bersih untuk dimasukkan ke dalam kantong plastik para pelanggan.
Sejak kepergian sang papa, mamanya berjuang seorang diri untuk membesarkan Maya, putri tunggalnya. Di tempat laundry yang diberi nama “Mom’s Laundry”, sang mama hanya dibantu dua orang asisten, Sri dan Wati , dua wanita berhijab yang cekatan dan rajin. Tak jarang Maya membantu sang mama mengantarkan hasil laundry ke rumah pelanggannya yang meminta service lebih dengan mengenakan ongkos kirim. Meskipun hasil yang diperoleh tidak banyak, tapi mereka masih bisa hidup berkecukupan. Maya pun tak pernah mengeluh meski hari-harinya tak bisa dinikmati dengan hang out, dugem atau nge-mall seperti siswa seusianya. Baginya hidup adalah perjuangan dan selalu bersyukur atas yang telah Tuhan beri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Febi Miftah Rianti
semangat Thor cerita nya menarik
2022-11-21
0
Shelley Swetlana
Semangat thor!
2022-02-22
1